Kanal

Publik Menunggu "Nyali" Pimpinan KPK Terhadap Arsyadjuliandi Rachman

RADARPEKANBARU.COM- Demo berturut-turut mendesak aparat penegak hukum bertindak menangkap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus SKK Migas, kemaren massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Komunitas Indonesia Baru (GNKIB) membentangkan poster dan spanduk tuntutan saat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (28/9). Dalam aksinya, mereka mendesak KPK untuk segera memeriksa Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman yang diduga terlibat dalam kasus suap SKK Migas melibatkan Sutan Bhatoegana.

 

 



Dari catatan Radar Pekanbaru aksi kali ini merupakan aksi lanjutan dari kelompok berbeda, tercatat aksi juga pernah dilakukan di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (MABESPOLRI) oleh kelompok yang menamakan diri Jaringan Pemuda Pengerak (JAMPER) pada kamis tanggal 4 juni 2015, massa juga meneriakkan Tangkap Arsyadjuliandi Rachman .

 

Selanjutnya dengan tema yang sama yaitu pada Rabu (20/5/2015) sejumlah massa yang menamakan Komite Aksi Pemuda Anti-Korupsi (Kapak) juga melakukan demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Melalui aksinya ini mereka juga mendesak agar KPK menuntaskan kasus SKK Migas dan menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hijau.

"Setelah menjadikan tersangka Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana dari pengembagan kasus SKK Migas KPK hingga saat ini belum memeriksa Arsyad Juliandi Rachman Anggota DPR Komisi VII periode 2009-2014," tutur Koordinator Aksi Kapak, Laode Kamaludin di depan Gedung KPK.

Kali ini massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Komunitas Indonesia Baru (GNKIB) juga berdemo,mendesak KPK untuk segera memeriksa Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman karena diduga ikut menikmati aliran dana dari SKK Migas yang menjerat mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana.

"Kami minta KPK segera memeriksa Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman karena diduga terlibat dalam kasus SKK Migas," kata salah satu orang yang ikut dalam aksi tersebut.

GNKIB itu juga membentangkan poster dan spanduk tuntutan, saat menggelar aksi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman diduga terlibat dalam kasus suap SKK Migas melibatkan Sutan Bhatoegana yang saat ini sudah didakwa terbukti melakukan korupsi," sebutnya.

Sebagaimana diketahui, sebelum menjadi Plt Gubernur Riau, politisi Partai Golkar tersebut adalah anggota Komisi VII DPR RI asal Provinsi Riau. Dimana saat kasus tersebut terungkap Arsyadjuliandi Rachman masih aktif sebagai anggota DPR.

Arsyad Juliandi Rachman sewaktu masih menjadi anggota DPR RI komisi VII dari partai Golkar disebut-sebut ikut menerima uang bersama ketua komisi VII DPR RI Sutan Bhatoegana. Dirinya terkait kasus dugaan gratifikasi pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2013 silam.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji masih akan terus mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk seluruh unsur Komisi VII DPR, dalam kasus gratifikasi pembahasan APBN-P di Kementerian ESDM 2013 tersebut.

"Kasus ini (Sutan Bhatoegana) ini kita dalami. Kerena kita ingin melihat aktor-aktor," kata Johan Budi SP, Kamis (19/6) disaat masih menjadi Juru Bicara KPK.

Saat ditanya apakah KPK akan memeriksa seluruh anggota Komisi VII DPR RI, termasuk Arsyadjuliandi Rahman yang kini jadi Plt gubernur Riau, Johan hanya mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan kasus gratifikasi ini.

"Kasus ini masih terus dikembangkan. Siapa saja yang akan diperiksa nantinya, saya belum tahu. Saya belum mendapat informasi dari penyidik," kata Johan.

Berdasarkan keterangan yang diungkapkan oleh mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi, bahwa uang USD 190 ribu diberikan kepada hampir seluruh unsur Komisi VII DPR.

Menurutnya, mulai dari empat pimpinan sampai 43 anggota Komisi VII DPR hingga pihak sekretariat pun diduga ikut kecipratan uang sogok SKK Migas. Uang sebesar USD 190 ribu pemberiannya dalam dua tahap. Masing-masing USD140 ribu dan USD 50 ribu. Pada tahap pertama, uang USD 140 ribu dibagi untuk empat pimpinan Komisi VII, masing-masing USD 7.500.

Sementara itu, untuk 43 anggota Komisi VII (termasuk untuk Arsyadjuliandi Rachman, yang kini menjabat sebagai wakil gubernur Riau) dan pihak sekretariat, masing-masing mendapat USD 2.500. Amplop yang berisikan uang dolar Amerika Serikat itu kemudian dimasukkan ke dalam paper bag. Selanjutnya uang diambil oleh Irianto Muhyi, staf Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana.

Diungkapkan lagi, pemberian uang tahap kedua sejumlah USD 50 ribu sebenarnya sudah disiapkan. Hanya saja, karena uangnya kurang alias tidak cukup maka urung untuk diserahkan. Sampai akhirnya, saat petugas KPK melakukan penggeledahan di ruang kerja Waryono, ditemukanlah berupa catatan berhubungan dengan uang yang telah dibawa Irianto Muhyi.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Indonesian Monitoring Development (IMD) Raja Adnan kepada wartawan, Kamis (19/6) yang lalu, mengatakan jika ada indikasi keterlibatan anggota Komisi VII DPR RI, KPK segera bertindak cepat. IMD meminta agar KPK segera memproses anggota Komisi VII DPR yang diduga ikut terlibat dalam kasus yang telah melilit Sutan jadi tersangka ini.

"Kita patut memberikan apresiasi kepada KPK karena berani mengungkap kasus suap di SKK Migas itu. Tapi, jangan hanya berhenti pada pimpinan Komisi VII DPR saja, seluruh anggota komisinya yang menerima uang suap juga harus ditindak," kata Raja Adnan.

Menurut Raja Adnan, siapa pun orangnya, baik yang masih menjabat anggota Komisi VII DPR RI atau yang sudah tidak menjabat lagi, semuanya harus diusut tuntas keterlibatannya.

"Anggota Komisi VII DPR RI saat menerima suap itu kan ada yang sudah berhenti juga, misalnya seperti Arsyadjuliandi Rahman. Dia tidak anggota lagi karena sudah menjadi wakil gubernur Riau. Kalau ada bukti dia terlibat, KPK harus usut juga. Semuanya harus diusut," ketus Raja Adnan.

Raja Adnan pun berharap agar gratifikasi di tubuh Kementerian ESDM tidak terjadi lagi. Sebab, Migas merupakan sektor penerimaan pendapatan negara yang cukup besar.

"Kalau tidak diusut tuntas kita khawatir masalah yang sama akan terus terjadi. Rudini kan juga sudah ngomong. Idealnya, jangan hanya menunggu Sutan Bhatoegana selesai, kemudian baru yang lain diungkap. Tapi, harus serentak semuanya," pungkas Raja Adnan.

Namun sampai saat ini publik masih menunggu titik terang dari kasus ini, menunggu nyali KPK untuk menuntskan kasus SKK Migas sampai ke akar-akarnya. (radarpku/mdk)

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER