JIKALAHARI Desak Kapolri & KPK Turun Tangan Berantas Mafia Hukum di Polda Riau Terkait SP3 Karlahut

Sabtu, 23 Juli 2016

Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau meminta Polri dan KPK mengusut indikasi mafia hukum yang diduganya terlibat dalam terbitnya Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan atau SP3 oleh Polda Riau

RADARPEKANBARU.COM - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau meminta Polri dan KPK mengusut indikasi mafia hukum yang diduganya terlibat dalam terbitnya Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan atau SP3 oleh Polda Riau terhadap 15 perusahaan tersangka kebakaran hutan dan lahan.

 
"Di Riau SP3 ini adalah salah satu modus mafia hukum. Kapolri jika berani lakukan pemberantasan mafia hukum di Riau," kata Wakil Koordinator Jikalahari, Made Ali di Pekanbaru, Jumat.
 
Terlebih lagi, menurutnya Polda Riau tertutup dalam informasi proses hukum 15 perusahaan tersebut. Setelah dua bulan, kata dia, pihaknya baru mendapatkan ternyata 15 kasus itu ditutup. Untuk itu Jikalahari akan terus mengawal kasus ini.
 
Kepada KPK dia juga menekankan akan terus berupaya agar kasus kehutanan di Riau ditangani. Dia mengaku sedikit memberi apresiasi KPK jilid saat ini yang lebih banyak main dalam pencegahan.
 
"Padahal ada kasus yang nyata dan terang-terangan yakni kasus korupsi kehutanan perusahaan belum ada apa-apa dilakukan. Setiap ke Jakarta kami bilang ini KPK kok masih saja tidak berani menangkap korporasi," sebutnya.
 
Polda Riau pada 2015 lalu menangani 18 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan. Hanya tiga berlanjut ke pengadilan yakni PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, PT Wahana Subur Sawit. Tiga perusahaan itu bahkan ada yang dinyatakan inkrah meski diputus bebas.
 
Sementara, 15 perusahaan yang mendapatkan SP3 yakni PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam dan PT Rimba Lazuardi.
 
11 perusahaan di atas diantaranya adalah perusahaan yang bergerak di Hutan Tanaman Inustri, sementara empat lainnya yakni PT Parawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN Uniter dan PT Riau Jaya Utama bergerak pada bidang perkebunan.
 
"15 perusahaan ini banyak kekurangan atau belum memenuhi unsur; dari pemeriksaan saksi ahli, penyidikan di tempat kejadian perkara sehingga kita berkesimpulan kasus itu patut dihentikan," jelas Direktur Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Rivai Sinambela dalam keterangan pers di Pekanbaru, Rabu.
 
 
Siti Nurbaya Menti Kehutanan sempat menanggapi isu ini melalui akun media sosial miliknya yang diposting 21 Juli 2016 pukul 9:18 , ini katanya : 
 

Perihal SP3 15 perusahaan yang diindikasi terlibat Karhutla, banyak yang bertanya tentang pendapat dan sikap saya.

Saya telah meminta Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) untuk collect datanya dan kami segera bahas. Tapi sebetulnya yang perlu dipahami, sistem Gakkum kita menerapkan hukum multidoors. Artinya ada pidana, perdata dan sanksi administratif. Diantara 15 perusahaan tersebut, sebenarnya ada yang izinnya sudah dicabut, yakni HSL dan SRT. Juga sudah ada yang kena pembekuan.

Namun demikian, saya segera pelajari lagi dan sedang minta Dirjen cari info untuk dipelajari konsideransnya. Dari sana nanti kita bisa injeksi peningkatannya harus apa. Saya masih minta Dirjen untuk cari informasi ke Polda Riau.

Tentang detail data di lapangan akan saya dalami dan mungkin bisa juga nanti minta dukungan fakta lapangan dari komunitas dan aktivis. Sekarang komunitas dan aktivis juga aktif memberi info dan saran solusi kepada kami di KLHK.

Saya hari ini memulai kunjungan ke Kabupaten Siak, Riau untuk peringatan puncak hari lingkungan hidup se dunia tahun 2016. Dalam kesempatan tersebut, tentu saya akan lebih banyak mendengar dan mempelajari kondisi riil di lapangan. Terimakasih. Salam hangat.

(radarpku)