Berikut Kronologis Lengkap Suap Alih Fungsi Hutan Riau Versi KPK

Senin, 15 Desember 2014

Ilustrasi

JAKARTA, RADARPEKANBARU.COM - Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia-Riau, Gulat Medali Emas Manurung, didakwa memberi duit suap senilai US$ 166.100 kepada Gubernur Riau Nonaktif Annas Maamun. Suap diberikan untuk memuluskan proses perizinan alih fungsi hutan di Riau.

Hal itu terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan Provinsi Riau dengan terdakwa Gulat Medali Emas Manurung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/12/2014).

Suap dijejalkan kepada Annas karena saat itu dia telah memasukkan areal kebun sawit Gulat cs ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau sebagaimana permintaan Gulat. Areal tersebut di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektare.

Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kresno Anto Wibowo, suap yang sampai ke tangan Annas dimulai pada Agustus 2014.

Saat peringatan hari ulang tahun Riau, 9 Agustus 2014, Annas menerima kunjungan Menteri Kehutanan periode 2009-2014 Zulkifli Hasan. Zulkifli memberi Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 673/Menhut-II/2014 tanggal 9 Agustus 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektare; perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 ha; dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 ha di Provinsi Riau.

Dalam pidatonya di peringatan tersebut, Zulkifli mempersilakan masyarakat melalui Pemprov Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut.

Menanggapi pidato itu, Annas lantas memerintahkan Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau Irwan Effendy untuk menelaah keberadaan kawasan yang direncanakan dalam program pembangunan Riau yang masih masuk sebagai kawasan hutan. Kawasan itu untuk diusulkan untuk direvisi menjadi bukan kawasan hutan atau area penggunaan lainnya (APL).

Arahan penelaahan dari Annas ditindaklanjuti M Yafiz dan Irwan Effendy bersama-sama dengan Kabid Planologi Dinas Kehutanan Cecep Iskandar; Kasi Tata Ruang Beppeda Supriadi, Kasi Perpetaan Dinas Kehutanan Ardesianto, dan Kasi Penatagunaan Dinas Kehutanan Arief Despensary.

Hasil telaah dilaporkan kepada Annas pada 11 Agustus 2014. Setelah memberikan koreksi, Annas menerbitkan Surat Gubernur Riau Nomor 050/BAPPEDA/58.13 tanggal 12 Agustus 2014 perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau dalam Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Sesuai Hasil Rekomendasi Tim Terpadu yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan.

Surat tersebut dibawa ke Kantor Kementerian Kehutanan oleh Wakil Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachmad, M Yafiz, Irwan Effendy, dan Cecep Iskandar yang bertemu Zulkifli Hasan pada 14 Agustus 2014.

Pada pertemuan itu, Zulkifli memberi tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat. Peruntukkannya antara lain untuk jalan tol, jalan provinsi, kawasan Candi Muara Takus, dan perkebunan untuk rakyat miskin seluas 1.700 ha di Kabupaten Rokan Hilir.

Zulkifli juga secara lisan memberi tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan Provinsi Riau maksimal 30 ribu hektare.

Mengetahui pengajuan revisi atas SK Menteri Kehutanan Nomor SK 673/Menhut-II/2014 tersebut, Gulat menemui Annas pada Agustus 2014 di rumah dinas Gubernur Riau untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit dirinya bersama rekannya dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.

Annas mengarahkan terdakwa agar berkoordinasi dengan Cecep Iskandar yang saat itu sedang berada di rumah dinas Annas terkait laporan hasil kunjungan ke Jakarta menemui Menteri Kehutanan.

Gulat membicarakan keinginannya dengan Cecep dengan meminta agar areal kebun sawit dia di Kabupaten Kuantan Singigi seluas 1.188 ha dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 ha dimasukkan dalam usulan revisi SK Menteri Kehutanan Nomor SK 673/Menhut-II/2014.

Cecep meminta Gulat agar memberi gambar peta lokasi areal yang akan direvisi. Gulat memerintahkan Riyadi Mustofa alias Bowo yang pernah melakukan pemetaan dan pengukuran atas areal kebun sawit miliknya agar memberi gambar tersebut.

Gambar diberikan agar ditelaah bersama Ardesianto. Hasilnya, ada beberapa kawasan yang tidak bisa masuk dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung namun terdakwa meminta agar tetap dimasukkan dalam usulan.

Pada 21 September, Annas bertolak ke Jakarta untuk dinas sekaligus memantau perkembangan surat usulan revisi di Kementerian Kehutanan. Esok hari, 22 September, Annas menghubungi Gulat dan meminta uang Rp 2,9 miliar untuk mengurus usulan revisi perubahan luas bukan kawasan hutan itu.

Gulat hanya mampu menyiapkan US$ 166.100 atau setara Rp 2 miliar. Uang itu diperoleh terdakwa dari Edison Marudut Marsadauli sebesar US$ 125 ribu atau setara Rp 1,5 miliar. Sisanya kurang lebih US$ 41.100 atau setara Rp 500 juta uang milik Gulat. Dia membawa uang tersebut ke Jakarta untuk diserahkan ke Annas.

Pada 24 September, saat berada di Jakarta, Gulat ditemani Edi Ahmad berangkat ke rumah Annas Maamun di Perumahan Citra Gran Blok RC3 Nomor 2 Cibubur. Saat tiba di depan pagar rumah Annas, Gulat menyerahkan tas berwarna hitam merek Polo berisi duit US$ 166,100 kepada Ajudan Gubernur Riau Triyanto.

Gulat berpesan agar tas itu diserahkan kepada Annas. Gulat lantas pergi dari lokasi.

Triyanto masuk ke dalam rumah menemui Annas. Sang Gubernur memerintahkan agar tas itu diletakkan di atas meja kerja ruang belakang samping taman. Annas membawa tas itu ke kamarnya di lantai 2 dan membuka tas berisi uang lalu disimpan dalam lemari.

Mengetahui uang yang diberikan Gulat dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat, Annas menelepon Gulat meminta uang ditukar dalam dolar Singapura.

Pada 25 September, Annas bersama Triyanto menemui Gulat di Restoran Hotel Le Meridien Jakarta Pusat dan menyuruh Triyanto menyerahkan kembali tas berwarna hitam merek Polo.

Gulat ditemani Edison Marudut menukarkan uang sejumlah US$ 166.100 dengan mata uang dolar Singapura sejumlah Sin$ 156 ribu dan mata uang rupiah sejumlah Rp 500 juta di money changer PT Ayu Masagung di Kwitang Jakarta Pusat. Setelah menukarkan uang, Gulat diantar sopir Badan Penghubung Provinsi Riau di Jakarta, Lili Sanusi, menuju rumah Annas di perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur untuk menyerahkan uang.

Di rumah Annas, Gulat yg membawa tas ransel warna hitam merek Bodypack berisi uang dolar Singapura diajak Annas menuju ruang tengah di lantai dua. Gulat menyerahkan tas ransel kepada Annas dan disimpan di dalam kamar.

Annas keluar dari kamar dan menyerahkan sebagian dari uang Rp 60 juta kepada Gulat. Tidak lama kemudian, petugas KPK datang menangkap keduanya.

Atas perbuatannya, Gulat diancam pidana Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

‎Terkait dakwaan tersebut, Gulat dan tim penasihat hukum tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Persidangannya akan dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap saksi-saksi Senin pekan depan.(Cnn/rp/hr)