Suhardiman Dukung Kejati Riau Usut Kasus Tipikor Oknum BRK

Sabtu, 30 Juni 2018

Kantor Kejaksaan Tinggi Rau Jalan Jendral Sudirman Pekanbaru

RADARPEKANBARUCOM- Langkah penegakan hukum oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau terhadap oknum BRK sangat ditunggu oleh Rakyat Riau.

Untuk membuktikan bahwa hukum masih ada di negeri ini, kita sepakat bahwa yang salah silahkan mempertanggung jawabkannya di meja hijau.

Demikian disampaikan Sekretaris Komisi III DPRD Riau, Suhardiman Ambi kepada Radar, sabtu ( 30/6) juni.

"Untuk membuktikan apakah yang kita sampaikan selama ini benar atau keliru, kami mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan Kejati Riau terhadap dugaan korupsi kredit fiktif sekitar Rp40 miliar pada Bank Riau Kepri (BRK) Capem Dalu-Dalu", kata Suahardiman.

Lebih lanjut Suahardiman mengatakan bahwa kedepannya ia sepakat bahwa BRK harus dibenahi demi mewujudukan pelayanan terbaik untuk Rakyat Riau dan Kepri.

" Menuju Riau Lebih Baik, maka Bank milik daerahnya juga harus bersih, baik dan sehat, " tambahnya.

Sebagaimana diberitakan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, terus melakukan penyidikan terhadap dugaan korupsi kredit fiktif sekitar Rp40 miliar pada Bank Riau Kepri (BRK) Cabang Pembantu (Capem) Dalu-Dalu. Setidaknya, hingga saat ini sudah ada lima orang saksi yang diperiksa.
    
Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau Muspidauan membenarkan hal itu. Dikatakannya, pemeriksaan itu dilakukan untuk mengumpulkan alat bukti guna memperkuat sangkaan terkait dugaan penyimpangan yang terjadi di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Riau itu.
    
“Pemeriksaannya dilakukan pada pekan ini,” kata Muspidauan di ruangannya, Kamis (28/6).
Dari informasi yang dihimpun, tiga saksi diperiksa pada Selasa (26/6), yaitu seorang Pimpinan Seksi (Pimsi) di BRK Capem Dalu-Dalu, dan dua orang analis kredit. Sementara, pada Kamis ini pemeriksaan dilakukan terhadap dua analis lainnya.

“Mereka dinilai mengetahui perihal pengajuan dan pencairan kredit saat itu,” ujar mantan Kasi Datun Kejari Pekanbaru itu.
    
Dalam penyidikan perkara penyimpangan kredit, penyidik telah memeriksa lebih dari 40 orang yang saksi, termasuk para 37 orang debitur.
   
“Ke depan, masih ada saksi-saksi yang akan dipanggil,” lanjut Muspidauan. 
Dalam proses penyidikan itu, dia mengatakan kalau penyidik juga telah menyita sejumlah dokumen terkait kredit. Dokumen itu akan dilampirkan di dalam berkas perkara, dan diklarifikasi dengan pihak-pihak terkait.
   
 Sejauh ini, kata dia, proses penyidikan masih berupa penyidikan umum. Artinya, proses penyidikan saat ini belum ada penetapan tersangka. Jika seluruh saksi dan alat bukti telah terkumpul, penyidik selanjutnya akan melakukan gelar perkara.
   
“Di situ nantinya akan diketahui siapa pihak yang diduga bertanggung jawab dalam penyimpangan kredit itu, dan akan ditetapkan sebagai tersangka,” sebutnya.
    
Sebelumnya, Asisten Pidsus (Aspidsus) Kejati Riau, Subekhan, menerangkan dugaan penyimpangan dalam perkara ini berupa penyalahgunaan kredit, tepatnya kredit fiktif yang terjadi dalam kurun waktu tiga tahun. “Penyalahgunaan kredit. Seperti itulah kredit fiktif,” kata Subekhan, belum lama ini.
  
 Lebih lanjut dia mengatakan, dugaan penyimpangan itu dilakukan terhadap pencairan kredit yang jumlahnya lumayan besar. Diketahui, kredit fiktif itu lebih dari Rp40 miliar. Sementara terkait kerugian negara, Subekhan menyebut belum dilakukan penghitungan.
   
 “Lumayan banyak besarannya kredit yang dicairkan. Ini masih tahap penyidikan,” sebutnya.

“Kalau kreditnya sekitar sebesar itulah atau ebih Rp40 miliar. Kerugiannya kita belum tahu, harus dihitung dulu,” sebut Subekhan seraya mengatakan, kredit tersebut bukanlah diajukan debitur dari pihak perusahaan. “Kredit perorangan, kalau tak salah,” tandasnya.
    
Untik diketahui, dugaan kredit fiktif itu terjadi dalam rentang waktu 2010 hingga 2014. Dimana kredit berupa kredit umum perorangan itu dicairkan sekitar Rp43 miliar kepada 110 orang debitur.
    
Pada umumnya, para debitur itu hanya dipakai nama dengan meminjam kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK). Ada juga debitur yang dijanjikan plasma atau pola kerjasama dalam pembentukan kebun kelapa sawit. Hal itu dilakukan karena ada hubungan baik antara debitur dengan Pimpinan BRK Cabang Dalu-dalu saat itu.
  
Kenyataannya, para debitur tidak menerima pencairan kredit. Mereka hanya menerima sekitar Rp100 ribu hingga Rp500 ribu karena telah meminjamkan KTP dan KK guna pencairan kredit. Kuat dugaan ada oknum BRK yang menggunakan nama para debitur untuk pengajuan kredit.
   
Belakangan diketahui kredit tersebut macet. Saat pihak bank melakukan penagihan, baru diketahui bahwa sebagian besar debitur tidak pernah mengajukan dan menerima pencairan kredit.
   
Selain itu, agunan kredit juga diketahui fiktif. Hal ini tentunya menambah pelik permasalahan ini. Hingga akhirnya, kredit mengalami kemacetan dan disidik Kejati Riau sejak akhir April 2018. Informasi tambahan, Kepala BRK Capem Dalu-Dalu saat itu berinisial AA.(radarpku)

#riaupos.co