RADARPEKANBARU.COM - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau memutuskan tidak melanjutkan pengusutan dugaan korupsi yang terjadi di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Tidak ditemukannya perbuatan melawan hukum, menjadi alasan Korps Adhyaksa itu menghentikan pengusutan perkara.
Perkara itu sebelumnya dilaporkan oleh anggota DPR RI, Hinca Ikara Putra Panjaitan dengan mendatangi Kantor Kejati Riau pada Rabu (26/6) sore. Saat itu, dia langsung menemui Kepala Kejati (Kajati) Riau, Akmal Abbas dan menyerahkan laporan terkait dugaan korupsi dan manipulasi pada kegiatan tender geomembrane di PT PHR.
Laporan tersebut diketahui didisposisikan ke Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau untuk ditelaah. Untuk menguatkan tudingannya, Hinca kemudian menyerahkan dua bundel dokumen ke Kejati Riau, sebagai bukti pendukung pada Jumat (19/7). Masing-masing bundel memiliki 47 dan 470 halaman.
Pengusutan di Kejati sendiri diketahui dalam tahap Surat Perintah Tugas (Sprintug). Dalam tahap itu, tim melakukan klarifikasi dan penelaahan terhadap bukti pendukung. Hasilnya, Jaksa berkesimpulan tidak melanjutkan pengusutan ke tahap berikutnya.
"Tidak ditemukan adanya perbuatan melawan hukum," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Zikrullah, Senin (16/9).
Dikatakan Zikrullah, kesimpulan itu diambil pada beberapa waktu yang lalu. Hasilnya, lanjut dia, juga telah disampaikan ke pimpinan.
"Itu juga sudah dilaporkan ke Kejaksaan Agung," tegas Zikrullah.
Sementara dari informasi yang dihimpun, proyek geomembrane tersebut dikerjakan pada tahun 2023 lalu senilai Rp200 miliar. Pada pelaksanaan lelang diduga ada penyimpangan yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, yakni akibat penerimaan material yang tidak sesuai spesifikasi oleh PT PHR dari PT Total Safety Energy.
Salah satu penyimpangannya, yakni ada pemalsuan dokumen. Itu diperkuat adanya surat dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menegaskan tidak pernah menerbitkan laporan hasil uji tertentu.
Sebelumnya, Rudi Ariffianto selaku Corporate Secretary menyatakan bahwa PT PHR merupakan perusahaan yang bergerak di industri hulu minyak dan gas (migas) yang menjunjung tinggi azas profesionalitas kerja dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Baik aturan dari negara maupun aturan profesionalitas yang ada di dalam PHR sendiri, seperti Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) dan Good Corporate Governance (GCG).
"Terkait dengan proses bisnisnya, PHR juga menjalin kerja sama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melalui Jaksa Agung Muda Intelijen (JAMINTEL) dengan Penandatangan Pakta Integritas Proyek Tender Price Agreement Geomembrane, agar pelaksanaan proyek strategis dan prioritas di PHR dapat berlangsung secara profesional dan taat aturan," ujar Rudi belum lama ini.
PHR, kata dia, juga menjalin kerja sama dengan Kejati Riau dalam hal pengawasan proses bisnis di Wilayah Kerja (WK) Rokan, yang bertujuan agar pelaksanaan proses pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan di PHR berjalan profesional, transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh PHR mengacu pada pedoman pengadaan barang dan jasa yang berlaku serta merujuk pada prinsip-prinsip utama pengadaan. Antara lain, Adil, Akuntabel, Integritas, Kompetitif dan Transparan," kata dia.
"Setiap penyedia barang dan jasa mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti pengadaan barang dan jasa di lingkungan PHR dengan merujuk pada persyaratan dan ketentuan yang berlaku," sambungnya.
Selain itu untuk mendukung pemerintah dalam penggunaan produk dalam negeri, serta ketentuan pengadaan yang berlaku di perusahaan, lanjut dia, proses pengadaan ini dilakukan dengan tender kepada pabrikan-pabrikan dalam negeri / atau agen-agen yang ditunjuk yang telah mempunyai sertifikat untuk Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang menjadi Kategori Wajib dengan persyaratan minimal 25 persen.(rmc)