Skandal Terungkap, Diduga Broker Bayar untuk Pertemukan Jokowi-Obama

Sabtu, 07 November 2015

Diduga Broker Bayar untuk Pertemukan Jokowi-Obama

RADARPEKANABRU.COM-- Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) untuk bertemu Presiden Barack Obama belum lama ini. Namun, kini muncul kabar tidak sedap terkait pertemuan tersebut. Hal itu terkait dengan peran di balik layar konsultan public relation (PR) Singapura yang membayar 80 ribu dolar AS atau sekitar Rp 1,08 miliar kepada sebuah broker atau pihak ketiga.

Pihak ketiga itu memfasilitasi pertemuan kedua presiden tersebut. Dengan jasa broker, Jokowi akhirnya bisa bertemu Obama di Gedung Putih.

Adalah Michael Buehler, dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies di London yang mengungkap skandal tersebut. Buehler menuliskannya dalam artikel berjudul "Waiting In The White House Lobby" yang dipublikasikan laman New Mandala http://asiapacific.anu.edu.au pada Jumat (6/11).

Artiket tersebut diawali dengan pertanyaan, "Mengapa konsultan Singapura membayar 80 ribu dolar AS kepada sebuah perusahaan PR di Las Vegas agar Pemerintah Indonesia bisa memiliki akses masuk ke Gedung Putih?" Padahal, kunjungan Jokowi itu hanya menghasilkan manfaat biasa-biasa saja di bidang perdagangan, pertahanan, dan persahabatan bilateral kedua negara.

Kehadiran Jokowi itu menandai kunjungan resmi pertama seorang presiden Indonesia ke negeri Paman Sam dalam 10 tahun terakhir. Presiden Obama memberikan waktu kepada Jokowi selama 80 menit untuk membahas hubungan bilateral antara negara demokrasi terbesar kedua dan ketiga di dunia tersebut.

Dalam dokumen Kementerian Kehakiman AS yang dibuka pada 17 Juni lalu, terungkap perusahaan konsultan Singapura itu bernama Pereira International Pte LTD. Adapun perusahaan PR asal Las Vegas adalah R&R Partner's Inc. Dalam dokumen tersebut, terungkap kesepakatan kerja sama dengan nilai kontrak 80 ribu dolar AS.

Terungkap pula tugas yang harus dikerjakan perusahaan asal Las Vegas R&R Partner's. Selain memberikan akses ke Gedung Putih, perusahaan PR tersebut juga ikut mendukung menyampaikan informasi tentang pentingnya kerja sama antara Indonesia dengan AS.

Sayangnya, hasil kunjungan itu juga disertai kabar mengejutkan yang diumumkan Jokowi. Dia menyatakan, Indonesia akan bergabung dengan Trans-Pacific Partnership (Kemitraan Trans-Pasifik). Langkah itu dinilai blunder.

Kekuatan politik di Indonesia langsung menyerang pernyataan Jokowi sebagai kurang pertimbangan kehati-hatian ketika bergabung dengan TPP. Pasalnya, bergabung dengan TPP sama saja tidak mempertimbangkan kepentingan nasional Indonesia.

Sebelum kunjungan itu dilakukan, terjadi keretakan antara Menlu Retno Marsudi dan Luhut Panjaitan yang masih menjabat kepala staf kepresidenan. Hal tersebut lantaran Luhut sudah mempersiapkan kunjungan pada Maret lalu. Padahal, kunjungan presiden ke luar negeri jelas menjadi urusan di bawah Kementerian Luar Negeri. Alhasil, Retno langsung mengkritik Luhut yang dikutip pers Indonesia.(*)

Sumber : republika.co.id