Bupati meninggalkan Wilayah, Apa kata Hukum?

Kamis, 25 Maret 2021

Zainul Akmal, S.H, M.H

Beberapa hari yang lalu dari berbagai media online mengabarkan bahwa Bupati Rokan Hulu Tidak ada ditempat sudah hampir dua bulan. Hal ini menyebabkan perbincangan dikalangan sebagian masyarakat.

Salah satu yang ditakutkan ketika Bupati tidak berada ditempat adalah terhambatnya urusan administradi di Kabupaten Rokan Hulu. Wakil Ketua DPRD Rokan Hulu dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Andrizal memberikan tanggapan terhadap kegelisahan masyarakat, seharusnya tidak sampai dua bulan jika seorang bupati melakukan dinas uar meninggalkan wilayahnya. 

Terkait permasalahan diatas, penting sekiranya masyarakat mengetahui bagaimana peraturan perundang-undangan mengatur tentang Bupati dalam meninggalkan wilayah kewenangannya. Apakah seorang bupati boleh meninggalkan tugas dan wilayahnya dalam waktu yang hampir dua bulan?

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah melarang Kepala Daerah termasuk Bupati dalam meninggalkan tugas dan wilayahnya apa bila tidak memenuhi syarat. Pasal 76 ayat (1) huruf j, mengatur bahwa, “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari 7 (tujuh) hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam waktu 1 (satu) bulan tanpa izin Menteri untuk gubernur dan wakil gubernur serta tanpa izin gubernur untuk bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota.” 

Adapun terkait sanksi yang akan diterima oleh Kepala Daerah yang melanggar  ketentuan dalam Pasal 76 ayat (1) huruf j terbagi tiga, sebagai berikut:

Pertama sanski administrasi dalam bentuk teguran tertulis oleh menteri yang diatur dalam Pasal 77 ayat (3) “….dikenai sanksi teguran tertulis oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.” 

Kedua sanksi administrasi pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pasal 77 ayat (4) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah disampaikan 2 (dua) kali berturutturut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diwajibkan mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kementerian.

Ketiga sanksi administrasi dalam bentuk pemberhentian diatur dalam Pasal 78 ayat (1) huruf c bahwa “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena diberhentikan.” Dan ayat (2) huruf e, bahwa “…. karena melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j.”

Uraian diatas memperjelaskan bahwa ada akibat hukum dalam setiap tindakan pemenrintah. Diharapkan masyarakat yang berkeberatan terhadap tindakan kepala daerah seperti meninggalkan wilayahnya bisa melakukan upaya administrasi dan upaya hukum.

Oleh :Zainul Akmal, S.H, M.H

( Dosen Fakultas Hukum Unifersitas Riau)