Takut Didemo Tenaga Medis, Dirut RSUD Riau Sepakat Pemotongan Jasa Pelayanan Dievaluasi

Rabu, 27 Juli 2016

Direktur Umum Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad, dr Nuzeli Husnedi

RADARPEKANBARU.COM - Direktur Umum Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad, dr Nuzeli Husnedi, mengatakan pihaknya sudah meminta agar Gubernur Riau mengevaluasi kebijakan pemotongan jasa pelayanan yang dinilai memberatkan bagi tenaga medis.

 
"Saya sudah menyurati Pak Gubernur Riau untuk memberikan masukan, namun tampaknya ini butuh waktu (evaluasi), sedangkan saya tidak bisa lagi membendung keluhan kawan-kawan untuk menunggu," kata dr Nuzeli kepada wartawan di Pekanbaru, Rabu.
 
Ia mengatakan hal tersebut untuk menanggapi demonstrasi yang dilakukan ratusan dokter, perawat dan pegawai RSUD Arifin Achmad dan Petala Bumi di kantor Gubernur Riau di Pekanbaru pada pagi ini. Unjuk rasa itu untuk memprotes kebijakan gubernur yang memotong tunjangan jasa pelayanan untuk tenaga medis di RSUD Pemprov Riau.
 
"Intinya kita sudah memberikan masukan secara baik. Masih ada ruang untuk evaluasi," katanya.
 
Ia mengatakan manajemen RSUD Arifin Achmad akan tetap bertugas memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat sambil berharap kebijakan tersebut dievaluasi. "Di daerah lain tunjangan jasa pelayanan juga diterapkan, meski itu disesuaikan dengan kemampuan keuangannya masing-masing. Jadi pemberian jasa pelayanan bukan hanya di Riau saja," katanya.
 
Tenaga Medis Gelar Demo Gubernur Riau Andi Rachman
 
Hari ini ratusan tenaga medis yang terdiri dari dokter, perawat dan pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad serta Petala Bumi menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Riau, Pekanbaru, Rabu.
 
"Dengan adanya peraturan Gubernur Riau Nomor 12 tahun 2016 kita tidak lagi mendapatkan jasa pelayanan. Sementara jasa pelayanan itu adalah hak dasar yang dilindungi undang-undang," kata salah seorang pendemo, Drg Burhanudin Agung. 
 
Menurutnya, keberadaan Pergub nomor 12 tahun 2016 telah melangkah undang-undang yang telah ditetapkan pemerintah sebelumnya. Dalam Pergub tersebut pemerintah memberikan pilihan kepada karyawan fungsional maupun non fungsional dua pilihan.
 
Pilihan pertama adalah menerima Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) 100 persen namun tidak menerima jasa pelayanan. Selanjutnya pilihan kedua TPP 50 persen dengan jasa pelayanan. 
 
Menurutnya, jika memilih TPP 100 persen, berarti menghilangkan makna profesi yang mana jasa pelayanan merupakan imbalan yang diterima tenaga medis atau hak tenaga kesehatan. 
 
"Itu semua sudah tertuang dalam sejumlah Undang-undang kesehatan, kedokteran, keperawatan, Perpres dan Menteri Kesehatan," jelasnya. 
 
Sementara itu, jika memilih opsi nomor dua maka tenaga medis merasa adanya diskriminasi karena sebagai tenaga medis di Rumah Sakit memiliki risiko pekerjaan yang sangat tinggi karena berhubungan dengan nyawa. "Berbeda dengan PNS lainnya yang mungkin hanya menghadap kertas," jelasnya.
 
Untuk itu, dia meminta agar dilakukan ditinjau kembali realisasi Pergub nomor 12 tahun 2016 tersebut. Terlebih lagi, mereka merasa tidak dilibatkan secara langsung oleh pemerintah setempat dalam membahas peraturan itu sementara tiba-tiba Pergub tersebut langsung disosialisasikan pada Maret-April 2016 dan diterapkan pada Juni. 
 
Lebih jauh, sebelum menggelar aksi demonstrasi tersebut, Burhanudin mengatakan sebelumnya telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak baik legislatif maupun eksekutif.
 
"Awalnya mereka menjanjikan akan selesai sebelum lebaran. Tapi sekarang tetap berlarut sehingga kita memutuskan menggelar aksi dan mendesak bertemu dengan Gubernur secara langsung," jelasnya. 
 
Aksi yang digelar tenaga medis tersebut terpantau hanya dikawal sejumlah polisi. Tidak ada penjagaan ketat dalam aksi tersebut. Hingga berita diturunkan, massa masih berupaya menemui Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman guna menyampaikan aspirasi secara langsung. (ant)