Kasus Korupsi Heli AW 101, Bos PT Diratama Jadi Tersangka Baru

Sabtu, 17 Juni 2017

illustrasi Internet

RADARPEKANBARU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka dugaan korupsi pembelian helikopter AgustaWestland 101.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan penetapan tersangka ini merupakan kerja sama dengan Penyidik Polisi Militer (POM), Tentara Nasional Indonesia.

"Maka setelah ekspose, ditetapkan IKS selaku Direktur PT DJM sebagai tersangka," kata Basaria di kantornya, Jumat, 16 Juni 2017. Menurut dia, Irfan dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Menurut Basaria, penyidik POM dalam mengusut kasus pembelian helikopter pabrikan Inggris-Italia ini sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka dari kalangan militer pada 26 Mei lalu.

Mereka adalah Marsma TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa. Kedua, Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas dan tersangka ketiga adalah Pelda SS yang diduga menyalurkan dana-dana terkait pengadaan ke pihak-pihak tertentu.

Basaria mengatakan kasus ini bermula pada April 2017 ketika TNI AU mengadakan satu unit Helikopter AW101 dengan metode pembelian khusus. Persyaratan lelang harus diikuti dua pengusaha. Dalam hal ini ditunjuk PT Karya Cipta Gemilang dan PT Diratama Jaya Mandiri.

Dari hasil penyelidikan tim Pom TNI dan KPK, diperoleh info bahwa lelang sudah diatur Irfan. Penyidik menduga Irfan sebelum lelang sudah meneken kontrak dengan Agusta Westland, yakni pada Oktober 2015. Nilainya sebesar USD 39 juta atau Rp 514 miliar.

Tapi setelah Diratama menang, nilai kontrak berubah menjadi Rp 738 miliar pada Juli. "Sehingga merugikan negara Rp 224 miliar," kata Basaria. Wakil Ketua KPK lainnya, Saut Situmorang, mengatakan sudah ada 10 personil TNI yang diperiksa dalam kasus ini.

Komandan POM TNI Mayor Jenderal Dodik Wijanarko mengatakan penyidiknya kembali menetapkan satu tersangka dari kalangan militer. Satu tersangka tambahan itu adalah Direktur Unit Layanan Pengadaan TNI AU Kolonel Kal FTS. "Kepala ULP yang bertanggung jawab terhadap pengadaan barang dan jasa," kata Dodik.

Menurut Dodik, jumlah tersangka ini masih sementara. Sebab, penyidik POM TNI, KPK, dan tim dari PPATK masih melakukan penelusuran lagi. "Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru di lingkungan TNI," ujar Dodik.