Cara Jusuf Kalla Beri Hormat Bendera Pusaka Sudah Sesuai Aturan

Senin, 17 Agustus 2015

Perbandingan Foto Era Sukarno dan Jokowi

JAKARTA-Siang ini netizen Indonesia diramaikan oleh aksi Wakil Presiden Jusuf Kalla yang tidak hormat saat pengibaran bendera di upacara peringatan HUT ke-70 Republik Indonesia, di Istana Merdeka.

Lalu apakah itu kemudian bertentangan dengan aturan yang ada di Indonesia?

Jika merujuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, penghormatan kepada bendera pusaka telah diatur di Pasal 20.

"Penghormatan terhadap Bendera Kebangsaan seperti diatur dalam pasal ini sudah lazim di semua negeri. Semua orang yang tidak berpakaian seragam, harus membuka semua jenis penutup kepala kecuali kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi - wanita yang dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan," tulis penjelasan untuk Pasal 20 itu.

Selanjutnya penjelasan Pasal 20 adalah, "dalam kudung termasuk juga tutup kepala yang digunakan oleh non dari agama Khatolik. Yang dimaksud dengan topi-wanita ialah topi yang menurut kebiasaan dipakai oleh wanita barat sebagai pelengkap pakaiannya seperti halnya dengan kudung yang dipakai wanita Islam," ungkap penjelasan pasal tersebut.

Penjelasan Pasal 20 di PP Nomor 40/58 menerangkan secara lebih detail mengenai hormat terhadap bendera kebangsaan yang disandingkan paling atas dari simbol-simbol lain. Bendera dikibarkan harus lebih tinggi dari simbol apapun terkecuali bersandingan dengan bendera negara lain, karena setiap negara adalah sederajat.

Menyoal JK yang tidak menghormat pada bendera pusaka, Pasal 20 secara eksplisit tidak mengatur agar penghormatan dilakukan dengan mengangkat tangan kanan sambil merapatkan jari dan menyimpannya di pelipis.

Di Pasal 20, yang juga dijelaskan dalam penjelasan di atas mengungkapkan, bahwa "Pada waktu upacara penaikan atau penurunan Bendera Kebangsaan, maka semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak, berdiam diri, sambil menghadapkan muka kepada bendera sampai upacara selesai." Pasal tersebut dengan jelas tidak mengatakan teknis dan cara menghormat yang harus dilakukan.

Meski kemudian dalam kalimat berikutnya dijelaskan, "Mereka yang berpakaian seragam dari sesuatu organisasi memberi hormat menurut cara yang telah ditentukan oleh organisasinya itu." Dalam tafsir terserbut, cara menghormat menjadi suatu kebiasaan sebuah organisasi, dalam hal ini bisa disebut seperti Polri atau Tentara Nasional Indonesia yang memiliki budaya penghormatannya sendiri.

Penjelasan mengenai mereka yang tidak berseragam memiliki aturan tersendiri untuk memberikan penghormatan, PP 40/1958 Pasal 20, di kalimat terakhir menjelaskan, "Mereka yang tidak berpakaian seragam memberi hormat dengan meluruskan lengan kebawah dan melekatkan tapak tangan dengan jari-jari rapat pada paha, sedang semua jenis penutup kepala harus dibuka, kecuali kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi-wanita yang dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan."

Khusus penjelasan mengenai tutup kepala telah dijelaskan sebelumnya dalam penjelasan pasal 20.

Sehingga jika merujuk aturan, seorang Jusuf Kalla tidak melanggar aturan yang ada, karena penghormatan dengan mengangkat tangan dan menempatkannya di pelipis tidak pernah masuk dalam sebuah aturan untuk penaikan dan penurunan bendera pusaka. "Beri Hormat" seperti gerakan pada umumnya, merupakan budaya atau aturan yang dilakukan dalam sebuah organisasi dengan aturan tersendiri.

Perdebatan mengenai tindakan JK tersebut akhirnya merangksek naik dalam topik paling populer di Twitter di hari Kemerdekaan Indonesia ke-70, mewarnai topik populer lainnya yang kebanyakan bercerita tentang hari kemerdekaan Indonesia. (CNN)