Sudan Ditekan AS Normalisasi dengan Israel

Senin, 05 Oktober 2020

RADARPEKANBARU.COM - Pemerintah sementara Sudan menormalkan hubungan dengan Israel karena berada di bawah tekanan kuat dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Normalisasi disebut menjadi syarat jika Sudan menginginkan AS menghapus Sudan dari daftar negara pendukung terorisme. 

"Sekarang, suka atau tidak, penghapusan (Sudan dari daftar teroris—Red) terkait dengan (normalisasi) dengan Israel," kata wakil ketua dewan Sudan, Jenderal Mohammed Dagalo, kepada stasiun televisi lokal pada Jumat (2/10) yang dimuat Associated Press, Ahad (4/10).

Pemerintah transisi Sudan telah merundingkan persyaratan untuk mengeluarkan negaranya dari daftar tersebut selama lebih dari setahun. Namun, pejabat AS mengaitkan masalah itu dengan normalisasi Israel, baru-baru ini. 

"Kami membutuhkan Israel. Israel adalah negara maju dan seluruh dunia sedang bekerja dengannya. Kami akan mendapatkan keuntungan dari hubungan seperti itu. Kami berharap semua memperhatikan kepentingan Sudan," ujar Dagalo. 

Sebelumnya, Perdana Menteri Abdalla Hamdok sebagai pemimpin sipil koalisi di Sudan berpendapat bahwa pemerintahan transisi tidak memiliki mandat untuk memutuskan masalah kebijakan luar negeri sebesar ini. Ketika Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengunjungi Sudan bulan lalu, Hamdok mendesaknya agar penghapusan Sudan dari daftar terorisme tidak mensyaratkan dengan pengakuan terhadap Israel. / "Kami perlu membahasnya secara mendalam di tengah masyarakat kami," kata Hamdok.

Sejumlah pejabat Sudan yang tak ingin jati diri mereka disebut menyatakan, para pemimpin sipil ingin menanti hingga pemilihan presiden (pilpres) AS usai. Sebaliknya, militer Sudan ingin kesepakatan AS dan Sudan segera diteken. Alasannya, mereka khawatir paket bantuan yang saat ini ditawarkan ke Sudan akan ditarik setelah pilpres jika tak segera diresmikan.

Penetapan Sudan sebagai negara pendukung terorisme dimulai pada 1990-an. Ketika itu, Sudan sempat menjamu Usamah bin Laden dan militan lainnya. 

Dalam perkembangan terpisah, Palestina mengecam rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk membangun 5.400 unit permukiman Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat. Menurut laporan laman Middle East Monitor, Sabtu (3/10), Palestina menilai, rencana pembangunan tersebut kembali menunjukkan ketidakkonsistenan Israel. 

Saat melakukan normalisasi diplomatik dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, Israel berkomitmen menangguhkan pencaplokan wilayah Palestina yang diduduki. / Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Fatah Jibril Rajoub mengecam tindakan Israel menangkap pemimpin senior Hamas, Syekh Hassan Yousef (65 tahun), di Kota Beitonya, Tepi Barat, Jumat. "(Penangkapan Syekh Hassan) adalah upaya untuk menggagalkan upaya persatuan nasional," ujar Rajoub dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Middle East Monitor, Sabtu.(rep)