Hijrah dan Semangat Perbaikan

Selasa, 02 Agustus 2022

ilustrasi internet

RADARPEKANBARU - Hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya menjadi peristiwa bersejarah yang dikenang sepanjang masa. Mengingat pentingnya peristiwa yang terjadi pada tahun ke-13 kenabian tersebut, Khalifah Umar bin Khattab pun menetapkannya sebagai penanda atau titik awal perhitungan tahun Hijriyah dalam kalender Islam.

Di dalam peristiwa hijrah itu terdapat pelajaran penting tentang semangat perbaikan. Hijrah secara bahasa berarti berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Dalam arti yang lebih luas bermakna perpindahan dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik. Perbaikan tersebut harus didasari dengan niat atau  ‘azm yang kuat disertai dengan pengorbanan, baik waktu, tenaga, maupun harta (QS ar-Ra’d: 11).

Dalam rangka internalisasi semangat hijrah itu maka di setiap awal pergantian tahun Hijriyah, umat Islam, terkhusus di Indonesia, senantiasa mengadakan peringatan tahun baru Islam. Bentuknya pun beragam, seperti tabligh akbar dan perlombaan serta acara lainnya yang tetap memegang nilai-nilai prinsip hijrah itu sendiri.

Nilai utama yang mestinya ditanamkan dalam setiap momentum tahun baru Hijriyah adalah semangat untuk melakukan perbaikan. Setidaknya ada tiga ruang lingkup perbaikan (ishlah) yang penting untuk dijadikan sebagai bahan refleksi dan evaluasi dalam momentum tahun baru Hijriyah 1444 H.

Pertama, perbaikan kualitas diri. Kualitas diri maksudnya adalah meningkatkan kesalehan diri dengan senantiasa meng-upgrade keimanan dan amal saleh. Tahun ini tentu harus lebih baik dari tahun kemarin.

Hal itu dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi diri terhadap apa yang telah dikerjakan pada tahun sebelumnya untuk perbaikan pada hari-hari berikutnya. Sahabat Umar bin Khattab pernah berpesan, “Hisablah (hitung-hitunglah) dirimu sebelum engkau dihisab atau dimintai pertanggungjawaban (di hadapan Allah SWT).”

Kedua, perbaikan kualitas sosial. Kualitas sosial maknanya adalah perubahan kehidupan sosial masyarakat, baik keadilan maupun nilai-nilai kemanusiaan, seperti saling menghormati, toleransi, dan menghargai hak orang lain.

Upaya untuk melakukan perbaikan kualitas sosial ini harus dimulai dari individu masing-masing dengan cara meningkatkan kesadaran sosial yang baik. Bahwa setiap orang adalah bagian dari masyarakat dan memiliki tanggung jawab moral dalam membangun perubahan di masyarakat (QS Ali-Imran: 106).

Ketiga, kualitas ekonomi. Ekonomi, baik dalam lingkup yang mikro maupun makro, merupakan satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, perbaikan ekonomi harus dilakukan, baik secara individu maupun kelompok.

Makna perubahan di sini bukan hanya bertambah banyak saja, tapi lebih dari itu lebih kepada bagaimana cara mendapatkan dan membelanjakannya. 

Dalam Islam, harta harus didapatkan dengan cara yang halal (QS al-Baqarah: 168). Cara membelanjakannya pun telah diatur dalam Islam. Jika terdapat kelapangan harta, Islam mengarahkan untuk menunaikan zakat, infak, dan sedekah. Sebab, di dalam harta orang yang kaya terdapat hak orang yang tidak mampu (QS adz-Dzariyat: 19).

Akhir kata, semoga kita semua termasuk orang-orang yang mampu mengambil pelajaran dari peristiwa hijrah Rasulullah SAW dan para sahabatnya sehingga kita tergolong orang-orang yang berakal sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam Alquran al-Karim. (rep)