Kepala BIN: Revisi UU Terorisme Tak Bisa Ditunda Lagi

Ahad, 28 Mei 2017

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) saat meninjau lokasi ledakan bom di Kampung Melayu, Rabu, 24 Mei 2017. (Istimewa/Asni Ovier)

RADARPEKANBARU.COM- Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme) sudah tidak bisa ditunda lagi. Salah satu klausul yang penting dalam revisi UU itu adalah memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan terhadap perbuatan-perbuatan awal yang mengarah terorisme, seperti latihan bernuansa militer, penyebaran paham radikal, serta bergabung dengan ISIS atau organisasi teroris lainnya.

Hal itu dikatakan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan di Jakarta, Minggu (28/5). "Indonesia untuk kesekian kali kembali diguncang oleh serangan teror bom. Kali ini dengan bom bunuh diri di sekitar Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur. Aksi teror itu diduga kuat dilakukan oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan kelompok ISIS," ujar Kabin..

Dikatakan,berdasarkan hasil Identifikasi, pelaku bom bunuh diri adalah Ahmad Sukri dan Ichwan Nurul Salam alias Iwan Cibangkong, yang sebelumnya sudah dideteksi merupakan bagian dari Kelompok JAD Islamiyah Wilayah Bandung.

Serangan teror bom di Kampung Melayu, ujar Budi, merupakan bagian dari strategi ISIS untuk menunjukkan eksistensi mereka setelah mendapatkan tekanan di Suriah. Dalam waktu yang bersamaan, ISIS juga melakukan aksi di berbagai lokasi, mulai dari serangan di Manchester, Inggris, kemudian Marawi, Filipina, dan setelah itu Kampung Melayu, Indonesia.

Hal ini menunjukkan ISIS telah membangun jaringan secara global dan selama ini membentuk sel-sel jaringan di berbagai negara. Mereka siap untuk dikomando melakukan serangan di berbagai tempat yang menjadi target. Kondisi ini semakin menguatkan gambaran ancaman terorisme bukan hanya merupakan permasalahan suatu negara atau kawasan saja, tetapi merupakan ancaman global," tuturnya.

Kepala BIN mengatakan, Indonesia sebagai salah satu negara yang menjadi basis pertumbuhan jaringan ISIS dan kelompok teroris lainnya, harus segera meningkatkan upaya untuk menanggulangi gerakan terorisme itu. Perlu upaya yang luar biasa (extra ordinary) untuk menghadapi ancaman radikalisme dan terorisme yang semakin membahayakan keamanan, keselamatan, keutuhan, dan kedaulatan NKRI.

"Secara regulasi, sudah tidak dapat ditunda lagi penyelesaian revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang saat ini sedang dibahas di DPR," katanya.

Dikatakan, pemerintah saat ini terus membangun secara efektif kerja sama global dalam menghadapi ancaman terorisme, terutama terhadap upaya ekspansi jaringan ISIS ke wilayah Asia Tenggara. Pemerintah juga terus memperkuat kapabilitas dan kerja sama antarelemen utama lembaga yang menangani penanggulangan terorisme, yaitu Polri, BIN, TNI, BNPT, serta kementerian dan lembaga lain yang terkait. Selain itu, peran serta masyarakat dalam upaya melawan terorisme juga sangat penting.

Jenderal Budi menambahkan, diperlukan juga dasar hukum agar bahan keterangan yang dikumpulkan oleh intelijen dapat dijadikan alat bukti di pengadilan untuk menindak para pelaku teror. Namun, hal ini bukan berarti pemerintah anti terhadap kelompok tertentu. Tujuan utamanya adalah melindungi masyarakat yang tidak berdosa dari kelompok pelaku teror di Indonesia.

"Perang terhadap radikalisme dan terorisme harus menjadi agenda utama negara dan kesepakatan seluruh masyarakat untuk bersama-sama melawan. Jangan memberikan ruang sedikit pun bagi bertumbuhnya radikalisme dan terorisme sejak dini. Jangan biarkan virus perusak ini mencoba menjadikan Indonesia sebagai lahan mereka, seperti yang dilakukan di Irak dan Suriah," ujarnya.


Asni Ovier/AO

BeritaSatu.com