Kanal

Bukti Buruknya Tata Kelola Keuangan Pemprov, Fitra: Tiga Tahun Silpa Riau Rp7,4 Triliun

RADARPEKANBARU.COM- Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan selama tiga tahun terakhir Pemerintah Riau mengalami Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp7,4 triliun.

Koordinator Fitra Riau, Usman, kepada pers lewat pesan elektronik yang diterima, Selasa, menyatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau tahun 2015 disahkan sebelum masuk tahun anggaran 2015, dan itu sangat diapresiasi semangat kinerja eksekutif dan legislatif dalam mempercepat proses pengesahan penganggaran.

Foto :Kunjungan KOMNASHAM ke kantor Fitra Riau 31 juli 2015 lalu, investigasi terkait korupsi sektor kehutanan.

Namun, kata dia, menjadi persoalan setelah Gubernur Riau Annas Maaun menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahwa ada indikasi kecurangan dalam proses cepatnya pengesahan APBD Riau 2015 dan paling berakibat sampai saat ini, penggunaan anggaran untuk kepentingan publik menjadi terhambat dan mampu terserap hanya sebesar 45,01 persen dari total belanja langsung yang di perkirakan tahun 2015.

Belajar dari tahun-tahun sebelumnya (2012-2014), telah terjadi pembengkakan SiLPA setelah realisasi APBD tahun 2014 sebesar Rp3,9 triliun, tahun 2013 sebesar Rp1,4 triliun dan tahun 2012 sebesar Rp1,9 triliun.

Jika diakumulasi dalam tiga tahun terakhir menurut dia ada sebesar Rp. 7,4 triliun uang rakyat mengendap.

"Sangat merisaukan kita terhadap buruknya kinerja pemerintah daerah dalam mengoptimalkan tata kelola keuangan, tingginya SiLPA tentu disebabkan banyaknya penggunaaan anggaran tidak terserap dalam program-program pembangunan, seperti infrastruktur publik yang di belanjakan dalam belanja modal dan barang jasa yang seharusnya bisa di nikmati masyarakat. Tentu kondisi tahun lalu berpotensi terulang pada tahun 2015," katanya.

Fitra Riau memprediksi terhadap potensi serapan APBD Riau 2015 sampai akhir tahun tidak jauh berbeda dengan tahun 2014 mengingat kondisi hampir sama dengan tahun lalu.

Potensi serapan anggaran kata dia yakni sebesar 61 persen atau Rp6,6 trilun dari total belanja daerah sebesar Rp10,7 triliun. Perkiraan belanja tidak langsung mampu terserap cukup tinggi sebesar 85 persen atau sekitar Rp3,7 triliun dari total belanja tidak langsung sebesar Rp4,4 triliun.

"Rata-rata belanja pegawai, hibah bansos, dan dana bagi hasil serta bantuan keuangan dengan masing-masing terserap sebesar 85 persen jika mengacu pada realisasi belanja tidak langsung tahun 2014," katanya.

Berdasarkan penelusuran di LPSE per-Agustus terhadap belanja langsung pada tahun 2015, demikian Usman, potensi serapan hanya mampu sebesar 45 persen atau sebesar Rp2,8 triliun dari total belanja langsung sebesar Rp6,3 triliun, nelanja modal dan barang jasa dengan potensi serapan sebesar 30 persen atau sebesar Rp1,9 triliun dari total belanja modal.

"Jal itu tentu tidak semua belanja barang jasa melalui proses lelang, yang   diperkirakan tidak lebih dari 15 persen. Kondisi tersebut seakan membuat rasa pesimis terhadap program pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat bisa dilaksanakan," kata dia lagi.

Beberapa kegiatan, untuk belanja modal yang telah dilaksanakan oleh 22 Satuan Kerja dengan potensi serapan sebesar Rp1,7 triliun atau 59,76 persen dari total belanja modal yang di targetkan tahun 2015 sebesar Rp2,9 triliun dan lebih parah lagi terhadap belanja barang jasa dari SKPD, Badan dan Biro hanya mampu terserap sebesar Rp193,9 miliar atau sebesar 6,1 persen dari total belanja barang dan jasa yang diperkirakan sebesar Rp3,1 triliun, katanya.

Lambannya penyerapan anggaran menurut Usman menunjukan lemahnya kinerja birokrasi, jika dibandingkan dengan ketika pemerintah mengefektifkan belanja pegawai, namun sebaliknya kinerja birokrasi justru minim.(ant)

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER