Serambi Mekkah Tercoreng, Masuk Kerja Terpaksa Nyogok Pakai Seks

Rabu, 10 Juni 2015

Ilustrasi

BANGKINANG, RADARPEKANBARU.COM - Nama Serambi mekkahnya Riau tercoreng, Polemik gaji Tenaga Harian Lepas (THL) atau Tenaga Bantuan Kesehatan (TBK) yang belum dibayarkan setahun, memunculkan isu miring.

Isu miring itu antara lain ada THL terpaksa membayar sogokan dengan seks agar dapat diterima. Informasi ini diperoleh wartawan dari  narasumber, Selasa (9/6/2015) kemarin.


Menurut sumber, ada THL rela tubuhnya ditiduri karena tidak sanggup membayar uang pelicin asal dapat diterima.

"Diminta hingga Rp 50 juta. Tapi nggak sanggup. Terpaksa nyogok pakai seks," ujar sumber mengaku berteman dengan THL tersebut.

Adapun THL yang menjajahkan tubuhnya itu kepada oknum Dinas Kesehatan Kampar pada perekrutan 2014 lalu.

Menurut sumber, ada beberapa THL kini telah diangkat melalui jalur "mesum" tersebut. Eksekusi berlangsung di hotel di Pekanbaru. "Orang yang bersangkutan itu langsung yang cerita," ujarnya.

Sementara itu, kekecewaan THL semakin mendalam karena Dinas Kesehatan Kampar menyanggupi pembayaran gaji hanya untuk tahun 2015 saja. Sementara untuk tahun 2014 belum jelas realisasinya.Padahal pengorbanan untuk diterima menjadi THL tidak sedikit. Koordinator Serikat Buruh Medis Kampar (SBMK) Rian Azrianda yang juga aktivis Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI) mengatakan, polemik THL merupakan buntut dari program Puskesmas 24 Jam. Dinkes melakukan perekrutan THL besar-besaran.

Program itu telah mendapat penghargaan dari Pemprov Riau. Artinya, Pemprov Riau menganggap program tersebut berhasil. Menurut Rian, program tersebut seakan menimbulkan petaka bagi THL.

Rian mengatakan, indikasi beredarnya SK pengangkatan fiktif di tangan THL belum terkuak. Selain itu, ada juga THL yang tidak pernah bekerja, namun menerima gaji.

"Sementara yang bekerja, tidak menerima gaji. THL yang tidak digaji, mengaku pernah menandatangani amprah gaji 2014," katanya.

Bukan itu saja, tambah Rian, para THL masih mendapat gaji untuk sembilan kali per tahun. Padahal, mereka bekerja 12 bulan penuh setahun. Selain itu, hak izin sakit dan cuti melahirkan tidak didapat, seperti dilansir oleh tribunpekanbaru.com.(radarpku/tpc)