Andi Rachman Dalam Pusaran Dugaan Korupsi Dana Eskalasi Pemprov Riau

Senin, 04 April 2016

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau didemo massa yang mengatas namakan Gerakan Mahasiswa Peduli Riau (Gempar) dengan tuduhan melakukan korupsi beberapa waktu yang lalu.

RADARPEKANBARU.COM -  Bola panas kasus dugaan korupsi pembayaran utang eskalasi oleh pemprov Riau terus bergulir. Plt Gubri Andi Rachman tengah menghadapi gelombang penolakan dari DPRD Riau, terkait dugaan sulap-menyulap anggaran yang masuk dalam anggaran APBD Riau 2016.

Kasus ini bisa bermuara pidana terhadap Plt Gubri apabila terbukti DPRD Riau tidak pernah mengesahkan anggaran ratusan miliar ini.Parahnya uang siluman ini diduga telah dibayarkan pihak pemprov terhadap sejumlah kontraktor tanpa sepengetahuan lembaga DPRD Riau.

Menurut sumber terpercaya radarpekanbaru.com, anggaran eskalasi layaknya dibayarkan ketika proyek masih berjalan dan masih belum diserah terimakan.

"Artinya dari 2004 lalu harus ada perpanjangan SK terhadap rekanan hingga 2016 , jika tetap ingin melakukan pembayaran, namun itu tak masuk akal jika proyek yang sudah puluhan tahun silam sebuah perusahaan masih mendapatkan perpanjangan SK kerjasama" kata sumber yang tak ingin namanya dikutip.

"Ini bisa pidana, jika dibayarkan tetap saja menyalahi aturan, karena proyek tidak lagi dalam masa belum diserah terimakan" bebernya.

Sementara di lembaga DPRD Provinsi Riau kembali mengadakan rapat internal secara terbuka mengenai masuknya anggaran eskalasi yang dibayarkan Pemerintah Provinsi Riau senilai Rp220 miliar, menyambung rapat sebelumnya (31/3) lalu di Ruangan Medium, gedung dewan setempat, Senin.
     
"Pembayaran utang eskalasi tersebut sudah menyalahi aturan. Pasalnya, setelah banggar menolak anggaran tersebut, mengapa masih didiskusikan kepada Mendagri.Kami sudah jelas menolak anggaran tersebut ketika mereka ajukan, kenapa angaran tersebut masih dimasukkan dalam verifikasinya?, Saya selaku anggota Banggar tidak menyetujui bahwa eskalasi tersebut dimasukkan," ujar anggota Komisi D DPRD Riau, Yusuf Sikumbang saat rapat.
    
Lebih lanjut legislator yang juga merupakan anggota banggar ini menyatakan bahwa tidak akan bertanggungjawab atas masalah eskalasi jika nanti ada permasalahan hukum di kemudian hari.
    
"Saya pribadi siap menjadi saksi kalau hal tersebut menimbulkan masalah nantinya. Karena dari awal kami sudah mencoret anggaran ini," jelasnya.
     
Sementara itu, Sekretaris Komisi D DPRD Riau, Asri Auzar lebih membahas keteledoran pimpinan yang tidak menyampaikan hasil verifikasi tersebut dari awal  masuk ke DPRD pada tanggal 10 Desember 2015, sedangkan baru dibahas pada tanggal 14 di bulan yang sama.
      
"Hasil verifikasi tersebut kan masuk tanggal sepuluh dan dibahas pada tanggal 14. Jadi, empat hari itu kemana saja? mengapa tidak diberikan ke staff Banggar, Ini juga jadi masalah. Sekarang kita berkoar-koar tertipu di hadapan mata sendiri," jelasnya.
      
Lebih lanjut lagi ucapnya, yang jadi permasalahan juga saat ini adalah ketika pimpinan Dewan ikut menghadiri langsung verifikasi tersebut di Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan tidak menjelaskan kepada banggar mengenai hasil dari pertemuan tersebut.
     
"Setelah pimpinan kembali dari Mendagri, mengapa tidak disampaikan hasilnya kepada anggota di sini. Seharusnya kan diberitahukan hasilnya," tambahnya.
     
Menurutnya, untuk meluruskan masalah eskalasi tersebut, hak angket adalah jalan satu-satunya yang dapat membuktikan mekanisme masuknya anggaran tersebut.
     
"Kalau sudah seperti ini, hanya hak angket-lah yang bisa kami gunakan untuk itu," tegas Asri.
     
Kemudian Abdul Wahid yang juga anggota Komisi D DPRD Riau ini mengatakan bahwa Banggar setuju untuk dibayarkan hutang eskalsi tersebut. Oleh sebab itu mereka tidak akan bertanggungjawab mengenai masalah pembayaran ini.
     
"Menurut saya, tentu harus ada sikap dari DPRD Riau mengenai masalah tersebut. Saya tidak menyalahkan ketika pimpinan tidak mengecek saat penandatanganan karena memang sudah tidak ada lagi pembahasan untuk eskalasi, kita sudah sepakat dan putuskan untuk tidak dibayarkan," ucap wahid.
     
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Riau Husni Tamrin menyebutkan bahwa pihak legislatif harus menggunakan haknya sebagai dewan yang sesuai dengan Tata Tertib (Tata Tertib) DPRD.
"Untuk bisa menemui titik terang dari permasalahan ini sebaiknya kita gunakan hak kita yang sesuai dengan Tatib DPRD yaitu menggunakan hak angket," ucapnya.
Menanggapi penyampaian-penyampaian dari anggota dewan tersebut,  Manahara Manurung selaku pimpinan rapat mengatakan, penggunaan hak angket akan dibawa ke dalam rapat pimpinan dewan.
"Rabu depan akan diadakan rapat pimpinan. Nanti di situ akan kami tentukan sikap yang akan diambil untuk masalah hak angket tersebut," tutup Manahara. (radarpku)