Kasus Lahan Bhakti Praja Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar Didakwa Pasal Berlapis

Kamis, 28 Januari 2016

Tengku Azmun Jaafar

RADARPEKANABRU.COM - Mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, didakwa pasal berlapis oleh jaksa penuntut umum (JPU) terkait dugaan keterlibatan pada korupsi Pengadaan dan Perluasan Lahan Kompleks Perkantoran Pemerintahan Bhakti Praja.
          
Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Rabu, dua JPU dari Kejaksaan Pangkalan Kerinci mendakwa terdakwa dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, atau Pasal 12, jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak podana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
           
Kepada majelis hakim yang diketuai oleh Rinaldi Triandiko, JPU Yuriza Antoni dan Ari Purnomo menjelaskan kasus yang menjerat Azmun Jaafar ini bermula pada tahun 2002 lalu.
     
"Ketika itu Pemerintah Kabupaten Pelalawan membeli lahan seluas 110 hektar yang akan dipergunakan sebagai lahan perkantoran pemerintah, yang diberi nama Bhakti Praja," ungkap JPU Yuriza Antoni, yang juga merupakan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Pangkalan Kerinci tersebut.
      
Setelah lahan tersebut dibeli, lanjutnya, ternyata kembali dilakukan pengadahaan lahan untuk proyek yang sama pada tahun 2007, 2008, 2009, dan 2011. Lahan tersebut tidak dicatatkan sebagai aset Pemda sesuai Lampiran 2 huruf c Kepmendagri Nomor 11 tahun 2011, tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, dan Pasal 1 angka 16 Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000, tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
          
Selain itu, dalam dakwaannya JPU juga menyatakan bahwa dari luasan 110 hektar itu, ada 30 hektar lahan yang dianggap dua kali ganti rugi yang dilakukan Pemda Pelalawan, dimana saat itu terdakwa masih menjabat sebagai Bupati.
          
Nilai ganti rugi untuk 30 hektare tersebut, didakwaan disebutkan anggaran dana pembelian lahan sekitar Rp4,5 miliar pada tahun 2007. Dari jumlah tersebut, Rp3,3 diduga disetorkan ke Azmun.
           
Sedangkan sisanya Rp1,2 miliar dibagikan ke pejabat lainnya, Marwan Ibrahim, Lahmudin dan Al Azmin dimana ketiganya sudah divonis bersalah sebelumnya. Jaksa menilai bahwa lahan 30 hektare tersebut merupakan lahan pemerintah yang sudah pernah diganti rugi sebelumnya.
          
"Sesuai perhitungan kerugian negara oleh BPKP telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 38 miliar," lanjutnya.
      
Perlu diketahui, penanganan perkara terhadap mantan orang nomor satu di Pelalawan ini dilakukan oleh Penyidik Polda Riau, atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru saat menjatuhkan vonis terhadap mantan Wakil Bupati Pelalawan, Marwan Ibrahim, yang menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.
           
Dalam putusannya kala itu, majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua, Achmad Setyo Pudjoharsoyo, meminta penyidik untuk menindaklanjuti perkara dengan memeriksa Tengku Azmun Jaafar. Dalam perkara ini hakim menilai, Azmun menjadi orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi berjamaah tersebut.
           
Selain itu, dari kesaksian ketujuh terpidana, yakni Syahrizal Hamid, Lahmuddin, Al Azmi, Tengku Alfian Helmi, Rahmad, Tengku Kasroen, dan Marwan Ibrahim, serta bukti-bukti terkait maka mengarah ke Tengku Azmun Jaafar sebagai pihak yang turut bertanggungjawab dalam pengadaan lahan yang terjadi pada 2002, 2007, 2008, 2009 dan 2011.(*)


Antara