Kanal

Peran S.F Haryanto Kepala Dinas Pekerjaan Umum Riau Dalam Kasus PON Riau

Pekanbaru - Dua petinggi Partai Golkar disebut jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi dalam surat dakwaan Gubernur Riau (nonaktif) Rusli Zainal yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Riau, Rabu, 6 November 2013. Mereka adalah Setya Novanto dan Kahar Muzakir.

Surat dakwaan yang dibacakan jaksa secara bergantian menguraikan, sekitar September 2011, Rusli selaku Ketua Umum Pengurus Besar PON XVIII Riau didatangi Lukman Abbas, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau. Lukman melaporkan anggaran pembangunan stadion utama dan infrastruktur yang dialokasikan pada 2011 dan diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2008 tidak mencukupi.

"Akibatnya, Dispora Riau tidak bisa membayar kontrak pembangunan stadion utama yang mencapai Rp 290 miliar," jaksa Riyono menguraikan. Rusli kemudian menugasi Lukman mengurus anggaran ke pemerintah pusat melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Lukman bersama S.F. Haryanto, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Riau, lalu membuat usul penambahan dana.

Sekitar Februari 2012, usul disampaikan Rusli bersama Lukman dan Haryanto di hadapan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto dan anggota Badan Anggaran, Kahar Muzakir. Pertemuan terjadi di ruang kerja Setya Novanto. Rusli meminta Setya membantu proses pembahasan dan persetujuan usul tambahan anggaran dari APBN. "Setya Novanto menyarankan agar Lukman Abbas menghubungi Kahar Muzakir," kata Riyono.

Lukman dan Kahar melanjutkan pertemuan di ruang kerja Kahar. Pada saat itu, Kahar meminta Lukman menyediakan dana US$ 1,7 juta atau setara 6 persen dari total pengajuan anggaran Rp 290 miliar. Kahar mengutarakan uang akan dibagikan kepada anggota DPR RI agar usulan penambahan anggaran disetujui. Kahar meminta 3 persen terlebih dulu.

Mendengar permintaan tersebut, Rusli menyuruh Lukman mencari dana dari para rekanan pelaksana proyek pembangunan sarana PON XVIII. Rekanan tersebut adalah PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya, dan PT Pembangunan Perumahan. Maka terkumpullah US$ 850 ribu.

Pada 24 Februari 2012, Lukman menghubungi Rusli melalui telepon dan menyampaikan bahwa uang yang diminta Kahar telah terkumpul. Uang diantar Lukman beserta sopirnya, Heriyadi, ke Senayan. Uang US$ 850 ribu diserahkan kepada Kahar di ruang kerjanya. Setelah itu, Kahar meminta tambahan US$ 200 ribu lagi.

Uang tambahan diserahkan Lukman pada 22 Maret 2013 di lantai dasar gedung DPR. Lukman ditemani Heryadi menyerahkan uang pada Wihaji, sopir Kahar. Lukman juga diminta Rusli menyediakan Rp 500 juta untuk dirinya. Uang diserahkan kepada ajudan Rusli, Said Faisal, di Jalan Petala Bumi oleh sopir PT Adhi Karya, Nasapwir. (Baca juga: KPK Periksa Istri Kedua Rusli Zainal )

Rusli Zainal terlibat tiga kasus. Dua di antaranya terkait dengan kasus penyusunan Peraturan Daerah tentang Pekan Olahraga Nasional Riau pada 2012. Selain memberi suap, Rusli Zainal diduga menerima hadiah. Rusli juga menjadi tersangka dalam kasus pidana korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Pelalawan dan Siak pada periode 2001-2006.

Menanggapi dakwaan jaksa, pihak terdakwa langsung membacakan eksepsi. Keberatan pihak terdakwa dibacakan pengacara Rusli, Rudi Alfonso. Ketika dimintai konfirmasi, Kahar tidak menjawab panggilan telepon dan pesan pendek Tempo. Hal yang sama terjadi ketika Tempo mencoba menghubungi Setya.

sumber :www.tempo.com
Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER