China dan Korsel Perkuat Kerja Sama Teknologi dan Rantai Pasok

Sabtu, 17 September 2022

RADARPEKANBARU.COIM - Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional China, Li Zhanshu, pada Jumat (16/9/2022) menyerukan lebih banyak kerja sama dengan Korea Selatan (Korsel) dalam teknologi mutakhir dan masalah rantai pasokan. Hal ini disampaikan Li setelah bertemu dengan ketua parlemen Korea Selatan Kim Jin-pyo di Seoul. 

"Kami mendukung kedua belah pihak memperdalam kerja sama yang saling menguntungkan, mempercepat negosiasi fase kedua untuk perjanjian perdagangan bebas, meningkatkan kerja sama di sektor teknologi tinggi, dan mengelola rantai pasokan dan industri dengan lancar dan stabil untuk mencapai pembangunan berkualitas tinggi," kata Li dalam konferensi pers bersama dengan Kim dan berbicara melalui penerjemah.

Li mengatakan kedua belah pihak sepakat untuk mengelola dan menangani isu-isu sensitif dengan semangat menghormati kepentingan masing-masing. Sementara Kim mengatakan dia juga mendukung percepatan pembicaraan perdagangan dan meminta China untuk memainkan peran konstruktif dalam perdamaian di kawasan itu.

Beijing telah mengkritik Korea Selatan yang menjadi tuan rumah baterai anti-rudal AS yang disebut THAAD. Selain itu, Seoul telah menghadapi tekanan yang meningkat dari Washington untuk berbicara tentang persoalan Taiwan.

Dalam kunjungannya ke Seoul, Li juga bertemu dengan Presiden Yoon suk-yeol. Yoon mengatakan kedua belah pihak harus membina komunikasi yang lebih dekat untuk memastikan bahwa masalah THAAD tidak menimbulkan rintangan bagi hubungan bilateral.

Pada kesempatan tersebut, Yoon menyampaikan undangan bagi Presiden Xi Jinping untuk berkunjung ke Seoul. Sementara Li juga menyampaikan undangan kepada Yoon untuk berkunjung ke Beijing.

"Yoon jelas berusaha menstabilkan hubungan Korea dengan China, tetapi tidak mengorbankan hubungannya dengan Amerika Serikat. Kunjungan lanjutan oleh pejabat tinggi China menunjukkan bahwa China juga tidak ingin membiarkan hubungannya dengan Seoul memburuk lebih lanjut," ujar Go Myong-Hyun dari Asan Institute for Policy Studies di Seoul.(rep)