Tuntutan Rp 1 Triliun ke Pembakar Hutan Riau Belum Masuk Meja Hakim Agung

Kamis, 10 September 2015

Pembakar Hutan Riau Belum Masuk Meja Hakim Agung

Jakarta, (Radarpekanbaru.com)- Jaksa menuntut PT National Sago Prima (NSP) sebesar Rp 1 triliun karena membakar hutan di Riau. PT NSP membantah keras tudingan jaksa tersebut. Jaksa tengah mengajukan kasasi untuk kasus ini.

Berdasarkan penelusuran di info perkara Mahkamah Agung (MA), Kamis (10/9/2015), perkara tersebut belum masuk ke MA. Perkara yang terakhir masuk dari Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis untuk perkara pidana khusus yaitu atas nama Ilyas Alias Iyas bin Samsur dalam perkara anak dengan nomor perkara 1185 K/PID.SUS/2015.

Adapun kasus PT NSP, duduk sebagai terdakwa yaitu Manajer Cabang PT NSP Erwin dan Manajer PT NSP, Nowo. PT NSP dituntut denda Rp 5 miliar dan dana pemulihan lahan hutan Rp 1 triliun, sedangkan Erwin selama 6 tahun penjara dan Nowo selama 18 bulan penjara.

Oleh PN Bengkalis, PT NSP hanya didenda Rp 2 miliar yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru pada 1 Juni lalu. Adapun Erwin dan Nowo divonis bebas. Atas putusan tersebut, jaksa lalu kasasi.

Menurut jaksa, putusan yang dijatuhkan oleh PN Bengkalis tidak bersifat preventif bagi terjadinya tindak pidana sejenis akibat ringannya pidana denda yang harus dibayar oleh Terdakwa.

Bahwa hukuman yang terlalu ringan tersebut tidak menimbulkan efek jera bagi Terdakwa mengingat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa sudah melanggar norma-norma lingkungan hidup sehingga menimbulkan banyaknya kerugian baik secara materiil maupun imateriil dalam skala besar.

Saat ditelusuri perkara ini di website PN Bengkalis, tidak ditemukan alur perkara kasus PT NSP ini. Padahal menurut Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali, website pengadilan harus update untuk memberikan informasi perkara yang update kepada masyarakat.

"Semua putusan wajib dimasukkan, pencari keadilan tidak perlu bertanya dan datang ke pengadilan di mana perkaramya didaftar dan disidangkan. Tinggal membuka website Mahkamah Agung, jadi para pencari keadilan akan lebih mudah mendapatkan atau mengakses informasi pengadilan," ujar Hatta Ali di Kupang, awal bulan ini.

Atas dakwaan jaksa ini, PT NSP membantah keras jika pihaknya dituduh sebagai pelaku pembakar hutan.

"Klien kami, PT NSP, tidak terbukti melakukan tindak pidana pembakaran hutan. Putusan pengadilan tingkat pertama tersebut kemudian dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru (Riau) yang menegaskan bahwa asal api terbukti justru bukan berasal dari area konsesi PT NSP," kata kuasa hukum PT National Sago Prima (NSP), Sahala Sihombing.

Di kasus kerusakan lingkungan, MA pernah menghukum PT SI dan PT SPI. Keduanya mengeksplorasi kawasan pesisir di Desa Simpang Pesak, Kecamatan Dendang, Kabupaten Belitung Timur, Bangka Belitung sejak dekade tahun 2000. Kedua perusahaan itu menyulap hutan lindung menjadi lokasi penambangan pasir kwarsa, tanah liat dan tanah bangunan dengan membuka lahan untuk perkantoran, bengkel, mess pekerja, tempat pencucian bahan galian hasil tambang dan eksploitasi air tanah di lokasi itu.

Pada 23 Mei 2014, hakim agung M Saleh dengan anggota hakim agung Prof Dr Abdul Manan dan hakim agung Dr Zahrul Rabain menghukum PT SI dan PT SPI sebesar Rp 32 miliar. Dana ini digunakan untuk memulihkan lahan yang rusak.Lalu bagaimana akhir cerita PT NSP?

(asp/fdn/dtk)