Tindak Lanjut PP No.18/2016, Riau Segera Bentuk Dinas Kebudayaan

Selasa, 09 Agustus 2016

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Riau, Kamsol

RADARPEKANBARU.COM - Pemerintah Provinsi dan DPRD Riau mempercepat pembentukan Dinas Kebudayaan untuk berdiri sendiri terpisah dari Dinas Pendidikan menindaklanjuti Peraturan Pemerintah No. 18/2016 pengganti PP Nomor 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
 
"Kami sudah susun dan harus tuntas peraturan daerah struktur organisasi tatakerja organisasi dua bulan sejak diundangkan. Bulan depan harus tuntas dan pengisiannya paling lambat enam bulan. Akhir Desember harus terisi," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Riau, Kamsol di Pekanbaru, Selasa (9/8).
 
Selanjutnya akan dibuat peraturan gubernur untuk fungsi anggaran. Dengan dinas kebudayaan berdiri sendiri maka untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sudah bisa dialokasikan. Tinggal kemudian pemisahan pendidikan dan kebudayaan.
 
Selama ini, kata dia, untuk melestarikan kebudayaan, operatornya menjadi masalah. Dia mengaku sebagai disdikbud masih terseok-seok dalam memahami kebudayaan sehingga membutuhkan staf ahli supaya tidak terjadi persoalan dalam melaksanakan kegiatan kebudayaan.
 
"Seperti masalah cagar budaya yang mulai terhapuskan dan budaya tak benda yang semakin hilang dikhawatirkan akan terlupakan juga dan nanti orang lain yang mengakui. Itu karena kita lambat selama ini," ungkapnya.
 
Ketua Komisi E DPRD Riau yang membawahi bidang kesejahteraan rakyat termasuk kebudayaan di dalamnya, Masnur mengatakan pihaknya akan mengejar pertengahan September Perda SOTK selesai.
 
BMenurutnya inilah jawaban atas kerisauan masyarakat Riau terkait pelestarian budaya.
 
"Dengan berdirinya dinas kebudayaan maka apa yang dirisaukan dan digalaukan tentang pewarisan dan pelestarian budaya melayu tidak lagi tergantung siapa melaksanakan. Kalau sudah diatur maka Riau sebagai tuan rumah melayu bisa berkembang," jelasnya.
 
Dikatakannya mimpi rakyat Riau menjadi pusat kebudayaan melayu di Asia Tenggara 2020 sudah hampir 20 tahun. Tapi tak tahu berada dimana apakah sudah tercapai atau belum tidak bisa diukur.
 
"Apakah cukup dengan tulisan, baju, bahasa melayu yang berbeda dialeknya. Ini tidak ketemu. Jadi tidak bisa hanya slogan, harus bertindak apa dan bagaimana. Ganjalan selama ini di satu sisi pemerintah ingin masuk, tapi satu sisi tak punya turunan teknis untuk melaksanakannya siapa, apa melayu dan kearifan lokalnya," tambahnya.(radarpku)