Membuka Tabir Keterlibatan Zulher Dalam Kasus Suap Alih Fungsi Hutan Riau

Kamis, 18 Desember 2014

Zulher Tengah Berada di Luar Negri ( foto : FB)

RADARPEKANBARU.COM - Kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau yang menjerat Gubernur Riau Nonaktif Annas Maamun sepertinya akan menyeret banyak pihak. Walau baru Gulat Manurung yang dihadapkan ke persidangan, namun kisah uang senilai US$30.000 diduga masih berkaitan soal kasus ini dan belum terungkap.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal saat draft revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai Kado dari Menhut pada Hari Ulang Tahun Riau 9 Agustus 2014 lalu dan "jatah" sebanyak 30.000 hektar lahan yang diberikan untuk dilepaskan dari kawasan hutan.

Dari penelusuran radarpekanbaru.com, kasus ini sepertinya bakal berbuntut panjang dan menarik sejumlah orang yang terlibat selain dari aksi Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau, Gulat Medali Emas Manurung.

Terkait kronologi dan dalang-dalam kasus ini, berikut informasi yang dihimpun radarpekanbaru.com selama lebih dari sebulan terakhir dari berbagai sumber,diketahui, "jatah" hanya 30.000 hektar lahan itu membuat banyak pihak uring-uringan. Pasalnya, banyak menguasai dan mengelola lahan di Riau khususnya menjadi kebun kelapa sawit, namun merupakan kawasan hutan. Dengan penetapan RTRW Riau nantinya, nasib perusahaan dan kebun mereka bakal memulai babak baru yakni, Legal dan Ilegal.

Bagi yang belum dilepas dari kawasan, tentu akan dinilai beroperasi secara ilegal alias merampok hutan. Nah, revisi RTRW itu, adalah kesempatan emas bagi siapapun yang memiliki usaha diatas kawasan hutan biar aman. Sayangnya, "jatah" yang akan dibebaskan hanya 30.000 hektar. Itupun diprioritaskan bagi program pemerintah yakni pembangunan jalan tol, kantor dan lainnya.

Sejak "jatah" 30.000 hektar itu beredar, para pelaku usaha pun panik dan gencar melakukan lobby. Meski keputusannya ada ditangan Menteri Kehutanan, namun, usulan atau pengajuan arealnya harus melalui Gubernur Riau. Walau ada yang punya koneksi ke Kementerian Kehutanan, belum tentu urusan bakal mulus, peran Gubernur sangat krusial.

Artinya, semua pihak mencoba mencoba mendekati Annas Maamun bahkan melalui orang-orang dekatnya termasuk Gulat. Gulat dikenal orang sangat dekat dengan Annas sejak Annas menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir (Rohil).

Singkat cerita, dari info yang dihimpun radarpekanbaru.com, sejak kabar revisi itu tersiar, apalagi batas waktu pengajuan dari Gubernur Riau kepada Menhut adalah pada tanggal 19 September 2014, lobby-lobby semakin gencar.

Sumber yang enggan dimuat namanya menyatakan, salah satu oknum yang gencar mendekati Annas adalah Zulher Kadis Perkebunan Provinsi Riau.Dinyatakan, beberapa waktu, Zulher pernah membawa SD, seorang pengusaha pemilik sejumlah perusahaan perkebunan di Riau dan Provinsi lainnya, ke kediaman Annas.

Tujuannya, tak lain agar sejumlah perusahaan milik SD mendapat "jatah" pembebasan lahan karena masih dalam kawasan hutan. Namun, pertemuan itu, kabarnya masih sebatas pembicaraan, belum ada kata sepakat alias konkrit.

Bahkan, disebutkan, tak hanya grup PT DPN milik SD, Zulher juga membonceng perusahaan-perusahaan lain seperti PT TY yang merupakan grup perusahaan kebun AA.

Namun, sejak September itu, Annas sulit ditemui untuk tindak lanjut pembicaraan. Apalagi, Annas diterpa isu kasus tak sedap yaitu dugaan pelecehan seksual terhadap WW, putri salah satu tokoh Riau. Zulher pun kewalahan mencari cara menemui Annas.

Hingga mendekati batas akhir pengusulan yaitu tanggal 19 September 2014, Zulher belum dapat mengkonkritkan pertemuan SD dengan Annas sebelumnya. Akhirnya, pada tanggal 16 September 2014, Zulher pun bertemu dengan Gulat di ruangan kantor Zulher di Pekanbaru.

