Bentuk perlawanan koruptor kelas kakap lewat uji materil UU Kejaksaan
Jakarta,- UJI MATERI TERHADAP KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEJAKSAAN SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI, DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.
Selain itu, Bahwa uji materi terhadap kewenangan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh Kejaksaan telah beberapa kali dilakukan dan telah diputuskan oleh MK, antara lain ;
1) Putusan MK Nomor : 28/PUU-V/2007 tanggal 28 Maret 2008,
2) Putusan MK Nomor : 49/PUU-VIII/2010 tanggal 3 September 2010,
3) Putusan MK Nomor : 16/PUU-X/2012 tanggal 8 Oktober 2012,
4) Putusan MK Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 16 Maret 2015,.
Namun dari 4 (empat) Putusan MK tersebut justru memperkuat kewenangan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan serta secara tegas dan konsisten Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah mengambil Keputusan bahwa kewenangan Kejaksaan selalu penyidik Tindak Pidana Korupsi adalah tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Bahwa Komisi Kejaksaan RI melihat terdapat 3 (tiga) agenda yang penting untuk diwaspadai dibalik uji materi terhadap kewenangan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh Kejaksaan RI melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi, yakni :
1. Dapat mengganggu atau setidaknya mempengaruhi psikologis Kejaksaan yang saat ini tengah gencar melakukan Penyidikan perkara-perkara besar yang melibatkan koruptor kakap dengan kerugian keuangan Negara yang fantastis.
2. Sebagai bentuk “perlawanan” dari koruptor kakap yang merasa gelisah terhadap peningkatan kemampuan Kejaksaan RI secara signifikan dan profesional dalam mengungkap perkara-perkara Tindak Pidana Korupsi yang besar dan melibatkan pejabat / swasta / korporasi besar termasuk pengembalian kerugian negara akibat kejahatan terhadap perekonomian negara.
3. Berpotensi melemahkan Kejaksaan RI secara kelembagaan dengan mereduksi atau menghilangkan kewenangannya dalam melakukan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi.
Bahwa dapat pula dicatat dari hasil survey oleh beberapa lembaga survey yang kredibel dalam kurang lebih satu tahun terakhir Kejaksaan RI telah memperoleh kepercayan dan tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi atas kinerja yang dilakukannya diantara Aparat Penegak Hukum lainnya. Paling terbaru akhir April 2023 hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan tingkat kepercayaan publik atau public trust kepada Kejaksaan RI berada di level tertinggi dengan nilai 80,6 persen.
Berdasarkan data dan fakta dimaksud Komisi Kejaksaan RI memandang selama ini dalam pelaksanaan wewenang Penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh Kejaksaan telah dilakukan secara profesional, obyektif, dan transparan
Bahwa kewenangan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh Kejaksaan RI memang seharusnya dipertahankan dan diperkuat karena berdasarkan praktik di negara maju maupun negara berkembang, maka Jaksa (Kejaksaan) jelas mempunyai kewenangan Penyidikan yang mandiri terhadap penanganan Tindak Pidana Korupsi, bahkan termasuk juga kewenangan Penyidikan terhadap Tindak Pidana Umum lainnya.
Bahwa dalam konteks dimaksud dapat dipahami Tingkat kepercayaan public yang demikian tinggi dan stabil dalam kurang lebih satu tahun terakhir utamanya adalah dengan capaian kinerja Kejaksaan di bidang penanganan kasus tindak pidana korupsi kakap dan penerapan penyelesaian perkara dengan paradigma Restoratif Justice yg dilakukan dengan konsisten berhati nurani dan humanis.
Jakarta, 09 Mei 2023
Ketua Komisi Kejaksaan Repubik Indonesia