Industri Siasati Peringatan Bergambar di Kemasan Rokok

Jumat, 16 Januari 2015

Ilustrasi

JAKARTA,RADARPEKANBARU.COM-Sudah hampir tujuh bulan industri rokok diwajibkan mencantumkan peringatan bergambar pada kemasan rokok. Pemerintah terus berupaya membuat semua industri mematuhi peraturan itu. Di tengah kondisi itu, justru muncul siasat industri rokok untuk menghindarkan konsumen melihat gambar peringatan.

Beberapa waktu lalu, muncul kemasan kaleng untuk menyimpan rokok. Ini merupakan salah satu upaya menghindari kemasan bergambar. Sekarang, Kementerian Kesehatan menemukan bentuk lain, yakni penjualan stiker untuk menutup gambar peringatan.

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Lily S Sulistyowati dalam acara Launching Kerangka Kerja Muhammadiyah dalam Pengendalian Tembakau dan Deklarasi Tim Pengendalian Tembakau di Muhammadiyah, Kamis (15/1), di Jakarta.

"Peringatan bergambar sudah diterapkan tahun 2014 berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013. Tapi, di pasar ada kreativitas untuk menghindari,"ujarnya.

Hal itu, kata Lily, berupa penjualan stiker bergambar wanita cantik untuk menutup gambar seram pada kemasan rokok. "Kami mendapati hal itu di Yogyakarta. Beli satu bungkus rokok dapat tiga stiker," katanya.

Hal tersebut menunjukkan, gambar peringatan memang berdampak pada konsumen. Kebanyakan konsumen memilih bungkus dengan gambar yang lebih netral, yakni pria merokok dengan asap berbentuk tengkorak dan pria merokok sambil menggendong anak.

Lily juga mengkhawatirkan pembiasaan citra rokok pada anak-anak. Di Sulawesi, misalnya, ia menemukan permen berbentuk rokok dan bungkus seperti batang rokok yang dijual di lingkungan sekolah dasar. Hal itu mengenalkan anak pada rokok sehingga berpotensi membuat si anak terpicu mencoba rokok hingga akhirnya kecanduan.
Ancaman global

Rokok dan paparan asap rokok merupakan salah satu ancaman paling berbahaya bagi kesehatan di tingkat global. Produk tembakau memicu 5 juta kematian di dunia setiap tahun, dengan 200.000 kasus terjadi di Indonesia.

Tren merokok di Indonesia saat ini adalah 67,4 persen jumlah penduduk laki-laki dan 4,5 persen penduduk perempuan. Angka tersebut membuat Indonesia termasuk negara dengan tingkat konsumsi rokok tertinggi di dunia.

Namun, kata Erwin Santosa, Ketua Muhammadiyah Tobacco Control Center, pemerintah belum meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Muhammadiyah berkomitmen, antara lain, lewat fatwa haram rokok dan penerapan regulasi di internal Muhammadiyah yang mengadopsi ketentuan FCTC. Karena saat ini telah terlambat untuk melakukan ratifikasi, Muhammadiyah mendesak pemerintah segera mengaksesi FCTC.***

Sumber : Kompas