ICW : Lepas Harga BBM Pada Harga Pasar, Langgar Konsitusi

Rabu, 07 Januari 2015


JAKARTA, RADARPEKANBARU.COM - Kebijakan pemerintahan Jokowi kembali mendapat sorotan. Kali ini, terkait kebijakan menghapus subsidi bahan bakar minyak khususnya premium dan menyerahkan harganya kepada mekanisme pasar. Kebijakan ini dinilai melanggar konstitusi khususnya Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Seperti diketahui, pemerintah per 1 Januari 2015 secara resmi menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk premium. Untungnya, kebijakan ini ditetapkan di tengah tren penurunan harga minyak dunia yang saat ini di bawah 60 dolar AS per barel.  Sehingga, harga premium turun menjadi Rp7.600 per liter dari harga sebelumnya Rp8.500 per liter.

Namun sebaliknya, kebijakan ini bisa menjadi menjadi kado pahit sekaligus bumerang untuk rakyat Indonesia, bila suatu saat harga minyak dunia melonjak. Dengan begitu, otomatis harga premium akan lebih mahal karena pemerintah tidak lagi memberikan subsidi. Sejumlah pengamat energi di Tanah Air memprediksi, harga minyak dunia kembali akan melonjak pada pertengahan tahun nanti.

Menurut Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran, Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas, pelepasan harga BBM terutama premium dan gas elpiji ukuran 12 kilogram kepada harga pasar, berpotensi melanggar konstitusi.

Selain itu, lanjutnya, pelepasan harga kepada mekanisme harga pasar juga berpotensi meniadakan proses pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak.

"BBM sebagai sektor yang menguasai hajat orang banyak. Penetapan itu bukan hanya menetapkan harga kemudian dilepas, tapi juga harga yang tidak sama dengan pasar," kata Firdaus, Selasa (6/1).

Ia mengatakan, kondisi ini akan bertentangan dengan semangat perbaikan dan reformasi pengelolaan migas yang disampaikan oleh pemerintah Jokowi-JK.

"Buruknya sistem dari hulu dan hilir, banyaknya praktik makelar. Bukannya mempersempit tapi malah memperluas rent seeking. Bukannya menghilangkan mafia-mafia migas tapi malah memunculkan mafia-mafia baru, dengan tambahan biaya distribusi misalnya," jelasnya.

Selain itu yang lebih parah adalah sistem disparitas yang digunakan pemerintah untuk menentukan harga akan memunculkan oknum. Oknum tersebut memanfaatkan disparitas untuk mencari celah korupsi.

Tidak hanya itu, ICW sebelumnya juga mengaku menemukan adanya potensi mark up pada harga BBM dan gas elpiji 12 kilogram tersebut. Berdasarkan perhitungan ICW, perkiraan harga keekonomian BBM untuk premium pada Januari 2015 adalah Rp7.013,67 per liter. Sehingga, penetapan harga premium versi pemerintah yang sebesar Rp7.600 per liter, berpotensi lebih mahal sebesar Rp586,33 per liter.


Kalau Naik, Ditinjau Ulang

Ketika dikonfirmasi terkait hal itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pemerintah sudah mempertimbangkan hal tersebut. Menurutnya, pemerintah telah memiliki asumsi terkait perkembangan harga minyak dunia pada tahun ini.

"Kebijakan kemarin (penghapusan subsidi) sudah ada dasarnya. Tapi, kalau asumsinya berubah, tentu kebijakan akan kami tinjau ulang," ujarnya.

Sementara terkait dugaan adanya mark up untuk premium dan gas elpiji ukuran 12 kilogram, seperti temuan ICW, Sudirman mengatakan pihaknya harus melihat dulu detail laporan ICW tersebut. Bisa saja asumsi yang digunakan ICW berbeda dengan hitungan Pertamina.

Meski begitu, Sudirman tidak serta merta bakal mengabaikan laporan ICW tersebut. Sudirman mengaku akan mempelajarinya. "Akan saya komunikasikan juga ke Pertamina," Sudirman menambahkan. (rp/rm)