Kanal

Sekelompok Orang Ini Bela PT APSL, Bantah Sandera Petugas Karlahut KLHK

RADARPEKANBARU.COM- Sekelompok orang yang menamakan dirinya ,Ninik mamak tiga pucuk suku, yakni Melayu, Domo, dan Mendiling, serta pihak Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Bonai Kecamatan Bonai Darussalam, Rokan Hulu (Rohul), membantah melakukan penyanderaan terhadap tujuh petugas dari Tim Karlahut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.

Mewakili masyarakat dan ninik mamak tiga pucuk suku, Ketua BPD Bonai, Jefriman, mengakui apa yang dilakukan masyarakat Bonai bersama ninik mamak di tempat penyebrangan atau ponton hanya untuk klarifikasi kedatangan Tim Karlahut ke lahan gambut yang terbakar, bukan menyandera petugas negara.

Demikian diakui Jefriman didampingi Ketua LKA Desa Bonai Samsibar bergelar Datuk Majopati, ninik mamak Suku Melayu Tamrin, ninik mamak Suku Domo Hasri, ninik mamak Suku Mendiling Tomi, dan Ketua KTNA Desa Bonai Abdul Gani Roy, Ahad (4/9/16).

Selain membantah melakukan penyanderaan, Jefriman mengakui ia yang langsung bicara dengan salah seorang petugas dari KLHK bernama Edward Hutapea.

"Kami hanya ingin menanyakan maksud kedatangan mereka (Tim Karlahut KLHK). Itu kebun kami, bukan kebun PT. Andika (PT. Andika Permata Sawit Lestari/ APSL)," ujar Jefriman, Ahad (4/9/16).

Jefriman mengakui petugas KLHK ditanyai baik-baik soal kedatangan mereka ke lahan warga yang dulunya tanah ninik mamak tiga pucuk suku, yakni suku Melayu, Domo, dan Mendiling. Bahkan, petugas KLHK menunjukan surat tugasnya secara baik-baik.

"Kita lihat ada plang di kebun kami. Lahan kebun kami bukan sengaja dibakar, namun terbakar dari desa tetangga sebelah, Kepenghuluan Putat (Rokan Hilir)," ungkapnya.

Selain membantah menyandera petugas KLHK, Jefriman juga membantah bila terjadi aksi pemukulan terhadap petugas negara.

"Kalau kami yang menyandera, kunci mobil (dinas) tentu kami yang pegang. Alat-alat mereka juga tidak kami ganggu. Coba ditanya sama Pak Kapolres," tegas Jefriman.

Soal adanya permintaan penghapusan file foto dan video, serta pencabutan plang, Jefri mengakui bila hal itu ditawarkan sendiri salah seorang Petugas KLHK bernama Aman, bukan warga yang memintanya.

"Kalau memang kami salah, beri kami solusi. Kalau memang kami sakit, antarkan obat, jangan racun atau binasakan kami. Kami hanya orang kecil yang minim pendidikan," harap Jefri.

Tuding Api dari Kepenghuluan Putat

Jefriman juga menerangkan bila lahan gambut sekira 160 hektar yang terbakar milik masyarakat yang sudah pola KKPA-kan dengan PT. APSL bukan disengaja. Api berasal dari jalaran kebakaran lahan di Kepenghuluan Putat, Rohil, kemudian menjalar kebun masyarakat Bonai.

"Kebakaran bukan disengaja oleh warga, tapi oknum lain. Kalau kami yang membakar bodoh kalilah, apalagi sawit sudah berbuah dan dipanen," terangnya.

Ia mengatakan api berasal dari Kepenghuluan Putat, Rohil. Karena tiupan angin cukup kencang seperti beliung dan begitu cepat, masyarakat yang berupaya mengantisipasi kalah cepat, sehingga api cepat menyebar ke lahan KKPA yang dikelola Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Desa Bonai.

Jefri juga mengakui sebelumnya juga ada beberapa pertanyaan dari pemerintah yang turun, seperti Ketua DPRD Rohul dan Ketua Komisi I DPRD Rohul. Menurutnya, seluruh pertanyaan dilontarkan terkesan menyudutkan masyarakat Bonai.

"Tahun 2016 ini kami sudah mencoba mengurus perizinan, dan dilakukan secara marathon. Segala persyaratan juga telah kami siapkan," tuturnya.

Jefri mengungkapkan pembukaan lahan KKPA di Jurong Desa Bonai yang dimitrakan dengan PT. APSL sudah dilakukan sejak 2006 silam. Pada 2008, dari luas lahhan 5.000 hektar, sekira 2.000 hektar mulai ditanami tanaman kelapa sawit, dan tahun ini tanaman sudah berusia 8 tahun dan sudah dipanen.

Namun, akibat api jalaran dari Kepenghuluan Putat sejak Ahad (15/8/16) silam, sekira 160 hektar lahan KKPA masyarakat Bonai ludes terbakar, dan panen terancam anjlok di bulan berikutnya. Lahan milik 49 kelompok atau 20 orang per kelompok kini sudah ludes terbakar.

"Sejak dibuka tahun 2006 sampai 2016, baru kali ini lahan kami terbakar. Adanya kebakaran ini, semua mata tertuju ke kita. Setiap yang datang seperti menyalahkan kami," kesalnya.

Sebagai desa penghasil minyak bumi dan gas (Migas), tambah Jefri, Desa Bonai menjadi perhatian banyak pihak. Apalagi daerah ini berada di perbatasan antara Kabupaten Siak dan Rohil. Padahal, DBH pun mereka tak tahu menahu, dan bantuan ADD setiap cukup kecil untuk membangun desa.

"Kami tidak pernah menuntut macam-macam dari Pemda. Seharusnya, sebagai penghasil Migas, kami berhak menuntut sarana kesehatan dan pendidikan," kata Jefri.

"Kami tegaskan lagi, lahan tersebut bukan milik PT. Andika, walau pola KKPA, baru hasilnya dibagi 30 persen untuk masyarakat dan 70 persen untuk perusahaan," tambahnya.

Jefri mengakui perizinan terkendala karena kebun mereka masuk dalam kawasan HPT atau kawasan hutan gambut. Namun, masyarakat bingung, karena ada perusahaan di desa tetangga di Rohil yang kedalaman gambut sampai 12 meter bisa dikeluarkan izinnya. Sedangkan lahan KKPA masyarakat Bonai yang punya kedalaman gambut hanya 2,5 meter, justru tidak diberi izin.

Dulunya, semasa Rohul masih bergabung di Kabupaten Kampar, sekira tahun 1990-an, bahkan ada dua perusahaan yang diberi izin untuk pengelolaan kayu. Anehnya, sampai perusahaan tidak beroperasi lagi, tidak ada reboisasi dilakukan. (radarpku)

Sumber : Riauterkinicom

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER