DPRD Siak Pertanyakan Aktivitas Ilegal IKPP Kubur Limbah ke Dalam Tanah

Kamis, 17 Maret 2016

Limbah bahan beracun dan berbahaya PT IKPP berupa abu pembakaran boiler pabrik kertas dibuang tak sesuai aturan kementerian lingkungan hidup di daerah Pinang Sebatang Barat, Kecamatan Tualang, di tengah hutan industri akasia.

RADARPEKANBARU.COM - Wakil Ketua Komisi B Kabupaten Siak, Ismail, mengungkap dugaan pelanggaran kegiatan pengolahan limbah berbahaya dan beracun oleh perusahaan industri kertas PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) di Provinsi Riau.

IKPP menimbun abu sisa pembakaran dari pabrik ke dalam tanah dengan tidak sesuai prosedur, sehingga dikhawatirkan berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

"Limbah bahan beracun dan berbahaya PT IKPP berupa abu pembakaran boiler pabrik kertas dibuang tak sesuai aturan kementerian lingkungan hidup di daerah Pinang Sebatang Barat, Kecamatan Tualang, di tengah hutan industri akasia.Mereka gali tanah hampir kedalaman delapan meter, kemudian mereka timbun galian tersebut dengan limbah berbahaya tanpa penyimpanan langsung ke tanah," kata Ismail kepada wartawan di Pekanbaru, Kamis (17/3).

Ia mengatakan selaku Wakil Ketua Komisi B yang membidangi analisis dampak lingkungan (Amdal), tindakan pengolahan limbah tersebut kuat dugaan melanggar aturan dan sangat membahayakan masyarakat karena rata-rata warga di Kecamatan Tualang menggunakan air bawah tanah untuk kebutuhan sehari-hari.

Ismail mengatakan awalnya mendapat informasi kegiatan penimbunan limbah itu dari warga setempat, dan ia langsung mengeceknya ke lokasi.

"Ternyata lokasi penimbunan abu limbah itu tidak jauh dari permukiman warga, bahkan dekat dari rumah saya sendiri, hanya berjarak sekitar dua atau tiga kilometer.

Saya dari awal sudah curiga kenapa sekarang ini truk penuh muatan sering lewat di jalan, isinya kerap tercecer dan bentuknya lumpur tapi bukan seperti tanah biasa. Kasihan warga menghirup zat kimia," katanya.

Ismail mengatakan, dalam aturan yang berlaku seharusnya perusahaan mengolah lebih dulu limbah berbahan berbahaya dan beracun (B3) itu ke dalam tempat penampungan (lenvile) dengan izin resmi instansi terkait. Penampungan itu harus memiliki dinding dengan ketebalan sekitar satu meter dan kedap air, dengan instalasi penyulingan hingga limbah itu aman. "Abu bekas pembakaran di pabrik kertas sangat berbahaya karena mengandung kapur, batu bara dan zat kimia lainnya. Padahal, kalau limbah itu dikelola dengan benar bisa menjadi semacam sulfat untuk jadi pencambur bahan baku pabrik semen," katanya.

Menurut dia, limbah diduga mengandung kimia berbahaya yang ditimbun secara sembarangan itu dikhawatirkan akan berdampak buruk pada lingkungan dan masyarakat setempat. Ia meminta pemerintah daerah dan instansi terkait untuk segera memeriksa kegiatan tersebut, karena ia mendapat informasi bahwa pihak perusahaan sudah menyiapkan puluhan hektare lahan untuk menimbun limbah abu berbahaya itu.

"Saat ini sudah puluhan hektar lahan mereka siapkan dan sebahagian limbah sudah mulai diratakan lalu untuk mengelabui, mereka tutup atasnya dengan tanah kuning. Perusahaan membeli lahan milik masyarakat di sana untuk kegiatan ini, rencananya ada delapan lokasi dan ini harus dihentikan mumpung baru terjadi pada satu lokasi," kata Ismail yang mengaku juga memiliki bukti foto-foto kegiatan penimbunan limbah itu di Desa Pinang Sebatang Kecamatan Tualang.

Ia menambahkan, di lokasi penimbunan tersebut perusahaan juga tidak ada memasang peringatan apa pun mengenai kegiatan yang sedang dilakukan. Ismail menyayangkan pihak perusahaan yang tidak melakukan sosialisasi dan meminta izin kepada masyarakat dan perangkat desa setempat.

"Saya minta Pemprov Riau dan Pemda Siak segera usut tuntas hal ini karena dikhawatirkan dampak lingkungannya akan muncul di masa depan. Pemerintah jangan tutup mata," tegasnya.

Sementara itu, Humas PT IKPP Armadi ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa perusahaan menimbun limbah B3 di lokasi Desa Pinang Sebatang Barat Kecamatan Tualang. Namun, aktivitas itu sudah mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan lewat surat Nomor 09.05.09 tahun 2014 tentang Izin Penimbunan Limbah B3 Lenvil Kategori Tiga Fase Empat.

"Memang benar lokasi itu menjadi penimbunan limbah B3, tapi kami sudah mendapat izinnya sejak tahun 2014 dan kegiatan baru dilakukan sejak Maret 2015. Sebenarnya kegiatan itu sudah lama, dan dilakukan setelah ada izin," ujar Armadi.

Selain itu, ia mengatakan pemerintah setempat juga sudah memberikan izin melalui Keputusan Bappedal Siak No.04/Bappedal/95 tentang Persyaratan Penimbunan Limbah B3. Terkait tidak adanya papan pengumuman di lokasi penimbunan dan tudingan kurangnya sosialisasi, Armadi mengatakan hal itu akan menjadi perhatian bagi pihak perusahaan.

"Penimbunan itu lokasinya di lahan kita, bukan dilokasi permukiman warga meski memang benar itu sudah di luar lokasi pabrik," ujarnya. (Ant)