Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan Dituntut 15 Tahun Penjara

Selasa, 02 April 2019

RADARPEKANBARU. COM - Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainudin Hasan dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Jaksa meyakini Zainudin bersalah menerima suap, mendapat keuntungan dengan ikut proyek di wilayahnya, menerima gratifikasi, dan melakukan pencucian uang.

 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Zainudin Hasan berupa pidana penjara selama 15 tahun dikurangi selama terdakwa Zainudin Hasan berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan," kata jaksa pada KPK saat membacakan surat tuntutan terhadap Zainudin di Pengadilan Tipikor Bandar Lampung, Senin (1/4/2019).

 

Dalam kasus dugaan suap, jaksa KPK meyakini Zainudin melakukan perbuatan itu bersama-sama dengan Hermansyah Hamidi selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Lampung Selatan 2016-2017, Anjar Asmara selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Lampung Selatan 2017-2018, serta Agus Bhakti Nugroho dan Syahroni sebagai pejabat di Dinas PUPR Pemkab Lampung Selatan.

 

Zainudin disebut meminta Agus menerima fee dari rekanan-rekanan proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan. Total suap yang diduga diterima Zainudin senilai sekitar Rp 72 miliar.

Untuk merealisasikan penerimaan itu, Zainudin lewat Hermansyah dan Syahroni melakukan plotting rekanan yang akan menjadi pemenang pada pekerjaan di Dinas PUPR Lampung Selatan dan memberikan daftar pekerjaan TA 2016 yang sudah di-plotting sebanyak 299 paket kegiatan beserta nama-nama rekanan yang ditunjuk menjadi pemenang dengan nilai pagu anggaran keseluruhan sebesar sekitar Rp 194 miliar.

"Terdakwa juga memerintahkan Hermansyah meminta commitment fee dari rekanan-rekanan tersebut sebesar 13,5 persen dari nilai proyek yang penyerahannya melalui Agus," ucap jaksa.

Berikut daftar duit dugaan suap terkait proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan yang diterima Zainudin:

1. Pada 2016 dari Syahroni sebesar Rp 26.073.771.210 dan dari Ahmad Bastian sebesar Rp 9,6 miliar;

2. Pada 2017 lewat Syahroni sebesar Rp 23.669.020.935, dan dari Rusman Effendi sebesar Rp 5 miliar;

3. Pada 2018 dari Anjar Asmara sebesar Rp 8,4 miliar.


Jaksa pada KPK juga meyakini Zainudin mendapat keuntungan senilai Rp 27 miliar dengan mengikuti proyek di wilayahnya. Keuntungan itu diperoleh Zainudin lewat posisinya sebagai owner PT Krakatau Karya Indonesia (KKI) yang mengerjakan proyek-proyek di Lampung Selatan.Selain dugaan suap dan ambil keuntungan dari proyek yang diikutinya, Zainudin diyakini bersalah menerima gratifikasi senilai total sekitar Rp 7 miliar. Jumlah itu terdiri atas Rp Rp 3.162.500.000 yang diduga diterima Zainudin lewat rekening Gatot Soeseno serta Rp 4 miliar dari Sudarman.

 

Terakhir, jaksa juga meyakini Zainudin bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurut jaksa, dari total sekitar Rp 106 miliar yang diterima Zainudin dari suap, keuntungan ikut proyek di wilayahnya, serta gratifikasi, sekitar Rp 54 miliar diduga disembunyikan oleh Zainudin dengan berbagai cara. Berikut rinciannya:

1) Ditempatkan di rekening atas nama Gatoet Soeseno sekitar Rp 3,1 miliar dan Sudarman Rp 4 miliar

2) Dibelanjakan 7 unit mobil

Uang di rekening Sudarman itu kemudian dibelikan 6 unit kendaraan bermotor, yaitu:

1. New Xpander 1.5L (4x2) Ultimate AT warna putih B-2789-SZQ senilai Rp 248.350.000;

2. New Xpander 1.5L (4x2) Ultimate AT warna putih B-2905-SZT senilai Rp 243.850.000;

3. Mitsubishi All New Pajero Sport Dakar 4x4 A/T (2.4L 8A/T) warna hitam mika B-1644-SJQ dengan harga OTR Rp 623.000.000;

4. Mercedes Benz CLA 200 AMG B-786-JSC seharga Rp 776 juta;

5. Harley Davidson Motor Merk Harley Davidson B-6116-SS Total Rp 570 juta;

6. Pembayaran uang muka leasing Toyota Vellfire 2G 2,5 AT, sebesar 30 persen dari harga Rp 1,4 miliar sebesar Rp 420 juta.

Selain itu, Zainudin membeli mobil Mercedes-Benz S400 L AT bernopol B-2143-SBV seharga Rp 1,750 miliar. Namun Zainudin mengatasnamakan mobil itu sebagai milik Sudarman.

 

3) Digunakan untuk perawatan kapal pesiar senilai Rp 550 juta.

4) Digunakan untuk pembelian unit Aspalt Mixing Plant (AMP) baru senilai Rp 6,5 miliar dan untuk penyiapan lahan serta instalasinya Rp 1 miliar

5) Digunakan untuk renovasi rumah senilai Rp 6,9 miliar

6) Digunakan untuk membeli vila senilai Rp 1,4 miliar. Selain itu, jaksa masih membeberkan pembelian sejumlah tanah, bangunan, dan pabrik yang dilakukan Zainudin. Total uang yang digunakan Zainudin itu disebut jaksa sekitar Rp 54.492.887.000.

Dengan demikian, jaksa meyakini Zainudin terbukti melanggar empat pasal, yaitu:

1. Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

2. Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

3. Pasal 12 huruf i Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

4. Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Selain hukuman pidana penjara dan denda, jaksa menuntut Zainudin dihukum membayar uang pengganti Rp 66.772.092.145 atau jika tidak dilunasi maka dipidana penjara 2 tahun. Hak politik Zainudin juga dituntut untuk dicabut selama 5 tahun.(dtk)