Kanal

Garap Hutan Lindung, Pimpinan DPRD Riau Minta Polda Riau Proses Hukum PT Padasa

RADARPEKANBARUCOM--DPRD Riau segera merekomendasikan proses hukum terhadap beberapa perusahaan kelapa sawit di Riau, salah satu diantaranya PT Padasa Enam Utama yang diduga lakukan okupasi Hutan Lindung Bukit Suligi, diperbatasan Kabupaten Kampar dan Rohul.

Demikian disampaikan Pimpinan DPRD Riau, Asri Auzar kepada Radar (9/8/2019)

"Jika diperlukan nantinya kami akan rekomendasikan kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau untuk memproses hukum sejumlah perusahan perusak hutan Riau, sebagai bocoran salah satu diantaranya PT Padasa, hasil pantauan kami dilapangan perusahaan perkebunan kelapa sawit ini diduga melakukan perambahan hutan Lindung Bukit Suligi di Kampar",katanya.

Politisi Demokrat ini berharap kedepannya agar kawasan Bukit Suligi diselamatkan, hutankan kembali areal yang memang telah ditanami sawit.

"Sawit yang ditanam dikawasan hutan lindung agar di binasakan seluruhnya. Jika ada alat berat didalamnya , maka tinggal dilakukan penyitaan oleh Tim Gakkum" tegasnya.

Sidak ke lokasi PT Padasa Enam Utama Koto Kampar Hulu

Untuk diketahui PT Padasa Enam Utama kebun Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar sejak tahun 2003, menggarap lahan atas nama masyarakat melalui pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA). Hal ini dianggap sebagai rekayasa untuk menutupi lahan seluas 3.500 hektar lebih dari kawasan ilegal hutan lindung Bukit Suligi.

Temuan ini dibeberkan mantan Ketua Pansus Monitoring Perizinan Lahan DPRD Riau, Suhardiman Amby saat Sidak ke lokasi perkebunan sawit yang sudah berdiri sejak 20 tahun lalu itu. Ia mengatakan, lokasi KKPA ini masuk di kawasan terlarang, dari pantauan titik kordinat berada persis di kawasan hutan lindung.

“Melihat dari titik kordinat peta yang kami punya, sebanyak 3500 hektar ini masuk kawasan hutan lindung Bukit Suligi. Artinya jelas perusahaan telah melakukan tindak di luar jalur hukum,” sampai Suhardiman, Rabu (24/7) lalu.

Karena berusaha di lahan tak berizin, Suhardiman yakin PT Padasa Enam Utama juga tak melakukan pembayaran pajak sesuai dengan luas usaha.

“Jadi kami minta, ini bersama kita ada dari DLHK. Tolong dijadikan temuan, tempuh jalur hukum. Karena mereka berusaha dilahan ilegal jelas melanggar perundang-undangan,” sebutnya.

Temuan ini menurut dia dari laporan masyarakat termasuk Lembaga Adat Kampar yang menguatkan temuan dari Pansus Monitoring sebelumnya, dan terbukti dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan ada 1,2 hektar lahan perkebunan sawit di Riau ilegal, punya titik sama.

“Kami minta tinggal dari pemerintah, yang seperti ini harus ditertibkan, jika perlu operasional dihentikan,” tegas dia.

Pihak perusahaan diduga menggarap, merambah, dan memampung hasil dari kawasan ilegal yang mana sesuai UU Republik Indonesia Nomor 41 Tentang Kehutanan dan UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Ancamannya tidak main-main, pidana 8 tahun penjara dan denda Rp12 miliar,” kata politisi Hanura itu.

Wakil Ketua DPRD Riau, Asri Auzar, menambahkan bahwa, pola KKPA yang dilakukan PT Padasa Enam Utama tidak sesuai dengan penjelasan undang-undang.

“KKPA itu perlu diketahui ialah usaha dibuat perusahaan untuk masyarakat dimana yang haknya telah diatur oleh undang-undang 20 persen dari luasan lahan HGU milik perusahaan. Tetapi di sini tidak, justru di luar dari HGU. Perusahaan membeli dari masyarakat,” kata Asru didampingi anggota DPRD Riau H Mansyur HS.

Asri Auzar juga meragukan masyarakat yang disebut perusahaan apakah benar adanya. Sebab, jika dilihat dari masa tanam tahun 2003, kawasan Bukit Suligi merupakan hutan yang telah masuk dari kawasan hutan lindung. “Jangan-jangan masyarakat ilegal juga,” sebut dia.

Manejer Operasional PT Padasa Enam Utama, Suryanto Efendi, saat dimintai penjelasan mengatakan, perusahaan yang berkantor di Medan ini memiliki luas lahan HGU sebesar 7700 hektar lebih. Ssdangkan 3500 hektar adalah perkebunan kerjasama pola KKPA.

“KKPA ini dimulai sejak tahun 2000 adalah lahan masyarakat yang diserahkan oleh ninik mamak. Saya tidak tahu persis seperti apa sebelumnya, karena saya baru bertugas 10 tahun di sini,” kilah Suryanto.

Ia juga tidak mengerti kawasan itu masuk dalam kawasan hutan lindung. Tetapi pola kerjasama ini telah berlangsung sejak lama. “Seperti apa coba tanya ke koperasi, saya tidak tahu persis,” pungkas dia. 

Dapat Dukungan DPRD Riau , Pemprov segera tertibkan kebun sawit ilegal

Gubernur Riau Syamsuar menyatakan akan menindak tegas pemilik perkebunan sawit tanpa izin yang ada di Provinsi Riau. Syamsuar menyebut keberadaan perkebunan liar tersebut salah satu pemicu kebakaran hutan dan lahan.

Syamsuar mengungkapkan, Pemerintah Provinsi Riau bersama penegak hukum akan menggelar rapat membahas penertiban perkebunan sawit ilegal pada Senin depan. Kemudian setelah 17 Agustus pihaknya akan turun ke lapangan menertibkan kebun-kebun sawit ilegal tersebut. 

"Kami sudah mencermati bahwa kejadian kebakaran lahan ini salah satunya disebabkan perambahan hutan yang tidak ditindaklanjuti, sehingga lahan bekas terbakar tersebut ditanami sawit," kata Syamsuar, sebagaimana dikutip Radar dari situs riaumandiri.co Jumat (9/8/2019).

"Jadi, kami sudah ada kesepakatan dengan penegak hukum yakni Kejaksan, Polda, TNI, dan Kanwil Pajak untuk menertibkan perkebunan sawit ilegal ini," tambahnya.

Lebih lanjut Syamsuar mengatakan, penertiban perkebunan sawit ini juga merupakan masukan dari DPRD Riau dan permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK mencatat ada 1 juta hektar kebun sawit ilegal di Riau tanpa izin. 

Syamsuar menambahkan, Pemprov Riau tidak main-main dalam penegakan hukum terhadap perkebunan sawit ilegal tersebut maupun korporasi pelaku karhutla. 

"Kemarin kami sudah kumpulkan semua perusahaan yang ada di Riau, kami katakan kami tidak main-main, kami akan menindak tegas kalau ada perusahaan yang main-main di Riau ini. Kita tak mau lagi ke depannya terjadi lagi kebakaran hutan ini," katanya.


(radarpku)

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER