Perbanyak Shalawat

Senin, 18 Oktober 2021

ilustrasi internet

RADARPEKANBARU.COM - Alkisah, dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek renta penjual bunga cempaka. Sebelum pagi, si nenek telah berjalan jauh untuk mengambil bunga cempaka itu, kemudian berjalan lagi menuju pasar untuk menjualnya. Seusai berjualan, si nenek bergegas menuju masjid, berwudhu dan melaksanakan shalat Zhuhur. Kadang berjamaah, kadang ia melaksanakannya secara munfarid (sendiri, tidak berjamaah) kemudian berzikir dan berdoa ala kadarnya.

Kemudian dia berdiri dan berjalan membungkuk-bungkuk di halaman masjid mengambil dedaunan satu per satu. Tidak ada satu daun pun yang terlewati sampai di sudut-sudut halaman sekalipun. Banyak orang iba menyaksikan aktivitas nenek ini. Pengurus masjid akhirnya memutuskan untuk membersihkannya sebelum orang tua itu membersihkan.

Siang itu, seperti biasa sang nenek tiba di masjid. Saat ingin melakukan pekerjaan rutinnya, betapa terkejutnya dia, tidak satu daun pun ada di halaman masjid. Ia pun kembali ke masjid, menangis keras. Seorang takmir masjid dan beberapa orang lagi menghampiri. Si nenek mempertanyakan, “Mengapa daun-daun itu dibersihkan?” Takmir masjid menjawab bahwa mereka kasihan. “Jika kaliah kasihan kepadaku, berilah aku kesempatan untuk memungut daun-daun itu selama aku mampu.”

Suatu ketika, seorang kiai yang berpengaruh di kota itu diminta untuk bertanya kepada nenek tentang aktivitasnya itu. Si nenek mau menjawab pertanyaan kiai dengan dua syarat. Pertama, hanya kiai yang mendengar alasan rahasianya. Kedua; rahasia ini tidak boleh disebar atau diberitahukan kepada orang lain selama ia masih hidup. Dan sekarang nenek itu telah tiada. Maka Anda pun boleh mendengar dan mengetahui rahasia itu.

Si nenek mengatakan, “Pak Kiai, saya ini orang bodoh. Saya sangat tahu amal-amal saya sangat kecil. Itu pun mungkin tidak benar. Saya tidak mungkin bisa selamat pada hari kiamat dan di akhirat kelak tanpa syafaat dari Nabi Muhammad SAW. Setiap saya mengambil satu daun, saya mengucapkan satu shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Kelak jika saya mati, saya berharap Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan shalawat untuknya.” (buku Sate Rohani dari Madura karya D Zawawi Imron)

Kisah ini menyadarkan kita karena sering kali tanpa beban dan merasa cukup dengan amal-amal sekadarnya. Perempuan tua dari kampung ini bukan saja menunjukkan rasa cinta yang demikian tulus kepada Rasulullah SAW, tetapi juga wujud kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal di hadapan Allah SWT.

Membaca shalawat di samping diperintahkan juga menjadi bukti cinta kepada Nabi Muhammad SAW (QS al-Ahzab [33]: 56). Membaca shalawat tidak ada batasan jumlah dan waktunya. Rasul bersabda, “Manusia yang paling utama (dekat) di sisiku kelak pada hari kiamat adalah mereka yang paling banyak membaca shalawat kepadaku” (HR Tirmidzi dan Ibnu Mas’ud). Juga hadisnya, “Barang siapa bershalawat atasku sekali, niscaya Allah bershawalat atasnya sepuluh kali.” (HR Muslim). Allahumma shalli ‘alaa Muhammad, wa ‘alaa aali Muhammad. Wallahu a’lam.(rep)