LAMR Rohul Akui Tengku Endrizal Sebagai Raja Rokan
Plt Bupati Asmar Terima Penghargaan Cakaplah Awards 2024
Bengkalis Dinobatkan Daerah Informatif, Industri Pers Dipandang Sebelah Mata
Polsek Rangsang Ungkap Sindikat 3 Pengedar Narkoba Dalam Satu Hari
Konflik Tanah Pulau Rempang: Hak Rakyat, Kepentingan Swasta, dan Konflik Kepentingan Pemerintah
Sejarah mencatat bagaimana masyarakat adat Pulau Rempang, yang terdiri dari Suku Melayu, Suku Orang Laut, dan Suku Orang Darat, telah bermukim di pulau tersebut sejak 1834. Mereka bukanlah pendatang, melainkan bagian dari warisan budaya dan sejarah bangsa ini. Namun, ironisnya, mereka yang telah berakar kuat di tanah ini, kini terancam oleh kepentingan bisnis dan pemanfaatan tanah melalui HGU.
Sebagai seorang ekonom dan pengamat kebijakan publik, saya memahami pentingnya investasi dan pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan hak-hak dasar rakyatnya adalah pertumbuhan yang cacat. Kita tidak bisa membangun negeri di atas penderitaan dan pengorbanan rakyat kecil.
Kasus Pulau Rempang adalah cerminan dari banyak kasus serupa di seluruh negeri ini, di mana rakyat kecil sering kali menjadi korban dari kepentingan bisnis dan politik. Pemberian HGU kepada pihak swasta tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat lokal adalah bentuk ketidakadilan yang harus segera diatasi.
Saya menyayangkan sikap pemerintah yang cenderung memihak kepada investor dan mengabaikan hak-hak masyarakat. Seharusnya, pemerintah hadir sebagai mediator yang adil, bukan sebagai pihak yang menambah beban rakyatnya. Apalagi, ada indikasi kuat bahwa pemegang HGU telah melanggar ketentuan dengan tidak memanfaatkan tanah tersebut selama bertahun-tahun. Ini adalah kesempatan bagi pemerintah untuk menunjukkan komitmennya kepada rakyat dengan mencabut HGU tersebut dan memberikannya kembali kepada masyarakat adat.
Selain itu, tindakan represif yang dilakukan oleh aparat terhadap masyarakat adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Sebagai bangsa yang beradab, kita harus menyelesaikan konflik dengan dialog dan musyawarah, bukan dengan kekerasan.
Saya mengajak seluruh elemen bangsa, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, untuk bersama-sama mencari solusi terbaik bagi konflik tanah di Pulau Rempang. Mari kita tunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah bangsa yang besar, yang mampu menyelesaikan masalah dengan bijaksana dan adil.
Sebagai penutup, saya ingin mengutip kata-kata Bung Karno: "Jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas Merah)". Mari kita tidak melupakan sejarah dan perjuangan rakyat Pulau Rempang. Bangsa Indonesia seharusnya berjuang bersama mereka untuk keadilan dan kebenaran.(rml)
Fahri Hamzah Ajak Masyarakat Sambut Transisi Terbaik Jokowi ke Prabowo
RADARPEKANBARU.COM - Masyarakat diajak untuk menyambut transisi pemerintahan dari Presiden Joko Wido.
Bertemu Prabowo di Senayan, Jokowi Diduga Titip Calon Menteri
RADARPEKANBARU.COM - Pertemuan empat mata Presiden Joko Widodo dengan Presiden terpilih 2024-2029, P.
Kursi Wakil Menteri akan Diobral untuk Elite Parpol
RADARPEKANBARU.COM - Kalangan profesional akan mengisi posisi-posisi strategis menteri kabinet Prabo.
Imbas Pilpres 2024, Pilkada Serentak Kehilangan Fokus di Daerah
RADARPEKANBARU.COM - Untuk pertama kalinya pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilakukan secara serent.
Rombongan SPS Riau Bertolak Menuju Bandung Hadiri HUT SPS ke-78 Tahun
JAKARTA - Rombongan SPS Riau saat berada di Stasiun KCJB Halim Perdanakusuma, Ja.
Prabowo Diharapkan Berani Sikat Mafia Tambang
RADARPEKANBARU.COM - Pemanfaatan bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuas.