Syafruddin Saan : Nanti Jika Yasonna Laoly Datang Lagi ke Riau Usir Saja

Sabtu, 13 Mei 2017

Tokoh masyarakat melayu Riau, Syafrudin Saan

RADARPEKANBARU.COM- Pemberian remisi untuk narapidana untuk mengatasi masalah dilapas menuai kritik dari tokoh masyarakat melayu Riau, kebijakan ini dinilai bukanlah sebuah solusi untuk mengatasi kerusuhan dalam lapas.

Kementerian Hukum dan HAM diminta untuk mencari solusi yang tepat lebih komprehensif daripada pemberian remisi ini.

Demikian diungkapkan tokoh masyarakat Riau, Syafruddin Saan Jum'at (12/5/2017), saat ditemui di kediamannya di Air Dingin UIR Pekanbaru.

"Soal remisi terus menerus dikaitkan, padahal tidak ada hubungannya sama sekali antara remisi dan kerusuhan di lapas," katanya.

Daripada memberi remisi untuk napi narkoba, Syafruddin Saan menyarankan agar Menkumham fokus saja membenahi berbagai masalah yang ada di dalam lapas seperti overkapasitas, terbatasnya petugas, pemberantasan pungli dan keadilan bagi para narapidana.

"Kita tidak sepakat wacana pemberian remisi ini yang justru datang dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly," ucap Saan.

Sementara ia juga menyoroti napi narkoba narkoba mendapatkan remisi.

Sebab, saat ini napi kasus narkoba, koruptor dan terorisme yang masuk ke pidana khusus diatur dalam aturan yang sama, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

"Upaya merevisi PP 2009 tahun 2012 merupakan bentuk kemunduran penegakan hukum. Sudah vonis ringan, dikasih remisi dan pembebasan bersyarat," ucap Syafrudin.

Mantan anggota DPRD Riau ini mengusulkan agar ada aturan yang lebih komprehensif yang bisa membedakan remisi untuk napi kasus korupsi dan napi kasus narkoba.

"Apalagi napi narkoba yang sudah keluar masuk penjara, mereka itu sampah masyarakat, seharusnya di hukum mati, jangan diberi remisi, "tegasnya.

Syafrudin Saan mengajak agar mentri yang mewacanakan remisi adalah sebuah solusi untuk megatasi masalah dilapas sebaiknya diusir saja jika datang ke Riau.

"Presiden harus mencopot mentri yang tidak becus begini, nanti jika datang lagi ke Riau agar diusir saja,"katanya.


Sebagaimana diketahui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut persoalan terbanyak yang ada di kementeriannya adalah soal rutan/lapas. Oleh sebab itu harus ada perhatian lebih untuk menyelesaikan masalah di sektor ini.

"Di Kemenkumham itu persoalan yang paling utama, sering menjadi masalah itu adalah persoalan lapas. Seorang pimpinan harus sudah punya atensi khusus dalam soal ini," kata Yasonna saat ditemui di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).

Lalu apa terobosan dari Yasonna?

Menurut Yasonna, setidaknya harus ada dua cara yang dilakukan. Pertama revisi PP 99, kedua dengan mempercepat keluarnya narapidana dari lapas.

"Dengan over kapasitas ini harus ada terobosan, satu dengan revisi PP, dua mempercepat keluar, apakah nanti dengan metode pengampunan atau dengan rilis program dengan peraturan menteri, kita lihat saja nanti. Sudah saya suruh kaji," tutur menteri yang menjabat sejak 2014 itu.

Over kapasitas tak hanya bicara soal ruang atau bangunan, menurut Yasonna juga masalah anggaran makan dan operasional.

"Ini kan short term, long run, memang satu kita harus mencari anggaran untuk penambahan, tapi bukan itu satu-satunya solusi. Dulu pernah kita wacanakan di beberapa negara pengampunan, orang-orang yang tinggal 1 tahun lagi, 1,5 tahun lagi kita lihat, kita buat pengampunan kepada mereka. Sehingga ini akan mengurangi tekanan," jelasnya.

Revisi PP 99/2012 karena PP 99/2012 diperlukan karena dianggap mempersulit pengguna narkoba mendapatkan remisi. Karena salah satu syaratnya harus mendapatkan surat justice collaborator (JC).

"Kita akan revisi PP 99, sekarang sudah di Mensesneg untuk diteruskan kepada presiden. Tapi khusus yang narkobanya yang kita tekankan," tuturnya.

"Pada umumnya itu (napi) narkoba lebih dari 50 persen, ini menjadikan tekanan kepada lapas itu sangat mengerikan. Sebelum saya menteri, 2014 itu 150 ribuan, sekarang sudah hampir 220 ribu, 70 ribu bertambah. Hanya dalam 2,5 tahun," urainya. (radarpku/dtc)