Sebab, hari itu, Zulher seharian berupaya menemui Annas, namun gagal. Saat itu, Annas tak bisa ditemui karena pada hari itu juga, pemberitaan tentang dirinya yang memberikan amplop kepada Presiden BEM UNRI Zulfa Hendri selaku perwakilan 24 mahasiwa, sangat heboh.

Dalam berita pada hari itu disebutkan, Annas menerima kunjungan Mahasiswa untuk mengklarifikasi seluruh tudingan kasus pelecehan seksual yang dialamatkan padanya. Karena, akibat tudingan itu, mahasiswa semakin ramai berunjukrasa. Usai pertemuan itu, Annas memberikan amplop kepada perwakilan mahasiswa yang berjumlah 24 orang.

Akibat berita itu, Annas jadi gusar karena dinilai menyuap mahasiswa. Akibatnya, Zulher pun kesulitan menemui Annas. Akhirnya, Zulher pun mengajak Gulat untuk bertemu.

Anehnya, pertemuan itu digelar sekitar pukul 22.00 WIB malam di kantor Zulher. Padahal, saat itu bukan lagi jam ngantor. Disitu, turut hadir SD selaku pemilik PT DPN dan ST selaku General Manager (GM) dari PT DPN alias anak buah SD.

Disebutkan, dalam pertemuan itu, Zulher membawa kepentingan SD dan ada perusahaan lain untuk dapat "jatah" dari 30.000 hektar itu. Hadirnya Gulat, yakni untuk menyampaikan niatan itu kepada Annas sebab Gulat kabarnya bisa dekat dengan Annas.

SD meminta areal konsesi PT DPN di Indragiri Hulu (Inhu) seluas sekitar 18.000 hektar diusulkan kedalam Revisi RTRW yang nantinya diajukan oleh Gubernur ke Menhut. Disebutkan, SD menjanjikan "sesuatu" sebagai imbalan.

Areal perusaahaan milik SD yang di Inhu itu antara lain diketahui yakni, PT SS di Desa Siambul seluas 6132 Ha sesuai Izin Lokasi No 89 Tahun 2007, PT PS di Desa Penyaguhan seluas 10.000 Ha sesuai Izin Lokasi No 180 Tahun 2010. Dan, PT PAL di Desa Danau Rambai seluas 2100 Ha sesuai Izin lokasi No 148 A Tahun 2007.

Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) RI No.P.31/Menhut-II/2005 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat dikonversi, harus melalui Menteri Kehutanan. Pertemuan itu disampaikan Gulat ke Annas. Keduanya bertemu di kediaman Annas bersama dengan CI, seorang Kepala Bidang di Dinas Kehutanan Provinsi Riau.

Menindaklanjuti hasil pembahasan di kediaman Annas, pada 18 September 2014, Gulat kembali bertemu dengan SD, ST di hotel Aryaduta Pekanbaru dan berbincang di restoran. Kali ini, SD membawa anak buahnya yakni F selaku Bagian Keuangan PT DPN.

Tak berapa lama di restoran, mereka pun naik ke Lantai V. Disitu, Gulat diduga menerima uang sejumlah milyaran rupiah dari pihak SD. Uang itu, diduga sebagai "tanda jadi" adanya kesepakatan soal usulan lahan PT DPN itu. Lalu, Gulat pun mengantar duit itu ke kediaman Annas.

Selanjutnya, pada Sabtu, 20 September Annas ke Jakarta. Dari sana, Ia menelpon Gulat meminta tambahan janji SD dengan alasan untuk melobi pihak Kemenhut dan DPR RI. Lalu, Gulat menelpon SD untuk meminta uang. Tapi, saat itu SD mengaku sedang di Singapura dan berjanji setelah pulang ke Tanah Air akan merealisasikan sisanya.

Dalam pengakuannya yang beredar di publik, Gulat mengaku meminjam uang sebesar Rp1,5 Milyar dari seorang teman berinisial EMS ditambah uang sebesar Rp500 Juta miliknya untuk disetor ke Annas yang kemudian diamankan oleh KPK saat ditangkap di Cibubur.

