Lisan yang Menyelamatkan

Kamis, 13 Januari 2022

ilustrasi internet

RADARPEKANBARU.COM - Pepatah mengatakan, “mulutmu harimaumu”. Artinya, lisan atau mulut bisa sangat berbahaya bila tak dikontrol. Bahaya tak hanya kepada orang lain karena seperti pepatah itu, bak harimau yang menerkam mangsa. Bahaya juga bagi pemiliknya karena bila yang keluar dari lisan adalah keburukan, akibat buruknya juga akan kembali kepada si pengucap atau yang dalam pepatah lain, “senjata makan tuan”.

Saking pentingnya kontrol terhadap lisan, ajaran Islam sangat menekankan umatnya untuk hati-hati dalam berbicara. Pikirkan dulu sebelum berbicara, bukan sebaliknya.

Ucapan yang dipikirkan lebih dulu biasanya akan lebih baik dan tersaring karena dalam proses berpikir itu ada pertimbangan-pertimbangan tertentu, baik itu terhadap isi yang akan disampaikan maupun antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan atau akibat-akibat yang bakal terjadi setelah berbicara. 

Dalam hadis, Rasulullah mengingatkan dengan tegas, “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kalimat tanpa dipikirkan terlebih dulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat.” (HR Muslim). 

Islam mengharuskan umatnya untuk menjaga anggota badan dari hal-hal buruk. Termasuk menjaga lisan. Selain harus menjaga lisan dari ucapan buruk, kotor, dan kasar, juga harus menjaganya dari asupan-asupan makanan dan minuman yang diharamkan. Apa yang diminum dan dimakan oleh seseorang akan ikut memengaruhi ucapan dan tindakannya.

Lisan yang selalu diasupi yang halal, niscaya yang keluar darinya adalah hal-hal yang baik dan bermanfaat. Sementara lisan yang selalu diasupi barang-barang halal, yang keluar dari lisan biasanya adalah keburukan dan dosa. 

Lisan bisa menjadi penyelamat, tetapi sekaligus bisa jadi pembawa malapetaka. Rasulullah bersabda, “Selamatnya manusia bergantung pada upayanya dalam menjaga lisan.” (HR al-Bukhari).

Dalam hadis lain dikatakan, bila kita tak mampu berbicara baik, seyogianya diam saja, itu juga akan menyelamatkan kita dari akibat-akibat buruk nantinya. Beliau mengatakan, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka bicaralah yang baik-baik atau diam saja.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Betapa banyak kita dengar dan saksikan bagaimana konflik sosial dimulai dari ucapan lisan yang buruk. Hubungan keluarga dan teman bisa rusak gara-gara ucapan lisan yang jahat. Sebaliknya, melalui ucapan lisan yang baik, konflik sosial dan keretakan hubungan dengan sesama akan membaik dan benar-benar selesai tanpa meninggalkan luka, dendam, atau perasaan sakit hati.

Karena itu, ada ilmu komunikasi yang antara lain mengajari kita untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan baik sehingga terjalin hubungan yang harmonis, dekat, dan saling memahami. 

Dalam kitab Risalah al-Qusyairiyah karya Abu Qasim Abdul Karim al-Qusyairi disebutkan, Abu Bakar ash-Shiddiq konon sering kali meletakkan batu di mulutnya, tujuannya agar ia sedikit berbicara yang tak berguna, apalagi yang buruk dan menyakiti orang lain. Sebuah contoh yang layak diteladani.

Wallahu a’lam.