Kanal

Ada Surya Darmadi Si 'Raja' Sawit Dibelakang Atuk

RADARPEKANBARU.COM-Cicil Suap Rp3 Miliar untuk Legalkan 18 Ribu Hektar Sawit Duta Palma di Inhu.Nama ketiga disebut Jaksa Tipikor penyuap Gubri nonaktif Annas Maamun adalah Surya Darmadi. Bos PT Duta Palma Group tersebut mencicil Rp3 miliar untuk legalkan 18 ribu hektar kebun kelapa sawit.

Selain didakwa menerima suap dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut Marsauli Sihaan, terdakwa suap alih fungsi lahan Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun juga didakwa menerima suap dari Surya Darmadi, bos sejumlah perusahaan perkebunan anak perusahaan PT Darmex Agro.


Ket Foto : Surya Darmadi  Bos PT Duta Palma Group


Pada 17 September 2014, Surya Darmadi melalui stafnya Suheri Tirta menemui Annas Maamun di rumah dinasnya di Jalan Diponegoro Pekanbaru yang diprakarsai oleh Zulher Kadis perkebunan Riau, zulher mengaku disuap sejumlah Rp 10Juta namun menurutnya uang itu sudah dikembalikan ke pihak Duta Palma. Surya Darmadi bersama Gulat Manurung, keduanya menyerahkan uang Rp3 miliar. Jumlah tersebut baru uang muka untuk total suap Rp8 miliar yang dijanjikan.



Ket Foto : Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau Zulher menjawab pertanyaan hakim saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan Gulat Manurung di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Menurut Jaksa Tipikor, Surya Darmadi rela menyuap Annas, agar bersedia memasukan kebun kelapa sawit PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening Utama dan PT Sebirada Subur, seluruhnya di Kabupaten Indragiri Hulu untuk dimasukan ke dalam Surat Gubernur Riau No.050/BAPPEDA/8516 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau, sebagai usulan revisi Keputusan Menteri Kehutanan Nomor KS673/menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014.

Padahal, areal perkebunan kelapa sawit keempat perusahaan dengan total luas sekitar 18.000 hektar yang dimiliki Surya Darmadi tersebut tak termasuk dalam rekomendasi Tim Terpadu Dinas Kehutanan Provinsi Riau yang menyusun Rancangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau.

Usulan Surya Darmadi tersebut memicu persoalan, karena seluruh areal perkebunannya tak masuk pada usulan Pemkab Indragiri Hulu, namun kerena tergiur Rp8 miliar yang dijanjikan, akhirnya Annas Maamun nekad memasukannya pada usulan revisi yang dikirim kepada Menteri Kehutanan.

Setelah disepakati, sekitar pukul 13.00 WIB, 17 September 2014, Gulat Manurung menemui Suheri Terta di Hotel Aryaduta Pekanbaru. Tujuannya, mencairkan dana suap untuk Annas Maamun. Kepada Gulat, Suheri menyerahkan dua amplop.

Amplop pertama berisi Rp3 miiar untuk Annas Maaun, sisa Rp5 miliar akan dibayarkan setelah Menteri Kehutanan menyetujui usulan revisi yang diajukan Gubri. Sementara amplop kedua berisi Rp650 juta untuk 'uang rokok' Gulat Manurung.

Setelah menerima uang dari Suheri Terta, sekitar pukul 17.00 WIB, pada hari yang sama, Gulat meluncur ke rumah dinas Annas Maamun sebagai Gubernur Riau. Tujuannya menyerahkan uang yang baru diterima dari Suheri Tirta.

"Ini Pak uang dari PT Duta Pala dan katanya kalau sudah diteken menteri akan ditambah lagi," ujar Gulat saat menyerahkan uang pada Annas.

Sedangkan Annas hanya berujar pendek , "Iyolah, nanti kita usahakan," sambil menerima uang haram tersebut.

Pada akhirnya, uang suap Surya Darmadi pada Annas berhenti pada angka Rp3 miliar. Sisanya Rp5 miliar tak pernah dibayar karena Annas keburu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

'Kacang Pukul' Rp500 Juta Membuat Edison Panen Proyek Pemprov

Edison Marudut Masdauli Sihaan tak sekedar menyuap Gubri nonaktif Annas Maamun untuk melegalkan kebun sawitnya, tapi juga memberi 'kacang pukul' agar panen proyek di Pemprov Riau.

