Polri Evaluasi SP3 16 Kasus Kebakaran Hutan Riau

Kamis, 28 Juli 2016

Wakil Presiden Jusuf Kalla.

RADARPEKANBARU.COM -- Polri menegaskan akan mengevaluasi surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang diduga terlibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Langkah ini menyusul desakan yang sebelumnya disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

''Iya, semoga secepatnya bisa dievaluasi," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (26/7). Nantinya, proses evaluasi tersebut dilakukan oleh tim Koordinator Pengawas Penyidik Bareskrim Polri.

Polri menyebutkan, penetapan SP3 terhadap 15 perusahaan berlangsung secara bertahap, yaitu pada Januari, April, Mei, dan Juni 2016. Sedangkan, pemberi SP3 tak hanya Polda Riau, tetapi juga Polres Dumai, Rokan Hilir (Rohil), dan Polres Pelalawan.

Pada Senin (25/7), saat kunjungan kerja di Makassar, Jusuf Kalla menegaskan, SP3 mesti dievaluasi. ''(SP3) tentu ada alasannya, namun SP3 ini harus bisa dievaluasi di tingkat lebih tinggi. Kalau ada data yang baik tapi di-SP3, itu salah,'' katanya.

Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus menjelaskan alasan institusinya, khususnya Polda Riau, mengeluarkan SP3. Ia juga meminta Presiden Joko Widodo memanggil Kapolri terkait hal tersebut.

Sebab, menurut dia, kasus karhutla tahun 2015 memiliki dimensi nasional dan internasional. Kasus ini menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan merenggut nyawa manusia. Publik bertanya-tanya mengapa Polri gampang mengeluarkan SP3.

Menurut dia, kalau tidak ada penjelasan, akan menimbulkan dugaan-dugaan di masyarakat karena banyak prasangka yang berkembang di publik terkait kasus itu. ''Ada rumor menyebutkan Presiden meminta Kapolri mengeluarkan SP3 karena tekanan pengusaha.''

Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengaku sudah meminta keterangan dari penyidik soal pemberian SP3. Dari keterangan sementara, diperoleh tiga alasan mengapa kasus tersebut tidak dilanjutkan.

Menurut dia, alasan penyidik adalah lokasi lahan yang terbakar itu sebenarnya tidak masuk area dari ke-15 perusahaan tersebut karena sudah dilepaskan. Alasan lainnya, penyidikan dihentikan karena lahan yang terbakar masih sengketa.

Ada satu lagi pertimbangan, yakni di lokasi yang terbakar, perusahaan sudah berupaya melakukan pemadaman dengan fasilitas sarana pemadaman yang sudah diteliti menurut keterangan ahli. ''Itu tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian," kata Ari di gedung DPR, kemarin.

Ari melanjutkan, pemberian SP3 kepada 15 perusahaan itu tidak bisa dianggap terlalu cepat. Sebab, kasus pembakaran hutan sudah ditangani Polda Riau sejak satu tahun lalu. Apalagi, SP3 keluar setelah ada proses penyelidikan, penyidikan, dan keterangan saksi, termasuk para ahli. Di Riau, jelas dia, ada 71 perkara pembakaran hutan yang ditangani polisi. Sebanyak 53 perkara di antaranya melibatkan perseorangan dan 18 perkara lainnya melibatkan korporasi. Jumlah tersangka 68 orang, berkas yang siap 53 perkara, yaitu 51 perseorangan dan dua korporasi.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati menjelaskan, pihaknya masih mengkaji argumen-argumen polisi mengeluarkan SP3. Menurut dia, selain persiapan langkah hukum berupa gugatan praperadilan, Walhi juga akan menempuh jalur politik.

"Kalau langkah secara hukum, kita masih akan tindak lanjuti. Namun, juga akan ada langkah politis. Kita meminta kepada pemerintah ini bahwa untuk lebih perhatikan hal-hal terkait dengan kejahatan lingkungan seperti ini," kata Nur, Selasa (26/7).

Nur mengaku, Walhi tak ingin gegabah dalam menghadapi kepolisian terkait SP3 yang mereka keluarkan.(radarpku)


Sumber : republika