Ketika Rasulullah dan Kaum Muslimin Jadi Korban Boikot

Kamis, 01 Agustus 2024

RADARPEKANBARU.COM - Salah satu kezaliman yang dilancarkan kaum musyrik Quraisy adalah pemboikotan. Aksi ini menyasar Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin di Makkah. Pengepungan dalam hal sosial dan ekonomi itu berlangsung sekira tiga tahun.

Nabi SAW beserta umat Islam dipaksa meninggalkan rumah masing-masing. Mereka diarahkan untuk tinggal di lembah perbukitan Makkah yang sempit.

Persediaan makanan untuk Rasulullah SAW dan kaum Muslimin hanya dikirim oleh beberapa non-Muslim di Makkah yang merasa kasihan pada mereka. Di antaranya ialah Hakeem bin Khuzam, keponakan Khadijah, dan Al-Mot'am bin 'Adi. Setiap beberapa pekan sekali, mereka secara sembunyi-sembunyi mengirimkan logistik kepada Rasulullah SAW dan Muslimin.

Sayangnya, semua itu sangat tidak memadai lantaran banyaknya jumlah orang yang mesti dibantu. Banyak Muslim saat itu terpaksa memakan dedaunan liar karena kelaparan.

Seperti dinukil dari buku al-Buthi yang berjudul Fiqh as-Sirah, masa pemboikotan berlangsung sejak bulan Muharram tahun ketujuh sejak kenabian hingga Muharram tahun ke-10 kenabian. Selama itu, kehidupan Nabi SAW dan Muslimin sangat menderita.

Padahal, yang dilakukan Rasulullah SAW hanyalah menyebarkan risalah kebenaran. Orang-orang yang mengikutinya semata-mata tergerak oleh iman. Yang diinginkannya bukanlah menjadi penguasa Makkah, melainkan tegaknya agama Allah SWT.

Gambaran penderitaan semakin jelas bagi kaum ibu dan bayi-bayi mereka. Dari balik tenda yang seadanya, suara tangis mengerang tanda perut-perut yang lapar.

Sebenarnya, umat Islam saat itu tidak dalam posisi miskin seluruhnya. Mereka "hanya" dicegah dari jual-beli. Setiap ada orang yang datang untuk menjual makanan kepada Nabi SAW, Abu Lahab langsung menyuruh sang penjual agar beralih kepadanya, yang lantas melipatgandakan harga barang.

“Wahai kalian para pedagang! Naikkan harga kalian untuk Muhammad dan para pengikutnya supaya mereka tidak dapat membeli apa pun!” begitu pekik Abu Lahab.

Memasuki bulan Muharram tahun ke-10 kenabian, pemboikotan justru mengundang lebih banyak kecaman dari orang-orang Arab. Banyak warga merasa tindakan Abu Lahab dan kawan-kawan sudah di luar batas kemanusiaan.

Sebelumnya, tokoh-tokoh Quraisy yang bersepakat melakukan embargo membuat perjanjian. Naskah perjanjian itu digantung pada dinding Ka’bah.

Yang tidak diketahui para pemuka Quraisy, sesungguhnya lembaran tersebut sudah koyak. Allah SWT telah mengirim sepasukan rayap untuk memakan lembar perjanjian itu.

Nabi SAW lalu menerima wahyu bahwa lembaran yang berisi perjanjian itu telah dimakan rayap. Beliau lantas mengabarkan hal itu kepada Abu Thalib. Paman Rasulullah SAW tersebut segera menghampiri para pemuka Quraisy untuk menyampaikan apa yang baru saja didengar dari keponakannya.

Ia memberi tahu mereka jika membuka Ka'bah dan menemukan perjanjian utuh, maka ia akan menyerahkan Nabi Muhammad SAW kepada mereka. Tetapi jika memang benar bahwa naskah perjanjian telah koyak, mereka harus mengakhiri boikot.

Maka dibukalah sisi tembok Ka'bah yang telah dipasangi naskah tersebut. Ini untuk memverifikasi apakah benar cerita dari Nabi SAW itu.

Ditemukan bahwa seluruh naskah perjanjian itu ternyata telah dimakan oleh rayap. Dari seluruh tulisan, hanya tersisa bagian yang menampilkan lafaz Allah.

Maka boikot pun dinyatakan berakhir. Menurut al-Buthi, di antara tokoh Quraisy yang tampil untuk mencabut embargo itu ada lima orang. Mereka ialah Hisyam bin Amr bin Harits, Zuhair bin Umayyah, Muth’im bin ‘Adi, Abul Bakhtari bin Hisyam, dan Zam’ah bin Aswad.

Setelah cobaan yang panjang dan menantang ini, beberapa kembali dengan kesehatan yang sangat buruk. Termasuk istri Nabi, Khadijah dan pamannya, Abu Thalib, yang saat itu berusia sekitar 80 tahun. Mereka berdua meninggal tak lama setelah pemboikotan berakhir.(rep)