Meskipun sampai saat ini statusnya sebatas saksi kasus suap alih fungsi lahan Provinsi Riau, namun dalam dakwaan Jaksa Tipikor terhadap terdakwa Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun, nama Edison Marudut Masdauli Sihaan paling banyak disebut, setelah terdakwa Gulat Medali Emas Manurung. Bahkan, pengusaha tersebut disebutkan menyuap Annas Maamun dua kali untuk dua keperluan berbeda.


Ket Foto : Edison Marudut Masdauli Sihaan

Pada dakwaan pertama untuk Annas, jaksa menyebut Edison menyuap sebesar Rp125.000 Dolar Singapura atau setara Rp1,5 miliar untuk melegalkan kebun kelapa sawitnya seluas 120 hektar di Kecamatan Mandau, Kabupaten Siak. Jumlah tersebut tiga kali lipat dari suap terdakwa Gulat Manurung pada Annas untuk keperluan yang sama.

Untuk melegalkan kebun sawitnya seluas 1.188 hektar di Kuantan Singingi dan 1.214 hektar di Rokan Hilir, Gulat hanya memberi 41.000 Dolar Singapura atau setara Rp500 juta.

Selain suap di atas, nama Edison bahkan menjadi penyuap tunggal untuk dakwaan kedua yang ditujukan pada Annas Maamun. Direktur Utama PT Hokian Triutama tersebut memberi uang Rp500 juta melalui Jones Silitonga diserahkan pada Gulat Manurung dan akhirnya sampai pada Annas Maamun.

Nama Jones Silitonga juga disebut Jaksa Tipikor dalam dakwaannya sebagai pihak yang mengantar daftar rekap lelang proyek di Dinas Pekerjaan Umum Pemprov Riau yang sedang diikuti PT Hokian Triutama. Rekap tersebut diseahkannya pada Gulat Manurung.

Perjalanan uang Rp500 juta dari Edison kepada Annas ini cukup berliku. Setelah menerima uang melalui Jones Silitonga, Gulat lantas menghubungi Kabag Protokol Biro Umum Setdaprov Riau Fuadilazi agar mengantarkan uang tersebut kepada Annas yang sedang berada di Jakarta.

Dalam dakwaan tersebut kemudian dirincikan, bahwa pada akhirnya uang Rp500 juta tersebut sampai ke rumah pribadinya di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2, Cibubur, Bekasi, Jawa Barat melalui tiga pegawai Bagian Protokol Biro Umum Setdaprov Riau. Mereka adalah Piko Tampati, Said Putrasyah dan Ahmad Taufik.

Pengiriman uang tersebut terjadi pada 25 Agustus 2014. Atas perintah Kasubah Protokol Firman Hadi, uang Rp500 juta dipecah dua. Piko Tampati membawa Rp300 juta dan Rp200 juta dibawa Said Putra. Saat mengirim uang, mereka menyebutnya sebagai 'kacang pukul' untuk Bapak Gubernur.

Berdasarkan penjelasan dalam dakwaan Jaksa Tipikor, uang Rp500 juta tersebut untuk memastikan kemenangan PT Hokian Triutama dalam sejumlah lelang proyek di Dinas Pekerjaan Umum Pemprov Riau.

Setidaknya ada tiga proyek besar yang kemudian dimenangi perusahaan Edison. Yakni, kegiatna peningkatan jalan Taluk Kuanan-Cerernti senilai Rp18.53 miliar. Kedua, kegiatan peningkatan jalan Simpang Lago-Simpang Buatan, Siak senilai Rp2.741 miliar dan ketiga, kegiatan peningkatan jalan Lubuk Jambi-Simpang Ibul-Simpang Ifa dengan nilai kontrak Rp4.934 miliar.


Gulat dan Edison Patungan Suap Demi Legalitas Kebun Sawit


Terdakwa suap alih fungsi lahan Gubri nonaktif Annas Maamun mulai disidang. Dalam dakwaannya, teruangkap patungan suap Gulat dan Edison agar kebun sawit mereka dilegalkan.

