Suparman Bekas Ketua DPRD Riau Kumpulkan Wartawan di Hotel Berbintang,Klarifikasi Kasus Penganiayaan

Jumat, 18 September 2015

Suparman Tunjukan Alat Bukti

RADARPEKANABRU.COM-Mantan Ketua DPRD Riau Suparman membantah telah melakukan perampasan sertifikat tanah, menganiaya dan mengancam seperti yang dilaporkan Akmaluddin, warga Jalan Tengku Bey, Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru.

Kepada sejumlah wartawan di restoran salah satu hotel berbintang Pekanbaru, Jumat (18/9/15), Suparman mengaku sebenarnya tidak ingin berpolemik di media massa. Oleh karenanya, dia membawa saksi saksi yang mengetahui peristiwa yang dilaporkan di SPKT Polda Riau oleh Akhmaluddin dan sejumlah bukti kuitansi pembelian dan perlunasan pembayaran sebidang tanah di Kota Pasir Pangaraiyan, ibukota Kabupaten Kabupaten Rokanhulu (Rohul).

"Setelah melihat bukti bukti ini teman teman wartawan bisa menyimpulkan sendiri siapa sebenarnya pemilik tanah itu. Dan untuk tuduhan perampasan sertifikat, silahkan lihat di rekaman hendpon anggota saya ini. Tampakkan si Kemal (pelapor) menyerahkan sendiri serfikat tanah saya yang ditahannya," kata Suparman sambil memperlihatkan rekaman video yang diambil secara diam diam dengan menggunakan smartphone.

Ketika tanya apa langkah hukum yang akan ditempuhnya terkait laporan terhadap dirinya, Suparman menyatakan dia hanya menunggu kesadaran pelapor untuk menyelesaikannya dalam waktu dua hari ke depan. Jika tidak ada itikat baik dari pelapor, Suparman akan melaporkan baik Akhmaluddin dengan tuduhan penggelapan, pencemaran nama baik dan upaya pemerasan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Akhmaluddin mengadukan Suparman ke Kepolisian Daerah (Polda) Riau oleh dengan tuduhan ancaman kekerasan sesuai pasal 368 KUHPidana.

Akmal yang ditemui di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Kepolisian Daerah (Polda) Riau, Kamis malam (17/9), menyatakan, sebenarnya dirinya telah membuat laporan kemarin malam dengan Laporan Polisi Nomor LP : /411/IX/2015/SPKT/RIAU tertanggal 16 September 2015.

"Saya melaporkan Bapak Suparman dengan dugaan pemukulan, pengancaman, dan perampasan surat surat akta perjanjian jual beli tanah. Saya langsung di-BAP (Berita Acara Pemeriksaan, Red) dan selesai, Kamis dinihari sekitar jam 2 malam," tuturnya.

Namun anehnya, saat akan membuat laporan visum di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Polda Riau, pihak rumah sakit tidak mau memprosesnya mengingat dalam LP disebutkan pasal yang dipakai adalah Pasal 368 KUHPidana adalah tentang ancaman kekerasan, bukan penganiayaan.

Padahal, sebut Akmal, dalam BAP dirinya sudah menjelaskan bahwa terjadi aksi kekerasan berupa kerah bajunya ditarik dan kepalanya sempat dipukul sebanyak 2 kali. "Bukti kekerasan itu adanya luka goresan di antara leher dan dada. Mungkin kena kuku Pak Suparman," ungkapnya.

Sedangkan bentuk perampasan itu dialaminya, saat Suparman mengambil surat tanah. Sedangkan tindakan pengancaman diduga dilakukan di dalam mobil, saat pelapor dibawa keliling oleh Suparman dan beberpa orang temannya.

Bahkan di dalam mobil, salah seorang teman Suparman yang mengaku polisi sempat mengancam Akmal dan menyebutkan: "Penipu Kau! Mau kubolongi kaki Kau, katanya sambil mengangkat yang menyerupai pistol di pinggang. Tapi dia tak sampai menodongkan senjata. Hanya mengangkat lalu memasukkan kembali di pinggangnya".

Karena tidak bisa membuat laporan visum, Kamis malam, Akmal kembali ke SPKT Polda Riau untuk mengubah laporannya. Namun disarankan untuk kembali lagi besok pagi (Jumat, 18/9/15).

Akmal mengaku, tindakannya melaporkan Suparman ke Polda Riau tidak ada unsur politik. Pelaporannya itu bermula saat jual beli sebidang tanah di Pasir Pangaraiyan seharga Rp110 juta. Dalam perjanjian di bawah akta notaris Wahyuni Nasution, Suparman setuju membeli tanahnya seharga Rp110 juta dengan uang Rp50 juta. Sedangkan sisa pembayaran yang Rp60 juta akan dilunasi dalam jangka waktu dua bulan sejak perjanjian dibuat, Selasa, 17 April 2007.

"Tetapi lewat dari tanggal kesepakatan itu, Bapak Suparman belum juga melunasinya. Dia hanya mencicil beberapa kali dan setelah hitung masih ada uang saya sebesar Rp40 juta lagi yang belum dibayarkan Bapak Suparman," kata Akmal.

Tuduhan Akmal ini hanya ditanggapi Suparman dengan memperlihatkan kuitansi pembayaran sebesar Rp20 juta dan disebutkan sisanya yang Rp10 juta lagi dibayarkan setelah surat akta selesai. Sementara Akmal sendiri setelah menerima uang tersebut pada tanggal 11 Desember 2012. Suparman kaget ketika tanah yang sudah dianggapnya lunas tadi akan dijual oleh Akhmaluddin ke orang lain. (son)


Sumber : Riauterkini