Kanal

Pendapatan Hotel Di Riau Anjlok Akibat Asap

RADARPEKANBARU.COM- Tingkat hunian kamar atau okupansi hotel di Provinsi Riau turun drastis sejak kabut asap menyelimuti  daerah itu akibat kebakaran lahan dan hutan di Sumatera dalam beberapa pekan.

"Okupansi turun, sudah pasti. Sebab, pesawat membawa tamu-tamu hotel terutama di Pekanbaru, Riau tidak bisa landing atau mendarat akibat asap," papar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Provinsi Riau, Ondi Sukmara di Pekanbaru, Kamis.



Saat ini, kata Ondi, paling terpukul adalah hotel bintang tiga keatas karena rata-rata konsumen atau penghuni hotel itu para tamu menggunakan pesawat ke Pekanbaru seperti dari Jakarta, Medan, Batam, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malaysia dan Singapura.

Pihaknya menyebut, para tamu hotel yang telah memesan kamar atau kegiatan di hotel terpaksa membatalkan karena pesawat dari masing-masing maskapai tujuan Pekanbaru tidak bisa mendarat atau membatalkan penerbangan akibat kabut asap.

"Kami sarankan pemerintah, buatlah upaya penyelesaian kebakaran lahan dan hutan bersifat permanen. Jangan sementara. Selama ini kalau kebakaran, baru ribut. Ini sudah terjadi 18 tahun, semua bisnis termasuk hotel jadi mengeluh," ucapnya.

Sedangkan bagi hotel bintang dua ke bawah, lanjut dia, saat ini sedang menghadapi kelesuan karena aktifitas para tamu hotel jauh berkurang dan begitu juga dengan kegiatan di hotel tersebut.

"Hotel kecil, bisa diharapkan tamu kapal laut atau feri terutama penumpang daerah kepulauan. Kalau dari pesawat, sudah tidak ada. Sedangkan tamun dari darat memang ada, tapi menginap di hotel jumlahnya kecil," terang dia.

Jumlah anggota PHRI Provinsi Riau saat ini sekitar 105 hotel, sebagian besar berada di Kota Pekanbaru mulai bintang satu sampai lima dengan jumlah 2.300 kamar, sedangkan untuk kabupaten/kota di Riau total berjumlah 6.000 kamar.

"Saat ini bisa bisnis hotel di Riau sudah sangat mengkhawatirkan. Hotel bintang tiga keatas andalkan dari rombongan. Bagi hotel tidak miliki rombongan, bisa "zero" dan kasihan kita melihatnya," beber Ondi.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Pekanbaru menyebut, angin cenderung tidak bergerak di Provinsi Riau terutama Kota Pekanbaru sehingga menyulitkan pesawat melakukan pendaratan.

"Kalau kalem (pelan) anginnya, maka pesawat tidak bisa mendarat. Itu jadi penyebab kenapa aktivitas bandara jadi terhenti karena angin "ngendon" di situ-situ saja," papar Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pekanbaru, Slamet Riyadi.

Ia merinci, secara umum jarak pandang pilot pesawat ketika melakukan pendaratan di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru sesuai aturan berlaku harus minimal 1.000 meter atau dapat melihat celah dimana posisi landasan pacu.

Sedangkan jarak pandang bagi pilot ketika hendak take off atau lepas landas suatu pesawat berbadan lebar, cukup sekitar 600 sampai 700 meter.

"Masalahnya kita (Riau) tepat berada pada posisi belokan arah angin. Meski titik panas Jambi dan Sumsel banyak, tapi jarak padang dua provinsi itu lebih bangus. Seperti sekarang, angin bergerak lurus dari arah Tenggara," ucapnya.(ant)

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER