RADARPEKANBARU.COM - Pada dasarnya, Islam memberikan perlindungan terhadap hak apapun yang dimiliki seseorang. Sebagai contoh hak kepemilikan atas sebidang tanah yang telah dipunyai secara legal.
Lantas bagaimana jika, harta berupa tanah misalnya, diperoleh dangan cara culas seperti mengembat (ghasab) tanah seseorang yang bukan miliknya?
Gasab merupakan perilaku menggunakan harta orang lain secara paksa tanpa hak. Hukum gasab sendiri haram berdasarkan firman Allah SWT maupun sabda Nabi Muhammad SAW.
Dallam sebuah riwayat, Rasulullah SAW menegaskan larangan gasab, seperti dalam hadits berikut:
"Laa yahillu maalumri-in Muslimin illa an Thibi nafsihi."
Artinya: "Harta seorang Muslim tidaklah dihalalkan kecuali atas kerelaan hatinya."
Namun apa konsekuensi dan ketentuan hukum apabila ada pelaku gasab yang mengambil sebidang tanah kemudian membangun rumah di atasnya atau menanam tanaman di tanah tersebut?
Syekh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dalam kitab Minhaj al-Muslim menjelaskan, apabila dia membangun rumah di atas tanah tersebut maka rumahnya harus dirobohkan.
Dan jika dia menanam tanaman di atasnya, maka tanamannya harus dicabut. Lalu tanah tersebut harus dibereskan atau diperbaiki karena kerusakan yang ditimbulkan akibat pembangunan rumah ataupun penanaman tanaman di atasnya.
Atau rumah tidak perlu dirobohkan dan tanaman itu tidak perlu dicabut, namun sebagai gantinya si perampas dibolehkan meminta uang sebagai ganti rugi seharga rumah tersebut atau tanaman tersebut kepada pemilik tanah. Tetapi itu pun dengan syarat pemilik tanah menyetujuinya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah SAW;
"Laisa li'irqi zhaalimin haqqun." Yang artinya, "Tidak ada hak atas (pemilik) tanaman ilegal (atau bangunan yang ada di tanah mlik orang lain tanpa seizinnya)."
Adapun apabila pelaku ghasab menjual barang yang digasabnya dan dia mendapatkan keuntungan dari hasil penjualannya, maka dia wajib mengembalikan barang ghasab tersebut beserta keuntungannya kepada si pemilik barang/tanah. (rep)