"Kabarnya EMS meminjam uang itu dengan jaminan surat tanah," ungkap salah satu teman dekat EMS kepada Beritariau.com beberapa waktu lalu. Namun, saat ditanyakan soal janji proyek maupun Ijon Proyek dari Daftar yang diamankan KPK saat penangkapan Gulat, sumber ini menolak berkomentar.

Hingga kini, sumber uang sebesar US$30.000 yang ditemukan KPK di Cibubur itu, belum terungkap. Dari penelusuran, uang itulah yang diduga diberikan pihak PT DPN kepada Gulat saat di Hotel. Uang itu, dibawa dari Pekanbaru ke Cibubur oleh oknum berinisial T.

Sumber lain menyebutkan bahwa, KPK menemukan sebuah dokumen bukti pengeluaran dana sejumlah milyaran rupiah dari PT DPN yaitu "Pengurusan RTRW" pada saat operasi penggeledahan. Dokumen itu, ditemukan dalam sebuah kardus dibawah meja perusahaan itu.

Terkait ini, Penasehat Hukum Gulat belum dapat dikonfirmasi termasuk Pengacara Annas yaitu Eva Nora belum dapat dihubungi melalui selulernya.

Sedangkan, SD yang dikonfirmasi melalui sambungan seluler tak merespon. Bahkan, pesan singkat yang dikirimkan Beritariau.com, Selasa (02/12/14) hingga berita ini diturunkan belum dibalas. Sejak kasus ini bergulir, nomor seluler sejumlah petinggi PT DPN tak lagi aktif.

Dikutip Radar Pekanbaru dari situs beritariau.com, surat konfirmasi yang dikirimkan ke Coorporate Secretary dan Manajer Humas PT DA (Induk Grup PT DPN) di Jakarta tak berbalas.

Menanggapi temuan ini, Zulher yang dikonfirmasi  melalui surat tertulis menolak berkomentar. Melalui surat elektronik yang dikirimkan oleh staf bagian humas di kantornya, ia beralasan agar tidak menghalangi langkah KPK.

"Karena materi yang ditanyakan, telah ditanyakan oleh penyidik KPK kepada beliau (Zulher, red) selaku saksi. Jika ingin meminta penjelasan selanjutnya, kami persilahkan untuk menanyakan langsung kepada pihak KPK," demikian salah satu petikan jawaban Zulher, yang dikirim melalui humasnya ke via pesan elektroniknya, Jumat (05/12/14) lalu.

Terkait ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku, sejauh ini belum melakukan penyelidikan baru dalam pengembangan kasus suap Annas.

Sedangkan terkait dugaan adanya keterlibatan kooporasi (perusahaan) dan oknum pimpinan Dinas di Riau yang diduga mengatur pertemuan dengan tersangka, KPK mengaku masih fokus kepada dua orang yakni Gulat dan Annas Maamun.

"Belum saya update. Sejauh ini, belum ada penyelidikan baru dalam kaitan kasus ini. Kita masih fokus ke GM dan AM. Nanti kita update lagi dari penyidik," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, Selasa (16/12/14).

Selain itu, Johan Budi juga menyatakan bahwa, untuk daftar Cekal (Cegah Tangkal) masih diberikan kepada saksi EMS. "Belum ada daftar cekal baru. Kita baru hanya memperpanjang masa tahanan untuk AM," ujarnya.

Perlu diketahui, Senin (20/10/14), KPK menggeledah perusahaan perkebunan PT Duta Palma Nusantara yang berlokasi di belakang kawasan Purna MTQ Jalan M Jamil Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Disitu, KPK tampak mencari bukti pengeluaran dana dari pembukuan perusahaan itu.

Data yang diperolah, pemilik PT Duta Palma Nusantara yang berhimpun di PT Darmex Agro adalah Surya Darmadi. Pengusaha ini, masuk sebagai peringkat ke 21 orang terkaya di Indonesia versi Majalah Globe Asia edisi Juni 2013. Ia disebutkan memiliki kekayaan sebesar USD 1,4 Milyar pada tahun 2013 lalu.

Dan aksi KPK terakhir di Pekanbaru yaitu, pada 25 November 2014 lalu. Saat itu, KPK menggelar rekonstruksi atau reka ulang kasus tersebut di 3 (tiga) tempat yakni, Kediaman Gubernur Riau, Hotel Aryaduta dan Kantor Dinas Perkebunan Provinsi Riau yang dipimpin oleh Drs H Zulher MS. [Tim]

Editor : Ramli