Kanal

Ketua BPK RI , Harry Azhar Aziz Diduga Terlibat Skandal Panama Papers

RADARPEKANBARU.COM- Heboh data Panama Papers menyeret Harry Azhar Aziz. Nama Ketua Badan Pemeriksa Keuangan itu tercatat dalam daftar yang bocor dari firma hukum Mossack Fonseca, Panama. Pada awalnya, Harry membantah Sheng Yue International Limited sebagai perusahaan offshore miliknya.

Sebelumnya Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz membantah informasi bahwa dia merupakan pemilik perusahaan offshore, Sheng Yue International Limited. "Tidak," ujar Harry kepada Tempo saat dikonfirmasi melalui pesan pendek, Rabu, 6 April 2016.

Sejak Senin lalu, Tempo mencoba menghubungi Harry via telepon, tapi tak memperoleh tanggapan. Harry baru menjawab ketika Tempo bertanya lewat pesan pendek tentang informasi bahwa perusahaan Sheng Yue International Limited benar merupakan miliknya atau bukan.

Berdasarkan dokumen finansial Panama Papers, Sheng Yue International Limited diduga adalah perusahaan milik Harry Azhar Aziz yang didirikan di yurisdiksi bebas pajak, yang diduga bertujuan menghindari pembayaran pajak kepada negara.

Ratusan perusahaan tercantum dalam Panama Papers. Bocoran dokumen finansial berskala luar biasa tersebut juga menyebut nama-nama kepala negara, baik yang masih menjabat maupun yang sudah lengser, serta politikus dan pengusaha besar dunia, termasuk dari Indonesia. Mereka semua terkait dengan berbagai perusahaan gelap yang sengaja didirikan di wilayah-wilayah bebas pajak (tax havens).

Ada daftar sekitar 15.600 perusahaan papan nama (paper companies) yang dibuatkan bank untuk klien mereka yang ingin keuangan mereka tersembunyi. Dokumen ini diketahui berasal dari sebuah firma hukum kecil tapi amat berpengaruh di Panama yang bernama Mossack Fonseca. Firma ini memiliki kantor cabang di Hong Kong, Zurich, Miami, dan 35 kota lain di seluruh dunia.

Firma ini adalah salah satu pembuat perusahaan cangkang (shell companies) terbaik di dunia. Perusahaan cangkang adalah sebuah struktur korporasi yang bisa digunakan untuk menyembunyikan kepemilikan aset perusahaan. Total ada 214.488 nama perusahaan offshore di dokumen yang bocor ini. Ratusan ribu perusahaan itu terhubung dengan orang-orang dari 200 negara.

Data ini mencakup e-mail, tabel keuangan, paspor, dan catatan pendirian perusahaan yang mengungkapkan identitas rahasia dari pemilik akun bank dan perusahaan di 21 wilayah/yurisdiksi offshore, mulai Nevada, Singapura, hingga British Virgin Islands.

Namun, kini ia mengakui kebenaran informasi tersebut. Menurut Harry, perusahaan itu dibentuk atas permintaan anaknya yang juga memiliki pasangan warga negara asing asal Chile untuk memiliki usaha bersama. “Anak saya meminta agar membuat usaha (keluarga), saya daftarkan,” kata Harry di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 12 April 2016.

Bahkan, Harry pun mengakui menjabat direktur di Sheng Yue International Limited dari 2010 hingga Desember 2015. Namun, dia menyatakan tak sempat mundur lantatan kesibukannya. Dia baru melepas sepenuhnya sebagai direktur setahun setelah menjabat Ketua BPK. “Dan sepanjang saya menjadi Direktur memang tidak ada transaksi di perusahaan tersebut.”

Karena itu, Harry mempersilahkan Kementerian Keuangan mengecek apakah namanya masuk dalam daftar Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki rekening di luar negeri. Hal ini mengacu pada pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang mengatakan ada 79 persen kecocokan antara data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak dengan data yang disebutkan Panama Papers.

Seperti diberitakan sebelumnya, organisasi wartawan investigasi global (ICIJ) merilis dokumen bertajuk Panama Papers secara serentak di seluruh dunia mulai Senin awal pekan lalu. Data yang bersumber dari bocoran informasi Mossack Fonseca ini menyangkut 11,5 juta dokumen daftar klien Fonseca dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang diduga sebagai upaya untuk menyembunyikan harta dari endusan aparat pajak di negara masing-masing.

Sejumlah nama politisi, bintang olahraga, dan selebriti yang menyimpan uang mereka di berbagai perusahaan cangkang di luar negeri tercatat dalam dokumen tersebut. Tercatat, dokumen Panama Papers masuk dalam file sebesar 2,6 terabyte (TB). Perinciannya, ada 4,8 juta e-mail, 3 juta database, 2,1 juta dokumen PDF, 1,1 juta foto, 320 ribu dokumen teks, dan 2.000-an file lainnya.

Untuk menelisik data tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah membuat unit khusus untuk menganalisa nama-nama Indonesia dalam dokumen Panama Papers. Data dalam dokumen itu akan diselaraskan dengan informasi yang dimiliki Direktorat Pajak dari otoritas pajak negara lain. Kalau ada ketidaksesuaian dengan pelaporan selama ini maka akan dilakukan penindakan terhadap wajib pajak tersebut.

Bambang Brodjonegoro telah meminta Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi untuk mempelajari data-data tersebut. “Data itu akan kami kaji, kami lihat apakah valid. Kemudian dicek konsistensinya dengan data yang kami miliki,” katanya.

Menurut Bambang, pemerintah telah memiliki data resmi orang Indonesia yang memiliki rekening di luar negeri dan mendirikan perusahaan khusus dengan tujuan tertentu atau Special Purpose Vehicle di berbagai negara. Sumbernya berasal dari perbankan dan otoritas keuangan negara-negara tersebut. “Data kami dari sumber resmi, bukan dari sumber yang sama (dengan Panama Papers),” kata Bambang.

Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahkan telah menelisik sejumlah nama yang muncul dalam dokumen tersebut. Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengatakan lembaganya sudah mulai meneiliti nama-nama tersebut terutama yang terkait temuan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan. Selain itu, juga yang berhubungan dengan data Laporan Hasil Analisis PPATK.

“PPATK sudah tahu bahwa Panama, British Virgin Island, dan CI adalah tax haven dan sudah pernah menemukan modus transaksi ke Panama,” kata Agus kepada Katadata. Sayang, Agus tak menjelaskan lebih jauh bagaimana modus yang digunakan oleh perusahaan atau warga Indonesia yang membuka kantor atau rekening di negara suaka pajak (tax haven) tersebut.

Yang pasti, dalam penelusuran ini, tim PPATK pernah terbang ke British Virgin Island, negara suaka pajak seperti Panama, untuk menjalin hubungan dan berbagi informasi. Tak hanya itu, lembaganya pun telah bekerja sama dengan Suspicious Transaction Reporting Office (STRO). Bahkan, dengan PPATK Singapura itu telah dibuat nota kesepahaman .(radarpku)



Sumber : Tempo / katada.co.id
 

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER