Jokowi: Tak Ada Kompromi di Natuna

Senin, 06 Januari 2020

RADARBISNIS.CO.ID -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh otoritas untuk bersikap tegas dalam menangani pelanggaran batas wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia oleh kapal Cina di perairan Laut Natuna Utara atau Laut Cina Selatan. Meski begitu, Presiden juga meminta prinsip diplomasi damai Indonesia diutamakan.


Hal itu disampaikan Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman dalam unggahannya di media sosial, kemarin. "Tak ada kompromi dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia!" ujar Fadjroel Rachman mengutip perintah Presiden. Fadjroel kemudian merujuk pernyataan yang disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi seusai mengikuti rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta, mengenai empat sikap resmi Pemerintah Indonesia.


Pertama, memang benar telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Cina di wilayah ZEE Indonesia. Kedua, wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional, yaitu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Ketiga, Cina merupakan salah satu partisipan dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu, Cina berkewajiban menghormati implementasi dari UNCLOS 1982. Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui klaim sepihak Cina atas sebagian besar wiayah Laut Cina Selatan (LCS).


Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyatakan, Indonesia akan mencari solusi terbaik terkait persoalan di Laut Natuna Utara. "Kita tentunya gini, kita masing masing ada sikap. Kita harus cari satu solusi baik lah di ujungnya. Saya kira ada solusi baik. Kita selesaikan dengan baik, ya. Bagaimanapun, Cina negara sahabat," kata Prabowo kepada wartawan seusai bertemu Luhut.


Prabowo menambahkan, masalah yang terjadi di Natuna baru-baru ini diharapkan tidak mengganggu hubungan ekonomi di antara kedua negara. "Kita cool saja. Kita santai kok."

 

Sedangkan, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengkritik sikap Cina yang mengklaim sepihak perairan Natuna sebagai wilayah mereka. Bamsoet meminta pemerintah bertindak tegas terhadap sikap Cina tersebut yang selain mengklaim sepihak juga mengawal kapal penangkap ikan di perairan Indonesia.


"Karena itu, pemerintah perlu bertindak tegas, bukan hanya dengan mengirimkan protes diplomatik, melainkan juga melakukan tindakan hukum tegas, seperti misalnya penenggelaman kapal," ujar Bamsoet.


Bamsoet memandang ZEE Indonesia berkekuatan hukum tetap dan mengikat sebagaimana ditetapkan berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut. Oleh karena itu, klaim sepihak Cina bahwa perairan Natuna merupakan wilayah mereka tak punya dasar apa pun di PBB.


Walau Cina merupakan salah satu investor terbesar di Indonesia, bukan berarti Cina bisa seenaknya mengganggu kedaulatan Indonesia. Ia berharap pemerintah tidak lembek, apalagi Kementerian Luar Negeri Cina telah mengeluarkan pernyataan yang seolah-olah tak peduli Indonesia menerima atau tidak klaim Cina sebagai pemilik perairan Natuna.


"Kalau kita lembek, negara mana pun akan dengan mudah menginjak-injak harga diri kita. Namun, jika kita berani mengambil sikap tegas, siapa pun akan segan dengan Indonesia. Ini rumah kita, jangan biarkan ada maling masuk dan kita hanya tersenyum menikmati dirampok," kata Bamsoet. Mantan ketua DPR RI itu juga mendorong pemerintah dan Komisi I DPR RI segera menyusun anggaran untuk menambah kekuatan armada penjaga pantai (coast guard). Ia menilai, upaya menjaga kedaulatan NKRI perlu ditunjang kekuatan dan alutsista yang prima.


"Sebagaimana pepatah Romawi kuno, ‘si vis pacem para bellum’, ‘jika kau mendambakan perdamaian bersiaplah menghadapi perang’. Artinya, kita perlu mempersiapkan kekuatan tempur yang prima agar bisa menghadapi situasi terburuk seperti perang," ungkap Bamsoet.(rep)