MA Diminta Cabut Aturan Relaksasi Ekspor

Selasa, 25 April 2017

Ilustrasi pertambangan (Istimewa)

RADARPEKANBARU.COM - Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam mendesak Mahkamah Agung (MA) membatalkan aturan Menteri ESDM terkait relaksasi ekspor karena dinilai bertentangan dengan Undang-undang (UU) Minerba dan merugikan negara dan masyarakat, yang seharusnya menikmati pengelolaan kekayaan alam untuk kesejahteraan masyarakat.

Ketua Tim Hukum Koalisi Masyarakat Sipil, Bisman Bakhtiar, mengatakan, MA perlu mencermati bahwa ada kerugian yang ditanggung pemerintah dan masyarakat karena inkonsistensi pelaksanaan UU Minerba melalui peraturan turunan yang diterbitkan Menteri ESDM.

"Aturan tersebut, menyebabkan ketidakpastian iklim investasi yang berdampak pada perlakuan yang tidak adil terhadap pelaku usaha mineral tambang," kata Bisman, dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (25/4).

Beberapa pelaku usaha mineral tambang sudah menjalan amanat UU Minerba dengan membangun smelter, sementara beberapa yang lain sama sekali tidak beritikad baik membangun smelter tetapi mendapatkan relaksasi ekspor.

"Di lain pihak, peraturan turunan dari UU Minerba tersebut mengaburkan tujuan utama yang tertera dalam UUD 1945 tentang kekayaan alam yang harus digunakan untuk kesejahteraan masyarakat," kata Bisman.

Seharusnya, lanjut dia, pelaksanaan program hilirisasi tambang melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi harus tertunda karena tidak adanya konsistensi dalam penerapan aturan tersebut.

"MA patut mencabut aturan tersebut agar pelaksanaan UU Minerba konsisten, benar, tegas, dan berpihak pada kepentingan nasional," tambahnya.

Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil, Ahmad Redi, mengatakan, terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1, Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 Tahun 2017, dan Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017, merupakan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dengan UU Minerba.

"Ketiga regulasi tersebut, mengandung cacat formal dan material karena pembentukannnya tidak sesuai dengan prosedur baku dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 serta secara materil bertentangan dengan UU Minerba dan Putusan MK Nomor 10/PUU-VII/2014," kata Redi.

Sementara itu, Koordinator Nasional, Maryati Abdullah, menegaskan, pemerintah harus konsisten dalam melaksanakan UU dan membuat peraturan yang tidak menimbulkan kontroversi serta adil bagi semua pihak.

"Kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri sebagaimana dimandatkan UU Nomor 4/2009 telah sesuai dengan Konstitusi terutama pasal 33 yang menyatakan pemanfaatan hasil bumi untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat," kata Maryati.

Kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, lanjut dia, bermanfaat bagi peningkatan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, dan mengembangkan industri di dalam negeri, sehingga secara jangka panjang meningkatkan pendapatan masyarakat dan perekonomian nasional.

"Kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dapat menekan laju eksploitasi sumberdaya mineral, sehingga keseimbangan alam tidak terganggu," tambahnya.



Feriawan Hidayat/FER

BeritaSatu.com