Kanal

DPRD Riau Tuding Menteri LHK, Siti Nurbaya Main Mata Dengan 104 Perusahaan Perusak Hutan

RADARPEKANBARU.COM-Terbitnya SK.314 atas revisi SK 878, kedua SK sama-sama tidak pro rakyat lebih banyak mengakomodir kepentingan mafia perkebunan. SK Perubahan RTRW Riau bernomor SK.314./MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2016 tertanggal 20 April 2016 yang ditandatangani langsung Menteri LHK, Siti Nurbaya, revisi dari SK 878/Menhut-II/2014 tertanggal 29 September 2014,mendapat reaksi dari DPRD Riau.

Lembaga wakil rakyat mencium aroma KKN dan praktek kotor kementrian kehutanan yang diduga ada main mata dengan setidaknya 104 perusahaan perusak hutan pelaku alih fungsi lahan di Riau.

DPRD Riau berjanji akan segera melakukan langkah hukum gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terkait terbitnya SK Menteri Kehutanan bernomor SK.314./MENLHK /SETJEN/PLA.2/4/2016 tertanggal 20 April 2016 yang ditandatangani langsung Menteri LHK, Siti Nurbaya.

”Kami menolak keras terbitnya SK menhut 314 , karena SK tersebut sangatlah merugikan masyarakat  Riau, sarat dengan kepentingan korporasi, artinya lebih banyak mengakomodir kepentingan perusahan perusak hutan ketimbang kepentingan rakyat ” kata sekertaris Komisi A DPRD Riau, Suhardiman dalam perbincangan dengan Radar Pekanabru , Selasa (7/6) lalu.

Menurut Suhardiman SK Menhut tersebut diduga beraroma suap, banyak hal-hal yang tidak wajar yang diakomodir. Dampak SK 314  yang diterbitkan Menteri LHK, Siti Nurbaya, setidaknya telah menghancurkan 77.898 hektar kawasan hutan Riau untuk kepentingan para mafia tanah,dengan mengorbankan kawasan hutan lindung, hutan produksi, hutan produksi terbatas, kawasan lindung gambut, daerah aliran sungai (DAS), serta kawasan  lainnya seperti kepentingan lahan rakyat, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat.

Menindak lanjuti hal ini DPRD Provinsi Riau meminta Penundaan sementara SK.314./MENLHK /SETJEN/PLA.2/4/2016.

"Karena Berdasarkan hasil identifikasi dan verifikasi sementara yang dilakukan DPRD Provinsi Riau, sejauh ini ditemukan 104 perusahaan yang melakukan alih fungsi lahan pada SK.314 seluas 77.898 hektar." katanya.


Masih menurut Suhardiman, kejahatan korporasi atas Alih fungsi hutan Riau diduga terjadinya kong kalikong,awalnya dilakukan dengan cara mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam penunjukan kawasan hutan pada Surat Keputusan  Menteri Kehutanan No. 878/Menhut-II/2014 untuk kepentingan 104 koorporasi yang modusnya sama dengan kasus Reklamasi pantai pada PERDA PEMDA DKI Jakarta.

Maka menurut pihak DPRD Riau, guna menghindari adanya pihak-pihak yang dapat mempengaruhi keputusan Menteri Kehutanan dalam penunjukan kawasan hutan  yang patut diduga ada unsur Korupsi, Suap dan Kolusi antara 104 korporasi dengan Gubernur Riau dan Menteri Kehutanan pada Proses penerbitan SK 314 atas revisi SK Menhut No. 878/Menhut-II/2014.

Dimana penerbitan SK No.SK 314 dan 878 tersebut, sama-sama tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat Riau sehingga mengusik rasa keadilan masyarakat.

Setidaknya ada beberapa poin yang di inginkan DPRD Riau yang ingin disuarakan ke pemerintah pusat, antara lain :

Pertama
DPRD Provinsi Riau meminta agar pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, mengembalikan lahan seluas 77.898 hektar tersebut untuk kepentingan masyarakat Riau. saat ini masyarakat Riau masih membutuhkan lahan seluas 900.000 hektar untuk dilepaskan dari kawasan hutan"

Kedua DPRD Provinsi Riau meminta agar Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia agar melakukan perubahan terhadap 445 desa yang masih masuk dalam kawasan hutan  menjadi APL (Areal Penggunaan Lain).

Ketiga Di dalam SK 673/Menhut-II/2014, masih terdapat pusat pemerintahan Kota Dumai dan beberapa kantor kecamatan, terdapat 402 desa dam desa tua yang masih berada dalam kawasan hutan. Diantaranya di Kabupaten Bengkalis 86 desa, kota dumai 16 desa, kabupaten Indragiri Hilir 128 desa, Kabupaten Indragiri Hulu 18 desa, Kabupaten Kampar 25 desa, Kabupaten Kepulauan Meranti 55 desa, Kabupaten Kuantan Singingi 18 desa, Kabupaten Pelalawasn 12 desa, Kabupaten Rokan Hilir 14 desa, Kabupaten Rokan Hulu 27 desa, dan Kabupaten Siak 3 desa.

Disamping itu SK.314 yang diterbitkan 20 April 2016 juga belum mengakomodir beberapa kepentingan nasional dan daerah yang masih dalam kawasan hutan. Seperti Pusat-pusat pemerintahan (perkantoran pemerintah),Fasilitas umum seperti jalan dan jembatan yang telah dibangun oleh pemerintah.Kawasan industry, Pusat permukiman dan lahan garapan masyarakat yang telah berumur puluhan tahun (karet, kelapan sawit, sagu, serta lahan pertanian lainnya), Rencana pembangunan jalan tol Pekanbaru – Dumai dan kereta apai Trans Sumatera serta pelabuhan. Perkebunan yang telah mendapat pelepasan tetapi masih berada di dalam HPK.Fasilitas militer. (radaksi)

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER