Delapan Partai di Senayan Desak MK Konsisten

Kamis, 12 Januari 2023

RADARPEKANBAARU.COM - Delapan fraksi di DPR RI menolak rencana pemilu kembali dengan sistem proporsional tertutup. Mereka mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Ketua Komisi II DPR RI yang Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung menegaskan delapan partai memiliki sikap bersama, yakni mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka.

”Disepakati bahwa suara dari delapan fraksi itu setuju tetap pada posisi menerapkan sistem proporsional terbuka pada pemilu tahun 2024," tegas Doli dalam menyampaikan sikap bersama, di Gedung DPR RI Rabu (11/1/2023).

Dikatakan, khususnya di Komisi III yang selama ini menjadi tim kuasa hukum dari DPR setiap ada perkara di MK  untuk menyepakati bahwa suara yang akan disampaikan menjadi penjelasan pada sidang-sidang di MK adalah suara DPR maupun mewakili suara mayoritas tetap mempertahankan proporsional terbuka.

Dikatakan Doli, setelah pertemuan Dharmawangsa, 8 Januari 2023, kedelapan fraksi kemudian menjalin komunikasi dan kemudian disepakati perihal arahan yang akan dilakukan pada masing-masing fraksi.

”Kepada masing-masing fraksi lagi untuk melakukan langkah-langkah, yang pertama karena sekarang ranahnya ada di MK, maka kemudian DPR sebagai pihak yang tentu akan meminta penjelasan kepada setiap kasus atau perkara yang ada di MK itu harus memberikan penjelasan,” jelasnya.

Dalam pertemuan ini, kemudian kedelapan fraksi di wakili oleh Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung bersama-sama membacakan pernyataan sikapnya, yang mana mereka menyatakan akan terus mengawal setiap proses gugatan di MK terkait pelaksanaan sistem pemilu.

Pernyataan sikap bersama itu, pertama akan terus mengawal pertemuan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju.

Kedua, meminta MK untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008 dengan mempertahankan pasal 168 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

Ketiga, mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat undang-undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapa pun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.Delapan fraksi di DPR RI menolak rencana pemilu kembali dengan sistem proporsional tertutup. Mereka mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Ketua Komisi II DPR RI yang Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung menegaskan delapan partai memiliki sikap bersama, yakni mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka.

”Disepakati bahwa suara dari delapan fraksi itu setuju tetap pada posisi menerapkan sistem proporsional terbuka pada pemilu tahun 2024," tegas Doli dalam menyampaikan sikap bersama, di Gedung DPR RI Rabu (11/1/2023).

Dikatakan, khususnya di Komisi III yang selama ini menjadi tim kuasa hukum dari DPR setiap ada perkara di MK  untuk menyepakati bahwa suara yang akan disampaikan menjadi penjelasan pada sidang-sidang di MK adalah suara DPR maupun mewakili suara mayoritas tetap mempertahankan proporsional terbuka.

Dikatakan Doli, setelah pertemuan Dharmawangsa, 8 Januari 2023, kedelapan fraksi kemudian menjalin komunikasi dan kemudian disepakati perihal arahan yang akan dilakukan pada masing-masing fraksi.

”Kepada masing-masing fraksi lagi untuk melakukan langkah-langkah, yang pertama karena sekarang ranahnya ada di MK, maka kemudian DPR sebagai pihak yang tentu akan meminta penjelasan kepada setiap kasus atau perkara yang ada di MK itu harus memberikan penjelasan,” jelasnya.

Dalam pertemuan ini, kemudian kedelapan fraksi di wakili oleh Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung bersama-sama membacakan pernyataan sikapnya, yang mana mereka menyatakan akan terus mengawal setiap proses gugatan di MK terkait pelaksanaan sistem pemilu.

Pernyataan sikap bersama itu, pertama akan terus mengawal pertemuan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju.

Kedua, meminta MK untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008 dengan mempertahankan pasal 168 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

Ketiga, mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat undang-undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapa pun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
(rmc)