Mangkir Beberapa Kali, Bendum Golkar Kampar Ditetapkan DPO Kejari Bangkinang

Senin, 24 November 2014

Firdaus Bendum Golkar Kampar

BANGKINANG, RADARPEKAN BARU.COM - Akibat beberapa kali mangkir di panggil Kejaksaan tinggi  Riau, Firdaus alias Idas Bin Agus Salim  tersangka  korupsi baju koko di Kabupaten Kampar akhirnya ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Kejari Bangkinang.

Demikian dikatakan Kasi Pidsus Kejari Bangkinang Beny Siswanto,SH kepada radarpekanbaru.com, Senin (24/11/2014) tentang kasus dugaan korupsi baju koko di Kabupaten Kampar. Pihaknya kini mencari keberadaan bendahara Partai Golkar kabupaten Kampar tersebut, yang berstatus (DPO) oleh Kejati Riau yang berkerjasama dengan Kejari Bangkinang.

Hal itu Berdasarkan surat perintah penyidik kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangkinang Nomor : Prin-18/ N. 4.16/ Fd.1/04/2013 tanggal 30 april 2013 jo Nomor : Prin-18.b/ N.4.16/Fd.1/07/ 2013 tanggal 08 Juli 2013, dengan ini diminta bantuannya untuk menangkap tersangka.

"Untuk itu tersangka diminta menyerahkan diri secara baik-baik. Dan kepada pihak keluarga tersangkan diharapkan koperaktif untuk memberitahukan keberadaan tersangka. Karena kita sudah bekerjasama denga aparat kepolisian," katanya.

Sebelumnya, penyidik telah memeriksa kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Kampar, Asril Jasda, yang merupakan mantan Kabag Administrasi Pembangunan dan Data Elektronik Setdakab Kampar. Dia diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan baju koko.

Namun Firdaus yang juga Bendahara Partai Golkar Kampar ini, belum memenuhi panggilan penyidik tersebut. Hingga kembali dijadwalkan pemanggilan ulang untuk diperiksa sebagai tersangka, tapi dia kembali mangkir.

Dalam kasus ini, dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Juli 2013 lalu. Yakni Firdaus selaku pihak swasta dari CV Paradise dan Asril Jasda yang pada saat pelaksanaan proyek pengadaan baju koko menjabat Kepala Bagian Administrasi Pembangunan dan Data Elektronik Setdakab Kampar.

Perlu diketahui, kasus dugaan korupsi itu mencuat setelah penyidik Kejati Riau menyelidiki proyek yang menelan anggaran sebesar Rp 2,4 miliar. Anggaran tersebut dipecah ke semua camat dengan cara Penunjukan Langsung (PL). Hal ini dilakukan supaya tidak ditenderkan.

Setiap camat mendapat jatah berbeda. Ada yang mendapat Rp80 juta hingga Rp200 juta. Sejak awal, pengadaan baju koko yang digagas Bupati Kampar tersebut disebut-sebut sebagai kegiatan sosial yang sarat dengan kontroversi.

Kegiatan itu mencuat ke publik ketika hampir seluruh camat di Kabupaten Kampar secara serentak mendatangi DPRD Kampar. Mereka kompak meminta agar dianggarkan dana pengadaan baju koko.

Karena menurut Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua terhadap Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang pengadaan barang atau jasa pemerintah, pada Pasal 39, pengadaan barang yang sejenis harus disentralisasikan pengerjaannya. Artinya, tidak bisa dipecah dan harus dikerjakan oleh instansi otoritas. (Smi)