Merasa Dikriminalisasi, Petani Sawit Di Tapung Ancam Laporkan Kasat Reskrim Dan Kapolres Kampar

Ahad, 10 April 2016

Kapolres Kampar AKBP Ery Apriyono

RADARPEKANBARU.COM-Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Kampar dan anggotanya, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Kampar terancam dilaporkan kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Komisi untuk Orang hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Kedua petinggi polisi di wilayah hukum Kampar itu bakal dilaporkan Jonter (43), salah seorang petani sawit di daerah itu, dengan tuduhan tidak profesional dan cendrung mengkriminalisasi dirinya dan keluarganya.

"Jika memang tak profesional, tak transparan‎ dan justru menjerat warga tak bersalah, saya akan laporkan Kapolres dan Kasat Reskrim ke Kompolnas, Komnas HAM, KontraS. Bila perlu, ke Kapolri, Menkopolhukam bahkan ke Presiden saya laporkan mereka. Saya sedang siapkan bahannya" beber Jonter kepada wartawan Sabtu, 9 April 2016.

Peristiwa yang dialami Jonter, bermula pada 23 Januari 2016. Pagi itu sekira pukul 08.00 WIB, ibu kandung Jonter, Rasmi (68‎), iparnya, Rudy Siagian (29) dan saudara angkatnya, Kabul (27) dianiaya empat sekuriti PT Sekar Bumi Alam Lestari (SBAL) dan seorang oknum anggota TNI.

Mereka dituduh mencuri sawit di lahan yang bukan dalam kawasan HGU PT SBAL di Desa Kota Garo Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar.

Rasmi, ibu Jonter ditinggalkan di areal kebun. Rudy dan Kabul diseret ke mess PT SBAL lalu diduga dianiaya. Sekira tujuh jam kemudian‎, keduanya bersama mobil pick up milik istri Rudy yang berisi 200 kilogram sawit dan dua tandan sawit, dibawa ke Mapolres Kampar di Bangkinang.

Keduanya dilaporkan mencuri sawit perusahaan asing asal Malaysia grup Kuala Lumpung Kepong (KLK) itu dan oleh Polres Kampar ditetapkan sebagai tersangka dalam berkas kasus yang sama.

Anehnya, perkara yang sebenarnya merupakan tindak pidana ringan (Tipiring), hanya Kabul sendiri yang disidangkan. Sedangkan Rudi, menurut Polres kepada Jonter, akan diproses berbeda hanya gara-gara punya rekam jejak pernah dihukum penjara. Padahal, TKP dan berkas kasusnya sama dengan Kabul.

Dalam sidang Kabul pada 15 Maret 2016 lalu, Majelis Hakim sendiri sempat geleng-geleng kepala. Pasalnya, ‎dalam BAP, Kabul dibuat mengaku mencuri sawit untuk mendapatkan uang sebagai persembahan saat ibadah kebaktian di gereja. Padahal, Kabul sendiri beragama Islam.

Uniknya lagi, ternyata dalam fakta persidangan terungkap bahwa Kabul adalah penderita tuna aksara alias buta huruf. Tanpa pikir panjang, Hakim pun membebaskan Kabul dari tuduhan mencuri.

Pasca sidang itu, Jonter menunggu Polres Kampar melaksanakan putusan pengadilan bernomor : 09/Pid.C/201//PN.Bkn, yang memerintahkan polisi harus mengembalikan nama baik Kabul serta meminta agar seluruh barang bukti dikembalikan polisi kepada istri Rudy, melalui si pelapor bernama Muhammad Ridho Syahlan. Tapi, tak dilaksanakan. Ia kecewa dan melaporkan balik PT SBAL atas dugaan penganiayaan dan perampasan yang dialami keluarga.

Lagi-lagi, Jonter merasa penegak hukum tak berpihak kepada fakta hukum. Selain kasus yang dilaporkannya itu tak diproses karena penyidik mengaku tak tahu identitas para oknum sekuriti sebagai terlapor itu, Ia justru mendapat informasi bahwa iparnya, Rudy, dijadikan tersangka dalam kasus penganiayaan pasca gelar perkara Polres Kampar.

"Ini sudah seperti dikriminalisasi. Saya akan cari keadilan dan akan saya laporkan mereka (Kapolres dan Kasat Reskrim, red). Negara ini masih punya tempat bagi warga untuk mencari perlindungan dan kepastian hukum"‎ tegasnya.

Jonter mengaku, pada 18 Maret 2016 Ialu, dirinya telah mengirimkan surat ke Kapolda Riau perihal permohonan perlindungan dan kepastian hukum. Namun, hingga kini belum ada respon. Selain itu, Ia juga telah melaporkan penyidik Satreskrim Polres Kampar ke Bid Propam Polda Riau. (rtc)