Kalau Begitu Mari Kaji Ulang Kontrak Investor Asing dalam Eksplorasi Migas Riau

Ahad, 14 Februari 2016

Menyoroti Chevron yang menguasai tambang minyak di Riau. Perusahaan asal Amerika Serikat ini dinilai memiliki reputasi terkait korupsi dan penggelapan pajak di beberapa negara.

RADARPEKANBARU.COM - Pemerintah perlu mengkaji ulang semua kontrak karya dengan investor asing dalam melakukan eksplorasi pertambangan mineral dan batubara (minerba) dan migas di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga diminta mengembalikan posisi Pertamina sebagai leading sector dalam industri perminyakan di Indonesia.

Desakan kepada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) / Jusuf Kalla ini merupakan benang merah diskusi resolusi hasil diskusi dengan tema,“Aspek Nasionalisasi Dalam Pengelolaan Hasil Pertambangan Minerba dan Migas Untuk Kesejahteraan Bangsa” yang diselenggarakan Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) bekerjasama dengan International Transport workers’ Federation (ITDF) di Jakarta, Jumat (12/2) sebagaimana dalam siaran pers yang diterima SP, Sabtu (13/2).

Presiden Eksektutif KPI Hanafi Rustandi mengatakan, konglomerasi asing mendominasi eksplorasi dan ekploitasi hasil pertambangan mineral dan batubara (minerba) serta migas di Indonesia, antara lain Freeport-McMoran Copper & Gold Inc, PHI Group, Coke Resources, Exxon Mobil, Shell, British Petroleum, Total SA, Chevron Corp., Chonoco-Philips, Inpex dan CNOOC. Rata-rata kepemilikan sahamnya antara 75-90% dan merupakan saham mayoritas.

Melihat besarnya dominasi asing itu, Hanafi mengingatkan semua elemen masyarakat Indonesia untuk waspada dan proaktif memantau dan mengawasi perilaku perusahaan-perusahaan multinasional yang berinvestasi dalam proyek-proyek minerba dan migas di Tanah Air.

Untuk memastikan industri migas dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan perekonomian nasional, Hanafi mendesak pemerintah untuk memperketat kontrak dan regulasi terhadap semua operator migas agar mereka mengutamakan transparansi, akuntabilitas dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Dalam hal ini, ia menyoroti Chevron yang menguasai tambang minyak di Riau. Perusahaan asal Amerika Serikat ini dinilai memiliki reputasi terkait korupsi dan penggelapan pajak di beberapa negara. Tapi untuk di Indonesia, Hanafi yakin telah terdokumentasi dengan baik.

Sorotan tajam terhadap Chevron juga dilontarkan Sofyani Fasiol dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu. Ia menilai migas di Indonesia bukan saja dicuri, tapi dirampok oleh perusahaan asing, termasuk Chevron yang menguasai ladang minyak di Blok Rokan, Riau, dengan produksi 200.000 barel per hari. “Sudah 40 tahun Chevron menguras, bahkan merampok minyak di Riau. Tapi belakangan Chevron akan mem-PHK 1.500 karyawan,” ujarnya.

Menurut Faisol, besaran gaji 1.500 karyawan itu sama dengan 40 expatriat Chevron. “Dari pada mem-PHK 1.500 karyawan, lebih baik kita mengusir 40 expatriat Chevron itu,” tegasnya.

Sebagai pengggantinya, kata Faisol, Pertamina sanggup mengeksplorasi minyak di Rokan karena sudah 70 tahun berpengalaman mengelola minyak, mulai pengeboran sampai distribusi.

Untuk itu, ia mendesak pemerintah untuk mengembalikan peran sentral Pertamina sebagai leading sector dalam industri minyak di Indonesia. UU Migas yang berbau liberal perlu direvisi dan mengembalikan posisi Pertamina seperti dulu sebagai regulator migas di Indonesia.

Terkait hal ini, Hanafi menegaskan, armada kapal Pertamina harus diperkuat dengan memperbanyak kapal milik. “Kapal minyak Indonesia harus diangkut oleh kapal Pertamina yang seluruhnya diawaki oleh warga negara Indonesia,” tegas Hanafi.(radarpku)

Suara Pembaruan