Nasib KPK Setelah Perppu Sah Jadi UU

Rabu, 29 April 2015


RADARPEKANBARU.COM-Korupsi merupakan permasalahan setiap bangsa. Tidak ada satupun negara di dunia yang benar-benar bersih dari korupsi. Seramnya, bahaya korupsi di suatu negara bisa mempengaruhi perekonomian dunia. Itu sebabnya, pusat keuangan dunia seperti di Uni Eropa dan Amerika Serikat harus bekerja sama dengan negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat demi menghentikan korupsi. Tujuannya satu: agar perekonomian dunia tidak ikut terganggu.

Usai masa Orde Baru, Indonesia dilanda kekhawatiran hebat: tingkat korupsi. Dengan semangat reformasi, dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengatasi kekhawatiran itu. Meski demikian, ternyata World Bank dan IMF juga ikut andil dalam pembentukan komisi anti-rasuah itu pada 2003 lalu.

Itulah sepenggal kisah yang disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie Massardi dalam diskusi "Perppu KPK" di Perpusatakaan MPR RI, Kompleks Gedung Parlemen RI, Senayan, Jakarta Pusat. Dalam kesempatan itu, Adhie menjelaskan, itu sebabnya KPK lebih berfokus pada efisiensi birokrasi.

"KPK lahir atas dorongan World Bank dan IMF agar perputaran uang di Indonesia menjadi efisien dan tidak digunakan untuk kepentingan lain. Makanya, KPK tidak pernah menyentuh perijinan SDA karena fokusnya selama ini hanya ke pembersihan birokrasi," ungkapnya siang itu, Senin (27/4/2015).

Kepada sejumlah wartawan yang menjadi peserta diskusi siang itu, Adhie berpendapat, apa yang dilakukan KPK selama ini tidak menghasilkan apapun di masyarakat, termasuk efek jera. Malah, KPK digunakan sebagai alat oleh pihak tertentu, entah untuk menakut-nakuti atau sebagai ajang pencitraan.

Katanya, belum ada manfaat sungguh-sungguh atas kerja KPK. Meski demikian, ia mengakui, sejak adanya KPK, masyarakat jadi sadar bahwa korupsi adalah musuh bersama.
Dengan disahkannya Perppu KPK menjadi Undang-Undang pada 24 April 2015 yang lalu, mantan juru bicara Presiden KH Abdurrahaman Wahid ini berharap, KPK bisa lebih menunjukkan taringnya dalam pemberantasan korupsi.

Adhie dalam kesempatan itu juga mengapresiasi catatan-catatan yang diberikan Komisi III DPR sebelum mengesahkan Perppu tersebut menjadi UU, di antaranya bahwa Pimpinan KPK tidak boleh mengundurkan diri untuk menjadi pejabat negara lainnya selama menjabat sebagai pimpinan KPK dan dua tahun pasca-menjabat sebagai pimpinan KPK.

"Hal ini untuk menjaga integritas pimpinan KPK. Kita berkaca dari kasus Abraham Samad kemarin. Ketika dia ditawari menjadi Wakil Presiden, kita tidak bisa menyanggah, karena itu hak dia dan dia memenuhi kriteria," jelas Adhie.

Selain itu, Adhie juga mendorong pemerintah untuk mempercepat proses seleksi calon Pimpinan KPK periode 2015-2019. Ini supaya masyarakat juga bisa menilai pimpinan KPK sehingga uji publik semakin jelas.

Meski demikian, ia merasa UU tersebut masih punya banyak cacat. Pemerintah, katanya, harus benar-benar mengkaji UU KPK agar lembaga yang menjadi tonggak pemberantasan korupsi ini bisa benar-benar berjalan tanpa intervensi dunia luar.

"KPK ini harus fokus. Cari di mana sumber korupsi itu. Itu saja bersihkan," katanya menutup diskusi siang itu.(kmps)