Polda Riau Usut Kasus Perdagangan Bayi Orangutan Tipe Pongo Abelii

Senin, 09 November 2015

Bayi orang utan jenis pongo abelii

RADARPEKANBARU.COM- Organisasi perlindungan satwa World Wildlife Fund menyatakan dukungan kepada Kepolisian Daerah Riau untuk mengusut tuntas kasus perdagangan Orangutan Sumatera yang baru saja diungkap dan berhasil mengamankan tiga bayi primata itu.

"Pertama, kami mengapresiasi penegakan hukum dari Polda Riau karena ini adalah yang pertama kali sindikat perdagangan bayi Orangutan terungkap di Riau. Kedua, kami mendukung Polda Riau untuk mengusut tuntas pelaku lainnya dari penjual hingga pembelinya untuk bisa diseret ke pengadilan," kata Koordinator Perlindungan Satwa Dilindungi WWF-Indonesia, Osmantri, kepada wartawan di Pekanbaru, Senin (9/11).

Osmantri menjelaskan, ketiga bayi Orangutan Sumatera itu merupakan spesies "pongo abelii" yang berasal dari habitat hutan di Taman Nasional Gunung Leuser yang berada di Provinsi Aceh dan sebagian kecil Sumatera Utara. Primata itu adalah satwa yang dilindungi karena jumlahnya terus berkurang dan terancam punah (critically endangered).

"Berdasarkan riset terakhir, populasi mereka tinggal 3.500 ekor. Dengan adanya kondisi perdagangan satwa liar ini ditambah luas hutan yang terus menyusut, Orangutan Sumatera sangat rentan," katanya.

Menurut dia, perburuan Orangutan untuk satwa koleksi masih terus mengancam kelestarian Orangutan Sumatera. Bahkan, ia mengatakan beberapa kasus menunjukkan satwa ini diperdagangkan di luar negeri.

Perdagangan Orangutan beroperasi dengan membentuk sindikat yang rapi dan sadis karena tak segan menghabisi nyawa induk Orangutan untuk mengambil bayi-bayinya. "Ironisnya, pemburu kerap membunuh induknya," kata Osmantri.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Riau AKBP Guntur Aryo Tejo menjelaskan upaya perdagangan tiga bayi Orangutan tersebut dilakukan oleh tiga warga asal Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Ketiga pelaku yang berhasil diamankan pada Sabtu (7/11) lalu tersebut yakni Ali Ahmad (53), Awaluddin (38), dan Khairi Roza (20).

"Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka dengan salah satu tersangka merupakan oknum Pegawai Negeri Sipil asal Aceh," jelas Guntur.   

Dia menjelaskan keberhasilan petugas mengungkap perdagangan satwa dilindungi itu berawal dari laporan masyarakat yang menyebutkan akan adanya transaksi Orangutan di daerah Palas, Pekanbaru.

Selanjutnya petugas Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus melakukan penyelidikan terkait laporan tersebut dan berhasil mengidentifikasi para pelaku. Pelaku mengendarai mobil "minibus" berplat polisi BK 1156 KB sedang berhenti untuk menunggu calon pembeli. Saat salah satu pelaku keluar dari mobil, petugas langsung mengamankannya.

"Salah satu pelaku berhasil diamankan, namun dua yang masih di dalam mobil berusaha kabur. Kedua pelaku mengalami kecelakaan dan kembali dapat diamankan," jelasnya.

Saat diperiksa mobil ketiga pelaku, petugas berhasil menemukan tiga bayi Orangutan yang berada di dalam kandang dari keranjang buah plastik berwarna putih.

Dari pemeriksaan sementara, pelaku mengaku membeli bayi Orangutan yang terdiri satu jantan dan dua betina itu seharga Rp5 juta per ekor dari Desa Lokoh, Kecamatan Tamiang.

"Sementara di Pekanbaru akan dijual seharga Rp25 juta per ekor. Sekarang kita masih mengejar baik penjual pertama yang di Aceh maupun pemesan yang di Pekanbaru," tegasnya.

Polda Riau menjerat tersangka dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.(*)