Rabu (11/2/15) awal bagi proses pembuktian atas dakwaan menerima suap terhadap Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun. Proses persidangannya digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung di Jalan RE Kartadina.


Ket Foto : Gulat Medali Emas Manurng

Lokasi tersebut dipilih berdasarkan lokasi perisita atau locus delicti. Di mana, pada 25 September 2014 lalu, Annas Maamun ditangkap aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah pribadinya di Perumahan Citra Gran, Blok RC 3 Nomor 2, Cibubur, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Dalam sidang perdana tersebut, Jaksa Penutut Umum KPK membacakan dakwaan terhadap mantan Bupati Rokan Hilir tersebut. Ada tiga dakwaan sekaligus yang dirangkum dalam laporan setebal 47 halaman.

Pada dakwaan pertama, disebutkan bahwa Annas Maamun ditenggarai melakukan tindak menerima suap dari Gulat Medali Emas Manurng dan Edison Marudut Marsadauli Sihaan. Keduanya memberi Annas uang USD 166.00 yang diserahkan ke rumah pribadi Annas di Cibubur. Uang tersebut kemudian disita KPK saat operasi tangkap tanggan atau OTT.

Dalam dakwaan JPU KPK lantas dipaparkan tujuan pemberian uang kepada Annas. Ternyata, Gulat dan Edison telah membuka kebun kelapa sawit di lahan terlarang. Berada di kawasan hutan produksi terbatas atau HPT. Mereka ingin ribuan hektar kebun kelapa sawit tersebut menjadi legal. Caranya, menyuap Annas Maamun, selaku Gubernur Riau agar memasukan kebun keduanya pada usulan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau pada Menteri Kehutanan.

Targetnya, kebun Gulat Manurung di dua lokasi, yakni 1.188 hektar di Loagas Tanah Datar, Kuantan Singingi dan 1.214 hektar di Bagansinembah, Rokan Hilir serta kebun Edison seluas 120 hektar di Kecamatan Mandau, Bengkalis kelak statusnya dirubah dari HPT menjadi areal peruntukan lain atau APL, status lahan yang halal untuk membuka perkebunan.

Untuk keperluan tersebut, maka dosen nonaktif Universitas Riau Gulat Manurung mengajak pengusaha Edison patungan memberi uang pelican pada Annas Maamun. Semula Annas minta sebesar Rp2,9 miliar yang dalihnya untuk memberi kan pada 60 anggota Komisi IV DPR RI yang akan membahas revisi RTRWP Riau.

Pada 22 September 2014 keduanya lantas patungan dan hanya berhasil mengumpulkan uang USD 160.000 atau setara dengan Rp2 miliar. Rinciannya, dari Edison USD 125.000 atau Rp1,5 miliar, sisanya USD 41.000 atau setara Rp500 juta dari Gulat Manurung.

Kemudian pada 24 September 2014, Gulat Manurung dengan diantar Edi Ahmad alias Edi RM berangkat mengantar uang tersebut untuk diserahkan pada Annas Maamun. Mereka berdua terbang ke Jakarta dan selanjutnya menuju rumah pribadi Annas di Cibubur. Uang haram tersebut akhirnya diserahkan Gulat pada Annas melalui Triyanto, ajudan Annas.


Ket Foto : Edi Ahamd baju putih (kiri)

Keesokan harinya, atau 25 September 2014 Annas menelphon Gulat Manurung. Ia tak mau menyimpan uang dalam bentuk Dolar Amerika, karena itu minta ditukar menjadi Dolar Singapura. Gulat bersama Edison lantas menukarkan uang tersebut di money changer PT Ayu Masagung di daerah Kwitang, Jakarta Pusat.

Hasil penukaran berupa uang Dolar Singapura sebwesar 156.000 dan Rp500 juta lantas diserahkan Gulat kepada Annas di rumah pribadinya di Cibubur. Tak lama setelah penyerahan itu, datang aparat KPK melakukan operasi tangkap tangan.(ahmad s.udi/rtc/radarpku)



Editor : Alamsah

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER