Tiga Produk Perda Kota Dumai Akan Dibatalkan Kemendagri

Jumat, 24 Juni 2016

Mendagri, Tjahjo Kumolo

RADARPEKANBARU.COM- Pemerintah Kota Dumai menyebutkan ada tiga peraturan daerah terkait retribusi dan pajak daerah yang ikut terdampak kebijakan Menteri Dalam Negeri RI untuk dilakukan pembatalan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Antara di Dumai, Jumat, ketiganya adalah Perda No. 22 tahun 2007 tentang Retribusi Izin Pengelolaan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Perda No. 18 tahun 2011 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akta Pencatatan Sipil.

Kemudian, satu lagi yang akan diklarifikasi untuk dilakukan pembatalan oleh Kemendagri adalah Perda No. 6 tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah.

"Berdasarkan surat yang kita terima, ada tiga perda diusulkan untuk dilakukan pembatalan ke Kementerian Dalam Negeri, dan sudah melalui pembahasan di tingkat Pemerintah Provinsi Riau," kata Kepala Bagian Hukum Pemkot Dumai, Handayani.

Diusulkan pembatalan tiga produk hukum daerah ini, lanjut dia, sesuai intruksi Mendagri RI nomor 582 tertanggal 16 Februari 2016 tentang pencabutan atau perubahan Perda yang menghambat birokrasi dan perizinan investasi.

Menurut dia, tiga Perda yang ikut terdampak kebijakan pusat ini statusnya masih berlaku dan ditetapkan berdasarkan perundangan atau keputusan tertinggi di tingkat pusat.

"Usulan tiga Perda untuk dibatalkan ini menindaklanjuti hasil workshop dalam rangka tanggapan pemerintah daerah terhadap Perda yang telah dievaluasi dan terkait dengan intruksi menteri dalam negeri," kata dia lagi.

Dijelaskan, pencabutan tiga Perda Kota Dumai ini nantinya akan menambah daftar jumlah produk hukum daerah lain yang sebelumnya juga pernah dicabut, yaitu sebanyak tujuh Perda, ditambah enam Perda diubah.

Informasi tambahan, sejak Kota Dumai berdiri tahun 1999 hingga 2016 ini, Pemkot dan DPRD setempat telah membentuk produk hukum peraturan daerah sebanyak 252 Perda yang sudah ditetapkan dan masuk dalam lembaran daerah.

Diketahui, tujuan pembatalan 3.143 perda untuk memperkuat daya saing bangsa di era kompetisi dan dinilai sebagai aturan menghambat pertumbuhan ekonomi, memperpanjang jalur birokrasi, hambat investasi, dan kemudahan berusaha.(radarpku)


Sumber : Antara